Bertahan part 2

3K 374 17
                                    



"Abang nggak papa, kok, Ram." Raka berucap lemah di dalam gendongan adiknya. Dia sungguh tidak apa-apa, hanya belum makan saja seharian. Ia hanya sempat sarapan 2 lembar roti tadi pagi, lalu tidak makan apa-apa lagi setelah itu. Sepertinya, maag-nya kambuh.

Rama tidak menyahut, ia hanya fokus untuk segera menaiki tangga dan masuk ke kamar supaya bisa segera melempar tubuh abangnya itu ke kasur dan mulai memarahinya. Tidak apa-apa katanya?! Padahal bernapas saja, abangnya itu sulit.

Begitu sampai kamar, Rama menurunkan Raka dari gendongannya dibantu Dion. Ia lalu melepas jas kerja dan dasi Raka, sedangkan Dion melepas sepatu dan kaus kaki Raka. Dion tidak akan sungkan membantu Raka dan Rama karena sejujurnya, ia begitu menyayangi Adikara bersaudara itu. Dion telah begitu banyak dibantu oleh mereka berdua, terutama Raka. Sejak Dion berteman dengan Rama di bangku SMA, Raka selalu memperlakukannya selayaknya adik. Dia jadi tidak tega melihat Raka seperti ini.

"Abang lemes banget, abang belum makan, ya?" Itu Dion yang bersuara. Rama sepertinya emosi, Dion harus bisa menjadi penengah mereka sekarang. Raka mengangguk sekilas menjawab pertanyaan Dion.

Mengetahui Raka belum makan, Rama bergegas mengambil obat maag yang memang selalu tersedia di rumah. Ia lalu memberikan obat itu pada Raka. Rama masih belum bersuara sama sekali. Raka jadi sedih, apa Rama marah padanya?

"Minum obatnya dulu, Bang." Itu masih suara Dion. Raka menurut dan segera meminum obat, lagipula, perutnya itu memang benar-benar sakit sejak tadi. Ia lalu merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata, berusaha tidur supaya sakitnya segera hilang.

Rama bergerak menyelimuti tubuh abangnya sampai sebatas dada. Ia lalu mengajak Dion untuk keluar kamar, membiarkan abangnya beristirahat.


***


"Lo marah sama Bang Raka, Ram?" Yang ditanya hanya mengangguk pelan. Dion sangat mengerti perasaan temannya itu. Dia pasti khawatir setengah mati. Dion yang hanya orang lain saja merasa cemas bukan main, apalagi Rama. Namun melihat kondisi Raka tadi, Dion yakin kalau Raka juga sedang tidak baik-baik saja, selain karena maag. Ia memperhatikan sorot mata Raka, terlihat penuh beban bahkan hanya dengan sekali tatap.

Sekarang mereka berdua sedang duduk di ruang keluarga. Keduanya sejak tadi hanya diam. Rama dengan gejolak amarahnya, Dion yang sedang berpikir bagaimana cara memperbaiki keadaan.

"Ram, bukannya mau ikut campur, tapi gue rasa, Bang Raka lagi butuh lo banget saat ini. Kalau bisa, lo redam dulu ya, amarah lo itu." Kata Dion sambil menepuk bahu Rama. Dion tahu, bagaimanapun, Rama begitu menyayangi Raka. Sahabatnya itu pasti akan mengerti. "Gue balik dulu ya, Ram. Kalau ada apa-apa hubungi gue aja." Katanya lalu.

"Makasih, ya, Yon. Hati-hati." Dion mengacungkan jempolnya lalu melangkah pergi. Kakak-adik itu harus ditinggal berdua supaya bisa menyelesaikan masalah.

***

Waktu telah menunjukkan pukul 3 pagi. Tapi, Rama belum bisa tidur. Daritadi ia hanya duduk disamping ranjang Raka. Memperhatikan abangnya yang tengah tertidur sambil menahan sakit. Rama jadi meringis sendiri, pasti Raka sedang sangat kesakitan sekarang.

Sesekali, Rama mengelap keringat dingin di dahi Raka. Mengelus tangan abangnya, berharap dapat sedikit menenangkan. Dion sepertinya benar, biarpun kakak satu-satunya itu bersikeras kalau dirinya baik-baik saja, Rama tetap dapat membaca keinginan untuk ditemani dari bahasa tubuh Raka. Begini ini kalau mau marah kan, jadi tidak tega.

Raka bergerak gelisah dalam tidurnya, napasnya terlihat tidak beraturan. Rama yang masih mengelus punggung tangan Raka jadi panik. Ia lalu berusaha membangunkan Raka.

Raka & Rama [Jinkook Local Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang