Adik Kesayangan

1.9K 243 8
                                    

"Gue minta maaf." Raka menyambut tangan Yudha dengan senyuman. Setelah itu, Yudha juga mengarahkan tangannya pada Andra.

"Gue juga minta maaf karena udah membuat lo melakukan hal yang nggak seharusnya lo lakukan, Dra." Andra juga menyalami tangan Yudha. Dia sangat senang sekarang. Meskipun hatinya masih dipenuhi rasa bersalah, setidaknya sekarang sudah terasa lebih ringan. Andra berjanji akan jadi teman yang baik untuk Raka dan Yudha. Sekarang, hanya mereka yang Andra punya.

Yudha tersenyum senang, seharusnya, dia tidak pernah melakukan hal sejahat itu pada orang sebaik Raka. Terlebih lagi, dia melibatkan Andra, sahabatnya sendiri.

Setelah ini, Yudha berjanji akan berubah. Dia akan berusaha jadi pribadi yang lebih dewasa. Dia tidak akan pernah dikuasai rasa iri lagi. Tolong ingatkan Yudha kalau dia salah jalan lagi.

Sementara itu...

Tanpa mereka bertiga sadari, ada seseorang yang mengikuti mereka sejak keluar dari kantor. Orang itu lalu menatap sinis ke arah Raka dan teman-temannya yang telah berbaikan.

"Dari awal emang harusnya gue nggak pake Yudha buat hancurin Raka. Yudha terlalu lemah." Sinisnya. Ia lalu berbalik badan dan melangkah pergi meninggalkan kafe itu.

***

Rama mondar-mandir di ruang tamu. Bingung memutuskan harus pergi ke kantor abangnya atau tidak. Deva baru saja mengirim rekaman percakapan mulai dari Raka bersama Andra dan pak Ardi, kedatangan Yudha, sampai percakapan ketiganya yang akhirnya memutuskan berbaikan.

Di satu sisi Rama senang, akhirnya masalah abangnya selesai, meskipun dia kesal pada Yudha dan Andra karena telah melakukan hal jahat pada abangnya. Namun di sisi lain, Rama juga khawatir. Pasalnya, dia mendengar suara Andra yang panik dan berkata kalau abangnya mimisan.

Baru saja memutuskan untuk pergi, suara mobil abangnya terdengar memasuki pekarangan rumah. Rama segera membuka pintu, benar saja, itu mobil abangnya. Kemudian ada satu mobil lagi yang masuk. Itu siapa?

Pertanyaan Rama terjawab setelah Andra keluar dari mobil di belakang, disusul dengan abangnya dan Yudha yang keluar dari mobil Raka. Rama lalu bergegas menghampiri Raka yang baru saja munutup pintu mobil.

"Abang nggak apa-apa?" Tanyanya begitu berdiri berhadapan dengan Raka. Raka mengernyit memandang Rama.

"Emangnya abang kenapa?" Ia bertanya balik. Rama jadi kikuk. Tak urung hatinya merasa lega melihat Raka yang nampaknya sudah baik-baik saja. Ia lalu melirik tak suka pada Yudha yang kini berdiri di sebelah Raka.

"Ngapain bang Yudha ke sini?" Yudha menatap Rama dengan tatapan bersalah saat mendengar nada bicaranya yang sinis.

"Kamu kok nanyanya gitu, Dek?" Tegur Raka. Yudha tersenyum maklum. Mungkin, Rama sudah tahu tentang perbuatannya.

"Abang cuma nganterin Raka doang, kok, Ram. Tadi abang lo mimisan. Abis ini juga langsung balik kantor, kok." Ujarnya menjelaskan.

"Yaudah, gih balik." Sahut Rama. Masih dengan nada bicara yang tidak mengenakkan. Yudha mengangguk lalu berpamitan pada Raka dan Rama. Andra yang daritadi hanya berdiri di belakang mereka juga ikut berpamitan. Keduanya lalu naik ke mobil Andra dan kembali ke kantor, meninggalkan Raka dan Rama yang masih berdiri di sebelah mobil Raka.

"Kamu tuh kenapa, sih?" Raka meletakkan tangannya di atas kepala Rama yang sejak Yudha pergi, tidak mau menatapnya. Membuat Rama akhirnya berhadapan langsung dengan tatapan teduh abangnya. Ah, Rama rindu sekali. Beberapa hari mendiami abangnya ternyata efeknya begini.

"Nggak apa-apa kok. Abang tuh yang kenapa? Tadi katanya mimisan?" Raka tertawa mendengar pertanyaan Rama. Baru sekarang Rama kembali memperhatikannya. Sejak ia masuk rumah sakit tempo hari, anak itu sangat cuek padanya.

"Kamu udah nggak marah sama abang?" Rama terdiam. Benar juga. Selama ini ia bersikap seperti sedang marah, lalu sekarang tiba-tiba berubah. Rama lalu tertawa cengengesan, menertawakan misi konyolnya bersama Dion dan Deva.

"Heh! Malah ketawa-ketawa. Kenapa, sih?" Rama menggeleng lalu menghentikan tawanya.

"Nggak. Nggak ada apa-apa, kok. Yaudah, yuk masuk!" Rama hendak menarik tangan Raka, namun abangnya itu menahannya duluan.

"Abang masih lemes ini, jangan tarik-tarik. Gendong kalau perlu!" Perintahnya. Rama memutar bola mata melihat tingkah abangnya.

"Males! Jalan sendiri sana!"

"Dek! Jangan ditinggal juga!"

***

Rama hanya manggut-manggut sambil terus mengunyah nasi goreng buatan abangnya saat Raka akhirnya menceritakan semua masalahnya di kantor yang kini telah terselesaikan dengan baik. Mau merespon apa lagi? Rama, kan, sudah tahu semuanya. Rama perlu cerita nggak ya kalau dia sudah menguntit abangnya? Rama geleng-geleng. Nggak, jangan sekarang.

"Ngapain kamu geleng-geleng sendiri?" Raka menatap Rama aneh. Bagaimana tidak? Adiknya itu daritadi tidak merespon apapun tentang hal yang ia ceritakan, lalu sekarang tiba-tiba geleng-geleng sendiri. Raka kan takut kalau Rama kesurupan.

Rama mengulas senyum lebar.

"Nggak apa-apa. Nasi goreng abang enak, Rama jadi kepikiran mau buka warung nasi goreng aja. Tapi nggak jadi, takut abang kecapekan." Jawabnya ngawur. Raka tertawa terbahak-bahak. Rama kalau lagi absurd begini jadi semakin menggemaskan. Apa lagi ia berbicara sambil makan dengan lahap. Memangnya masakannya seenak itu, ya?

"Abis ini main PS yuk, bang!" Seru Rama. Raka mengangguk setuju. Sudah lama juga dia tidak bermain dengan adiknya itu.

"Abisin dulu itu makanannya!" Rama mengangkat tangannya, mengisyaratkan kata 'oke' pada Raka.

Raka lalu mulai melahap makanannya. Melihat Rama makan dengan lahap membuat nafsu makannya yang sempat hilang jadi bertambah. Wah, ternyata masakannya memang sangat enak. Raka jadi mempertimbangkan ide Rama untuk membuka warung nasi goreng.

Asyik dengan makanan, ponsel Raka di atas meja tiba-tiba saja bergetar singkat. Ada sebuah pesan masuk. Raka lalu membuka ponsel dan membaca pesan itu.

From: Mama.

Raka, ada kabar gembira yang mau mama sampaikan. Mama dan Papa sudah mempertimbangkan, untuk nggak jadi pisah. Lusa Mama sama Papa pulang. Nanti malam Mama telepon, ya.

Senyum Raka mengembang lebar. Rama sadar akan itu.

"Kenapa, bang? Abang menang lotre?" Raka menggeleng.

"Ini lebih bernilai daripada lotre, Dek."

Apa yang lebih bernilai daripada lotre? Menang lotre dua kali?

.
.
.
.
.
.
TBC

Gemes banget pingin masukin Rama ke kandang buaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gemes banget pingin masukin Rama ke kandang buaya.

Raka & Rama [Jinkook Local Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang