Yudha tersenyum menyambut Raka yang baru saja memasuki ruang tim R&D Dirgantara corp. Ia lalu melangkah mendekati meja kerja Raka kemudian duduk tepat di hadapan Raka.
"Lo udah sehat?" Tanya Yudha. Raka menangguk lalu menjawab.
"Udah. Sehat banget gue sekarang."
"Gue sama Andra sempat jenguk lo waktu itu, tapi lo tidur."
"..yah, baguslah kalau lo sekarang udah sehat. Kerjaan kita banyak banget nih, ada produk baru yang sekarang lagi dikembangin sama klien."
"Siap bos!" Raka menangkat tangannya, membentuk posisi hormat pada Yudha sambil tertawa. Yudha ikut tertawa lalu beranjak kembali ke meja kerjanya.
Setelah ini, apa lagi yang harus Yudha lakukan untuk menghancurkan karir Raka di perusahaan, ya?
***
Rama dan Dion sekarang sedang bersama dengan Andra di laboratorium rumah sakit. Hari ini harusnya hasil pemeriksaan keduanya keluar. Mereka bertiga sama-sama was-was menunggu hasil pemeriksaan itu.
Andra dengan dilemanya, Rama dan Dion dengan ketakutannya masing-masing. Biarpun kemarin terlihat mantap saat mengambil keputusan, sebenarnya baik Rama maupun Dion sama-sama merasa sedikit takut, bagaimanapun mendonorkan organ bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, apalagi mereka berdua masih muda dan sehat.
Cukup lama mereka menunggu sampai seorang perawat keluar membawa dua map hasil pemeriksaan. Baru saja perawat itu akan memanggil Rama dan Dion, ponsel Andra berdering nyaring. Andra segera mengangkatnya setelah melihat panggilan itu dari dokter adiknya.
Begitu panggilan ditutup Andra buru-buru berdiri.
"Kalian lihat sendiri dulu aja hasilnya. Adik gue kritis." Katanya. Ia lalu pergi begitu saja meninggalkan Rama dan Dion yang sekarang saling pandang. Semoga adik Andra baik-baik saja. Semoga.
***
Seorang dokter keluar dari ruang gawat darurat setelah menangani adik Andra yang tiba-tiba kejang di ruang rawatnya. Dokter itu menatap Andra yang kini tengah berdiri menunduk di depan ruangan.
"Mas Andra." Yang dipanggil segera mengangkat kepala lalu melangkah menghampiri sang dokter.
"Adik saya gimana, dok? Dia baik, kan?" Tidak ada jawaban. Dokter itu hanya menatap Andra dengan tatapan penuh rasa bersalah.
"Maaf, mas Andra. Maaf. Adik Anda sudah meninggal. Kami benar-benar minta maaf." Sang dokter menyentuh pundak Andra, kemudian melangkah pergi meninggalkan ruangan.
"Nggak! Nggak mungkin!" Andra merasa tidak bertenaga sekarang. Ini pasti hanya mimpi, Disa tidak mungkin meninggal. Laki-laki berkulit putih pucat itu jatuh terduduk lalu menangis histeris.
"Ini nggak mungkin. Disa nggak mungkin ninggalin gue. Nggak mungkin." Andra masih tersedu-sedu di tempatnya. Perawat di sana hanya dapat memandangnya iba. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan sekarang. Disa telah tiada. Gadis remaja itu sekarang sudah tenang dan tidak kesakitan lagi.
Sementara itu, Rama dan Dion telah membaca hasil pemeriksaan mereka, hasilnya, ginjal Dion cocok untuk adik Andra. Mereka baru saja akan menyampaikan kabar gembira itu, namun yang mereka dapatkan sekarang justru sosok Andra yang menangis histeris di sebelah tubuh Disa yang sudah terbungkus kain putih.
Rama dan Dion segera mendekati Andra, Dion lalu mensejajarkan tubuhnya dengan Andra yang bersimpuh, kemudian membawa Andra dalam pelukannya. Rama hanya terdiam. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang.
***
"Kenapa, Yud? Ada apa?" Raka bertanya segera setelah melihat Yudha menutup telepon dengan kasar. Wajah Yudha terlihat gusar. Mereka sedang rapat tim sekarang, sudah hampir selesai, sih. Jadi Yudha memutuskan mengangkat telepon yang daritadi sebenarnya sudah berdering, namun ia abaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka & Rama [Jinkook Local Version]
FanfictionBagi Rama, Raka -abangnya- adalah pahlawan. lebih keren daripada Superman atau Batman. Bagi Raka, Rama tetaplah adik kecil yang meskipun ngaku-ngaku sudah dewasa, dia akan tetap ngambek kalau Raka telat pulang kerja.