Bagi Rama, Raka -abangnya- adalah pahlawan. lebih keren daripada Superman atau Batman.
Bagi Raka, Rama tetaplah adik kecil yang meskipun ngaku-ngaku sudah dewasa, dia akan tetap ngambek kalau Raka telat pulang kerja.
Jadi, gimana Jin sama Jungkook di MV Daechwita? 🤣🤣
Happy reading! 💕
. . . ***
Raka menatap pantulan wajahnya di cermin. Pucat sekali. Sejak Rama meninggalkan kamarnya, perutnya tiba-tiba sangat sakit, ia mual hebat dan langsung memuntahkan semua bubur yang baru saja dimakannya.
Ia lalu membasuh wajahnya, berharap bisa sedikit terlihat segar. Baru saja ingin beranjak, ia mual lagi. Lagi-lagi ia muntah. Namun kali ini, hanya cairan yang keluar.
Sakit sekali.
Sayup-sayup, Raka mendengar suara Rama yang memanggilnya. Setelah membersihkan mulutnya, Raka lalu beranjak dari kamar mandi. Ia mendapati wajah khawatir Rama begitu membuka pintu kamar mandi.
"Astaga! Abang!" Rama bergegas menghampiri Raka yang sekarang bersandar pada pintu kamar mandi saking lemasnya.
Melihat Rama yang tampak panik, Raka memaksakan sebuah senyuman. Namun tak bisa ia pungkiri, pengelihatannya memburam sekarang, detik berikutnya, semuanya gelap.
Rama yang memang sedang melangkah mendekati Raka segera berlari dan menahan tubuh abangnya yang sudah tak sadarkan diri agar tidak membentur lantai.
Sekarang Rama benar-benar menyesal, ia harusnya tidak pernah meninggalkan abangnya saat kondisi Raka belum benar-benar baik.
***
Dion mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Berlari dari parkiran sampai UGD ternyata sangat melelahkan. Matanya lalu memandang sekitar mencari keberadaan Rama.
Ah, itu dia.
Dion segera menghampiri begitu melihat presensi sahabatnya yang sedang duduk termenung di ruang tunggu UGD.
"Gimana bang Raka?" Tanyanya lalu.
Hanya gelengan yang Dion dapat sebagai jawaban. Ia menepuk bahu Rama, menenangkan. Bahkan tangan Rama sekarang masih bergetar. Temannya itu terlihat sangat menyedihkan sekarang.
"Udah, Ram. Abang lo nggak akan kenapa-kenapa." Kata Dion. Ia begitu mengerti perasaan Rama sekarang karena ia pun sama khawatirnya. Namun sekali lagi, Dion harus bisa jadi penenang dan pengendali suasana. "Gue beliin minuman buat lo, ya? Tunggu sebentar."
***
"Dra, gue barusan dapet kabar kalau Raka masuk rumah sakit." Andra yang sedang meminum kopi langsung tersedak begitu mendengar kabar yang diberitakan Yudha padanya. Laki-laki berlesung pipi itu bahkan sekarang sedang tersenyum senang. Andra bergidik ngeri, Yudha harus segera disadarkan sebelum ia melakukan hal yang lebih gila lagi.
"Kenapa kaget banget, sih?" Ucap Yudha saat melihat respon Andra.
"Yud, gue rasa lo udah mulai berlebihan. Raka masuk rumah sakit, dan lo sekarang bisa senyum kayak gini? Lo sakit Yud!" Emosi Andra mulai naik. Ia jadi menyesal pernah membantu Yudha. Seandainya saja dia tahu kalau akibatnya akan begini, seharusnya begitu Yudha datang padanya ia langsung menonjok Yudha habis-habisan supaya temannya itu sadar.
Yudha malah tertawa terbahak-bahak mendengar Andra berbicara begitu padanya.
"Lucu lo, Dra! Jelas-jelas elo yang jadi aktor utama. Gue cuma sutradara di sini, Dra. Kalaupun gue ketauan, elo juga bakal kena." Yudha menjeda sejenak, ia lalu memberikan selembar tisu pada Andra, untuk membersihkan bekas kopi yang masih tersisa di bibir laki-laki itu. "Udah, mendingan sekarang kita jenguk Raka aja. Bermain peran itu harus totalitas, kan?" Katanya lalu sambil merangkul bahu Andra, menyeretnya ikut pergi ke rumah sakit.
"Ini baru permulaan, Dra. Permulaan." Bisik Yudha pada Andra.
***
"Abang kamu asam lambungnya tinggi sekali, selain karena pola makan, sakitnya juga karena stress. Sekarang kondisinya sudah lebih baik, kamu tenang saja. Yang penting jangan dibiarin banyak pikiran dulu." Rama menangguk mengerti dengan penjelasan dokter yang menangani Raka. Dokter itu terlihat masih sangat muda.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Setelah ini, pasien akan dipindahkan ke ruang rawat. Tapi sebelumnya, apa orang tua kalian sudah dihubungi?" Sang dokter bertanya. Sebenarnya Rama bisa saja jadi wali Raka. Toh, Rama bisa kalau hanya untuk mengurus administrasi saja.
"Saya sudah coba hubungi orang tua saya, dok. Tapi tidak ada yang menjawab. Saya juga kurang tahu mereka sekarang di mana." Rama menjawab dengan suara bergetar. Kalau boleh jujur, Rama sebenarnya sangat bingung sekarang. Selama ini, ia hanya bergantung pada Raka.
Memang selama Raka sakit, Rama selalu menjaga abangnya itu. Namun belum pernah abangnya itu sampai masuk rumah sakit begini.
Sang dokter hanya mengangguk menanggapi pemuda di depannya itu. Kasihan juga melihat kondisinya sekarang yang tampak berantakan. Keluarganya juga sepertinya tidak harmonis.
"Baik kalau begitu, pasien mungkin perlu diopname satu sampai dua hari, tergantung dari kondisinya nanti. Sekarang kamu bisa jenguk abang kamu di UGD. Sambil menunggu kamar rawatnya dipersiapkan."
"Baik, dok. Terima kasih." Rama membungkuk sopan lalu berdiri. Ia beranjak keluar dari ruangan dokter itu.
Berhenti sejenak di depan ruangan si dokter. Rasanya pundak Rama sangat berat sekarang. Melihat dokter muda tadi, ia jadi iri. Rama hanya ingin melihat abangnya segar bugar setiap saat, seperti dokter tadi. Sepertinya usia dokter itu juga sepantaran dengan abangnya.
Rama menghembuskan napas berat. Ia lalu berjalan meninggalkan ruangan dokter dengan nama RaffidzarSuryadiitu. Ia ingin segera bertemu kakaknya.
.TBC.
Pendek dulu ya guys, lagi buntu banget astaga 😂😂
Btw, seneng banget deh, abang Jin kesayangan lagi aktif-aktifnya setelah beberapa lama nggak muncul.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.