Pagi ini sebuah desas-desus menggemparkan seisi Dirgantara Corp. Andra, staff utama tim IT mengajukan pengunduran diri.
Selama ini, Andra memang banyak dikenal oleh hampir seluruh pegawai Dirgantara, selain karena jabatannya sebagai staff utama serta berbagai prestasi selama bekerja, ia juga terkenal karena wajahnya yang tampan.
Berita pengunduran diri Andra telah sampai di telinga Raka. Saat ini, Raka tengah melangkah menuju ruangan pak Ardi. Satu hal yang membuat Raka penasaran adalah pak Ardi berkata alasan Andra mengundurkan diri ada kaitannya dengan dirinya. Sebenarnya, apa yang sudah terjadi?
"Masuk, Raka." Pak Ardi menyapa begitu melihat presensi Raka. Yang disapa hanya mengangguk sekilas kemudian melangkah masuk. Di sana ada Andra yang duduk di kursi depan meja kerja pak Ardi. Raka lalu mengambil tempat duduk di sebelah Andra.
"Jadi, ada apa bapak manggil saya?" Tanyanya.
"Biar Andra yang menjelaskan." Andra menghela napas ketika namanya disebut. Ini memang konsekuensi yang harus ia tanggung. Andra harus mengaku.
"Selama ini, saya yang sudah menyabotase komputer Raka, pak. Saya sendiri yang membuat komputer Raka terkena malware. Saya juga yang mengubah laporan yang Raka kerjakan." Raka tertegun mendengar pengakuan gamblang Andra barusan. Temannya itu sekarang bahkan tidak berani mengangkat kepalanya. Antara takut juga merasa sangat bersalah.
"Nggak mungkin! Dra! Lo pasti bercanda, kan?!" Ujar Raka. Andra masih menunduk. Tidak berani menatap Raka. Melihat keadaan ini, pak Ardi sebagai atasan akhirnya memilih untuk turun tangan.
"Apa alasan kamu melakukan itu, Andra?" Andra terdiam. Ia masih bimbang, perlukah Andra menceritakan semuanya? Sebenarnya Andra tidak tega pada Yudha jika harus berkata jujur.
"Andra?" Andra tersentak. Ia lalu menjawab dengan tergagap.
"Sa.. saya cuma.. saya cuma nggak suka sama Raka, pak." Bola mata pak Ardi membulat. Jawaban apa itu?
Pak Ardi menghela napas panjang.
"Andra, kamu seharusnya cukup profesional untuk tidak mencampur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor. Saya kecewa dengan kamu. Kalau kamu punya masalah sama Raka, seharusnya selesaikan baik-baik. Bukan begini caranya." Andra menunduk lagi.
"Saya tahu, pak. Saya sadar akan kesalahan saya. Maka dari itu, saya mengajukan pengunduran diri saya dari Dirgantara. Saya..."
Brak!
Pintu ruangan pak Ardi terbuka dengan kasar, Yudha pelakunya. Anak tunggal keluarga Dirgantara itu masuk ke ruangan ayahnya dengan wajah marah.
"Ini bukan salah Andra, Yah. Ini salah Yudha. Yudha yang minta Andra ngelakuin semua itu. Yudha yang minta Andra sabotase komputer Raka." Katanya.
Mendengar perkataan Yudha justru membuat pak Ardi marah. Ia menggebrak meja kerjanya.
"Apa-apaan kalian ini?!" Pak Ardi lalu mengacungkan jarinya tepat di depan wajah Yudha.
"Selesaikan masalah ini sendiri! Saya tidak mau tahu! Kalian bertiga keluar dari ruangan saya sekarang! Kalian boleh kembali kalau permasalahan ini sudah menemukan solusi!" Bentaknya.
Akhirnya Raka, Andra dan Yudha melangkah keluar lalu mencari tempat yang nyaman untuk berbicara.
***
"Jelasin semuanya sekarang. Apa maksud kalian berdua?" Raka memandang kedua temannya dengan tatapan mengintimidasi. Sungguh dia tidak marah jika memang mereka berdua yang ternyata mensabotase komputernya. Ia justru lebih kecewa karena mereka berdua ternyata tidak menganggapnya teman seperti Raka menganggap mereka.
Saat ini, mereka bertiga sedang duduk melingkar di sebuah kafe yang tidak jauh dari kantor. Mereka memang perlu bicara, menyelesaikan semua masalah diantara mereka.
"Gue minta maaf, Ka. Ini semua salah gue, bukan Andra. Lo jangan marah sama Andra, Ka." Yudha mulai menjelaskan. "Gue akui, selama ini, gue iri sama lo yang selalu cemerlang di mata bokap. Gue sakit hati karena apapun hasil kerja tim kita, selalu lo yang dapat pengakuan."
"...sekali aja, sekali aja, Ka. Sekali aja gue juga pengin diakui sama bokap. Sekalipun bukan dianggap sebagai anak, gue pengin sekali-sekali diakui sebagai kepala tim kita. Gue bener-bener minta maaf sama lo, Ka. Maafin gue."
Mata Raka berkaca-kaca mendengar pengakuan Yudha. Jadi selama ini, itu yang dirasakan Yudha? Raka kira Yudha merasa terbantu akan kehadirannya. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Yudha justru tersiksa selama ini.
"Gue kira kita temen, Yud." Katanya lirih.
"Ka, nggak gitu, Ka. Please, maafin gue Ka."
"Dra, apa lo juga ngerasain hal yang sama kayak Yudha?" Raka menoleh pada Andra yang sejak tadi hanya memperhatikan dirinya dan Yudha.
Andra menggeleng.
"Maafin gue, Ka. Gue tahu, gue memang bodoh dan culas. Gue egois. Yang ada dipikiran gue waktu itu cuma cara nyelamatin Disa."
"Gue yang minta bantuan Andra. Sedikitpun Andra nggak pernah punya niat jahat sama lo, Ka. Jangan salahin Andra." Yudha menjelaskan. Raka menunduk. Tidak mengerti harus bagaimana menyikapi masalah ini.
"Maafin gue, gue bukan teman yang baik buat kalian." Raka lalu mengangkat kepalanya. Menatap Yudha dan Andra.
Yudha balas menatap Raka namun matanya membola seketika melihat cairan merah yang tiba-tiba menetes dari hidung mancung Raka.
"Ka, lo mimisan." Andra bergegas mengambil tisu lalu mendekat ke arah Raka dan mengelap hidungnya. Raka hanya tersenyum mendapat perlakuan itu dari dua temannya.
"Harusnya kalian bilang. Yud, lo harusnya bilang sama gue. Gue mungkin bukan sahabat dekat lo kayak Andra, tapi gue pasti ngebantu lo kok." Ucapnya lemah. Sebenarnya, kepala Raka mulai pening sekarang. Darah dari hidungnya masih mengalir, belum mau berhenti meskipun Andra dan Yudha sejak tadi bergantian mengelap tisu di hidungnya.
"Jangan banyak ngomong dulu, Ka. Please. Maafin gue, maafin gue." Gumam Yudha. Ia benar-benar panik sekarang. Tangannya bergetar. Terlebih lagi sakit di dalam hatinya yang dipenuhi rasa bersalah. Pun juga dengan Andra.
Raka mengambil alih tisu yang dipegang Yudha dengan tangan bergetarnya itu.
"Gue nggak apa-apa. Sebentar lagi berhenti kok." Ucapnya menenangkan. Raka lalu meminum air putih yang disediakan di mejanya kemudian mengambil tisu lain untuk membersihkan hidungnya. Darahnya sudah berhenti mengalir. Ia tersenyum lega.
"Bisa nggak, kita lupain aja kejadian ini?" Tanya Raka sembari menatap Andra dan Yudha satu persatu. Yudha tersenyum lalu mengarahkan tangannya di depan Raka.
"Gue minta maaf." Raka menyambut tangan Yudha dengan senyuman. Setelah itu, Yudha juga mengarahkan tangannya pada Andra.
"Gue juga minta maaf karena udah membuat lo melakukan hal yang nggak seharusnya lo lakukan, Dra." Andra juga menyalami tangan Yudha. Dia sangat senang sekarang. Meskipun hatinya masih dipenuhi rasa bersalah, setidaknya sekarang sudah terasa lebih ringan. Andra berjanji akan jadi teman yang baik untuk Raka dan Yudha. Sekarang, hanya mereka yang Andra punya.
Yudha tersenyum senang, seharusnya, dia tidak pernah melakukan hal sejahat itu pada orang sebaik Raka. Terlebih lagi, dia melibatkan Andra, sahabatnya sendiri.
Setelah ini, Yudha berjanji akan berubah. Dia akan berusaha jadi pribadi yang lebih dewasa. Dia tidak akan pernah dikuasai rasa iri lagi. Tolong ingatkan Yudha kalau dia salah jalan lagi.
.
.
.
.TBC.
Nulis part ini rasanya kayak gimanaaaaa gitu 😂😂😂
Anyway, terima kasih sudah membaca. ^^
![](https://img.wattpad.com/cover/224961276-288-k788553.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka & Rama [Jinkook Local Version]
Fiksi PenggemarBagi Rama, Raka -abangnya- adalah pahlawan. lebih keren daripada Superman atau Batman. Bagi Raka, Rama tetaplah adik kecil yang meskipun ngaku-ngaku sudah dewasa, dia akan tetap ngambek kalau Raka telat pulang kerja.