Hari ini Raka sudah boleh pulang dari rumah sakit. Ia merasa sangat sehat sekarang. Bahkan saat infusnya dilepas tadi, dia sempat push up sepuluh kali di depan Raffi. Dokter muda itu sampai geleng-geleng heran karena ulahnya.
Sekarang Dion dan Deva sedang membantunya membereskan barang-barang dan bersiap-siap pulang. Raka senang sih, ada mereka berdua di sini. Tapi Raka juga sedih, Rama tidak menemaninya sekarang. Katanya ada keperluan di kampus. Mamanya juga tidak ada. Katanya harus segera terbang ke Australia karena ada urusan mendadak. Padahal, ibunya berjanji akan menceritakan segalanya setelah Raka sehat. Sekarang ia sudah sehat, tapi malah ditinggal.
"Bang! Kenapa ngelamun, dah?" Deva menepuk pundak Raka. Raka menggeleng lalu tersenyum.
"Nggak kenapa-napa, kok. Udah bisa pulang sekarang?" Tanyanya melihat barang-barang sudah dibereskan. Dion dan Deva mengangguk.
"Yaudah ayok pulang, bang." Dion menarik lengan Raka.
"Gue juga mau gandeng bang Raka." Deva mengambil lengan Raka yang lain.
"Iya, iya. Abang tahu abang ganteng banget, tapi nggak perlu rebutan gitu juga dong." Kata Raka percaya diri. Lengannya yang tadi digandeng Dion dan Deva langsung dilepas oleh keduanya.
"Lo aja deh, Dev."
"Lo aja, Yon. Ikhlas gue." Deva mendorong tubuh Raka ke arah Dion. Dion balas mendorong tubuh Raka ke arah Deva.
Dua pemuda itu akhirnya melangkah keluar dari kamar rawat Raka lebih dulu. Membiarkan si empunya kamar yang sekarang terpingkal-pingkal itu tertinggal di belakang. Senang sekali mengerjai dua bocah itu.
Raka lalu melangkah keluar, ia kira ia benar-benar ditinggal, tapi ternyata Dion dan Deva sekarang sedang berjalan ke arahnya lalu kembali menggandeng tangannya di kanan dan kiri.
"Bang Raka sama gue aja!"
"Nggak, gue aja!"
Raka tertawa lagi. Anak-anak ini pada kenapa, sih.
Akhirnya mereka bertiga berjalan beriringan sampai keluar dari rumah sakit.
Mereka tidak menyadari keberadaan Rama yang sejak tadi mengawasi diam-diam. Sebenarnya, dia tidak ada urusan di kampus. Hari ini Rama menepati ucapannya pada Andra untuk memeriksakan dirinya. Dia kan, tidak mungkin mengatakan ini pada Raka.
Dion juga akan memeriksakan diri hari ini, tapi nanti setelah mengantar Raka pulang.
Sesungguhnya Rama sedih, ia ingin ikut mengantar abangnya pulang. Iri juga dengan Dion dan Deva yang seenaknya rebutan abangnya. Padahal yang adik kandung kan Rama.
Setelah memastikan mobil Dion membawa tiga orang itu pergi dari rumah sakit, Rama melangkah kembali ke dalam. Ia harus segera menemui Andra di sana.
***
"Hasilnya bisa keluar kapan, dok?" Andra bertanya setelah semua rangkaian pemeriksaan yang dijalani Rama selesai.
"Tiga hari lagi hasilnya bisa keluar. Untuk saat ini, mohon saudara Rama menjaga kesehatan. Kondisi tubuh yang stabil sangat diperlukan jika nanti ginjalnya cocok, agar operasi transplantasi bisa dilakukan segera." Rama mengangguk mengerti.
Rama dan Andra baru saja akan keluar dari ruangan dokter itu setelah membicarakan beberapa hal terkait prosedur transplantasi, namun kedatangan Dion membuatnya urung.
Mereka akhirnya memilih menunggu sampai pemeriksaan Dion selesai.
***
"Heh, bocah. Lo kemaren ngirim link apaan sih?" Raka melempar bantal kursi ke arah Deva yang sedang asyik menonton sambil mengunyah cemilan yang Raka sediakan. Membuat Deva kesal karena kue kering yang harusnya masuk ke mulutnya sekarang justru terlempar dan jatuh di atas karpet. Deva mau marah, tapi ini rumah Raka. Ya sudahlah, sabar saja dia di-bully Raka.
Laki-laki berbahu lebar itu lalu mendudukkan tubuhnya di sebelah Deva dan ikut mencomot cemilan di toples yang dipegang Deva.
Setelah sampai rumah tadi, Dion langsung pamit pulang. Mau ke kampus katanya. Jadilah sekarang hanya Deva yang menemaninya di rumah.
"Kan gue udah bilang itu link survey skripsi gue, bang." Katanya dengan nada kesal.
"Gue buka nggak keluar apa-apa, tuh." Deva terdiam. Dia baru ingat kalau link yang dia kirim adalah link scam untuk meretas ponsel Raka. Duh, kasih alasan apa ya ke bang Raka.
"Masa, sih, bang?" Deva pura-pura berpikir. "Internet lo error, kali." Wah, alibi macam apa itu Deva!
"Enggak, tuh. Paketan internet gue kan premium, emangnya lo ngandelin paketan bonusan!" Deva mendelik sebal. Raka ini kalau dalam mode jahil begini rasanya mau Deva paketin saja ke pulau hantu.
"Enak aja!" Deva tidak terima, sekali lagi menyusun rencana pemaketan Raka ke pulau hantu di otaknya, tapi ia urungkan karena resiko diburu seumur hidup oleh Rama.
Mereka berdua lalu terdiam. Fokus nyemil dan menonton televisi yang sedang menanyangkan film 'Frozen'. Tidak lama kemudian, keduanya tertidur di sofa, dengan posisi kepala Raka bersandar di bahu Deva dan kepala Deva yang bersandar di atas kepala Raka. Membiarkan televisi yang menyala itu yang menonton mereka berdua yang tertidur. Deva bahkan masih memeluk toples camilan yang tidak tertutup.
Rama baru saja akan meneriakkan kehadirannya di rumah, namun ia urungkan karena begitu membuka pintu utama, dia mendapati abang dan temannya yang tertidur di sofa.
Harusnya Rama yang ada di posisi Deva sekarang. Harusnya ia yang menemani abangnya, tidur di sebelah abangnya. Harusnya tempat itu hanya milik Rama. Rama ingin marah tapi tidak bisa. Pokoknya nanti kalau masalah rumit ini sudah selesai, Rama harus mengganti waktunya dengan Raka. Titik! Deva dan Dion tidak boleh ikut!
.
.
.
.
.
.
TBC.Mon maap pendek 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka & Rama [Jinkook Local Version]
FanfictionBagi Rama, Raka -abangnya- adalah pahlawan. lebih keren daripada Superman atau Batman. Bagi Raka, Rama tetaplah adik kecil yang meskipun ngaku-ngaku sudah dewasa, dia akan tetap ngambek kalau Raka telat pulang kerja.