Seperti perkataannya, Andra kini sedang bersama Yudha dan pengacara terbaik keluarga Dirgantara di rumah Yudha. Andra sangat takjub karna Yudha semudah itu mendapatkan pengacara. Dia baru sadar betapa berpengaruhnya kekuasaan keluarga temannya itu.
"Sepertinya ini agak sulit, Rama dalam keadaan mabuk. Itu yang membuatnya sulit." Andra dan Yudha menghela napas berat.
"Usahakan kita bisa menang saat mediasi, Mas. Berapapun biaya ganti rugi, aku yang akan tanggung." Yudha berucap dengan mantap.
"Mas ngerti, Yud. Kita baru bisa baca situasinya besok waktu ketemu dengan pelapor. Sekarang, kita nggak pernah tahu seperti apa lawan kita." Andra diam-diam menyetujui ucapan pengacara keluarga Dirgantara itu. Mereka memerlukan strategi dan tidak bisa terburu-buru. Namun di satu sisi, ia tidak ingin Rama terlalu lama ditahan.
"Apa ada cara lain?" Andra bertanya.
"Jika tidak bisa bebas dengan mediasi, saya bisa usahakan agar Rama hanya menjadi tahanan kota."
Yudha menunduk mendengar perkataan pengacara itu.
"Itu pasti mempengaruhi catatan sipilnya, Mas." Pengacara itu mengangguk.
"Mas usahakan yang terbaik. Kita harus optimis." Pengacara itu menatap dua orang yang lebih muda darinya, mereka berdua terlihat sangat lelah, terutama laki-laki di sebelah Yudha. "Kalian istirahat dulu aja sekarang, besok akan jadi hari yang panjang. Mas pamit dulu."
Pengacara itu berdiri dari tempatnya, ia tersenyum kecil pada Yudha kemudian berbalik, hendak melangkah pergi meninggalkan kediaman Dirgantara sebelum suara Yudha membuat langkahnya terhenti.
"Mas Setya.." sang pengacara menoleh. "Makasih, udah mau bantu kita." Pengacara itu, Setya, kemudian hanya mengangkat tangan kanannya, menyatukan jari telunjuk dan jempol sebagai isyarat lalu melanjutkan langkahnya.
***
"Perasaan abang kok nggak enak ya, Yon. Rama masih nggak bales pesan abang." Raka yang dari tadi hanya diam dalam perjalanan mereka kembali ke rumah akhirnya menyuarakan isi hatinya.
Sejak mereka beranjak dari rumah sakit, Raka dan Dion memang tidak membicarakan apapun. Raka dengan firasat buruknya tentang Rama, Dion dengan kekalutannya karena kasus Rama. Sekarang saat Raka berkata seperti itu, Dion harus menanggapi bagaimana?
"Mungkin Rama lagi sibuk sama temennya, bang. Jadi nggak sempet bales pesan abang." Setelah terdiam cukup lama, akhirnya hanya itu yang bisa Dion katakan.
Helaan napas Raka terdengar oleh Dion.
"Padahal tadi pagi Rama mau makan bareng bahkan nganterin abang. Abang kira Rama udah maafin abang."
"Rama mungkin masih butuh waktu, bang. Pelan tapi pasti, Rama bakal ngerti kok. Dion sama Deva pasti bantu abang. Lagipula, adik abang itu mana bisa sih lama-lama jauh dari abangnya. Rama kan manjanya setengah mati." Dion akhirnya tertawa kecil mengingat sikap manja Rama pada Raka.
Tawa Dion menular pada Raka yang tadinya murung. Ia jadi tersenyum mengingat kelakuan konyol Rama. Ah, dia jadi benar-benar rindu pada adiknya itu. Semoga Rama baik-baik saja di luar sana. Semoga perasaan buruk yang dirasakannya sekarang hanya karena rasa rindu pada Rama. Semoga.
***
Pagi menjelang. Rama terbangun di lantai dingin penjara. Ia kemudian berusaha untuk duduk, wajahnya masih terasa sangat perih, seluruh badannya terasa sakit. Rama tersenyum kecut. Jadi begini rasanya dihajar? Rama berjanji seumur hidup tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi.
Setelah kesadarannya terkumpul sepenuhnya, Rama jadi teringat kalau Deva mengabarinya bahwa abangnya masuk rumah sakit. Rasa bersalah itu jadi semakin bertumpuk di hati Rama. Padahal kemarin Rama hendak memperbaiki hubungannya dengan Raka. Ia bahkan berjanji akan menjemput abangnya. Apa Raka sakit karena menunggunya? Abangnya itu belum benar-benar sembuh kemarin. Seharusnya Rama melarangnya pergi ke kantor dan mereka berdua bisa di rumah saja seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka & Rama [Jinkook Local Version]
FanficBagi Rama, Raka -abangnya- adalah pahlawan. lebih keren daripada Superman atau Batman. Bagi Raka, Rama tetaplah adik kecil yang meskipun ngaku-ngaku sudah dewasa, dia akan tetap ngambek kalau Raka telat pulang kerja.