Rindu?

1.7K 241 11
                                    

Wkwk

Ada yang rindu cerita ini, nggak? 😆

***

"Ram, ke rumah gue dulu aja, ya?" Rama menatap Deva dengan tatapan penuh tanya. Ia baru saja hendak mengeluarkan kalimat protes sebelum suara Deva menyela.

"Emang lo mau ketemu bang Raka dengan keadaan kayak gitu?" Rama lalu melihat dirinya sendiri melalui bayangannya yang terpantul di kaca mobil Deva. Temannya itu benar. Dia sangat berantakan sekarang, bahkan dilihat dari bayangan saja membuatnya bergidik. Akhirnya Rama pasrah saja, ia mengangguk setuju sekalipun dalam hati ingin cepat-cepat pulang dan bertemu Raka.

"Yaudah. Pinjemin gue baju, ya?" Deva mengangguk saja, kemudian ia kembali fokus pada jalanan di depannya. Dalam hati, Deva menyimpan sejuta pertanyaan untuk Rama. Tentang kenapa dia bisa ada di bar itu, tentang kenapa dia menjauhi Raka, kakaknya sendiri, tentang segala hal yang terjadi di antara mereka. Deva benar-benar ingin bertanya, namun sepertinya ini bukan saat yang tepat.

Diam-diam Deva mencuri pandang pada Rama yang memejamkan mata di kursi sebelahnya. Rama terlihat sangat lelah, belum lagi luka lebam di wajahnya. Deva yakin seluruh tubuh Rama pasti penuh lebam mengingat temannya itu dihajar oleh bodyguard bar. Sepertinya, niat untuk menginterogasi Rama harus ia tunda dulu.

***

Erlan sedang duduk santai di ruangannya sebelum Yudha, kepala tim R&D yang terhitung adalah atasannya itu tiba-tiba datang padanya sambil melemparkan sebuah surat.

Erlan mengambil surat itu, ia lalu membuka dan membacanya perlahan.

"Sudah selesai bacanya? Sekarang silakan bereskan barang-barang kamu dan angkat kaki dari kantor ini!" Yudha tidak membentak, dia hanya berbicara dengan nada rendah dan dingin. Namun suaranya itu sarat akan emosi yang tertahan. Sedikit saja, sedikit saja Erlan salah bereaksi, Yudha tidak yakin bisa menahan diri untuk tidak memukuli bawahannya itu sampai masuk rumah sakit.

"Apa-apaan ini, pak? Surat pemecatan? Apa salah saya?" Yudha mengepalkan tangannya erat. Sekali lagi berusaha menahan amarah.

"Kamu masih tanya apa salah kamu?" Hal yang paling Yudha benci adalah tatapan tidak bersalah yang sangat manipulatif yang kini tengah Erlan berikan padanya.

"Saya udah tahu semuanya. Se-mu-a-nya." Lalu tatapan tidak bersalah itu seketika berubah jadi seringaian, diikuti dengan tawa sinis yang keluar dari mulut Erlan.

"Emangnya bisa bapak pecat saya untuk alasan pribadi seperti itu?" Yudha menghembuskan napas lelah. Sungguh, menahan diri untuk tidak memukuli laki-laki ini terasa begitu menguras tenaganya.

"Kamu pikir saya nggak tahu tentang penggelapan dana atau pembocoran dokumen rahasia perusahaan yang udah kamu lakukan?" Kini seringaian dan tawa sinis itu keluar dari mulut Yudha. Ia kemudian menarik kerah Erlan, menatapnya tajam.

"Urusan kita belum selesai, setelah pemecatan, tuntutan ganti rugi akan segera saya ajukan. Siapin aja dana yang besar, atau siapin mental buat masuk penjara!" Yudha melepaskan Erlan dengan kasar. Membuat laki-laki itu terhempas di kursinya dengan keadaan terbatuk-batuk karena hampir kehabisan napas.

"Segera angkat kaki dari sini, saya muak lihat wajah kamu!" Yudha lalu melangkah pergi. Sedang Erlan terdiam di tempatnya sejenak lalu ia melempar dan mengacak-acak seluruh benda yang ada di atas meja kerjanya.

***

Pulang.

Rama tidak pernah merasa hal itu sangat berharga sampai saat ini, ia merasakannya. Hatinya sampai berdebar saat melangkah keluar dari mobil Deva.

Raka & Rama [Jinkook Local Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang