"Okay, ini udah bagus" jari Rama yang sedang memegang mouse itu kemudian bergerak lincah setelah mendapat persetujuan dari Raka, menuju slide selanjutnya untuk diperlihatkan pada abangnya itu.
Raka menatap serius pada bahan presentasi yang kini telah selesai dipersiapkan Rama. Tepat setelah selesai makan, adiknya itu memutuskan ingin mengerjakan presentasinya saat itu juga. Raka menurut saja, toh dia juga sedang senggang. Sementara Rama menyiapkan slide-nya, Raka membaca skripsi Rama dengan seksama supaya mengerti topik yang akan dipresentasikan adiknya. Kalau sedang dalam suasana serius begini, baik Raka maupun Rama akan berada dalam mode fokus.
Setelah masing-masing selesai, mereka kemudian me-review presentasi yang sudah jadi bersama-sama.
"Slide yang kedua itu kalau diganti pakai ilustrasi gimana? Tapi kamu harus benar-benar jelasin teorinya, Ram. Itu bisa jadi nilai tambah kamu, kalau kamu memang nguasai teori yang kamu pakai di skripsi kamu" Rama tersenyum kecil, kemudian mengangguk perlahan, menyetujui saran yang diberikan Raka barusan.
Bagus juga ide abang!
Namun ada satu hal yang mengganjal. Jari-jari tangan Rama otomatis menyentuh dagu lancipnya, nampak memikirkan dengan serius saran Raka.
"Tapi.. Rama belum terlalu nguasai teorinya, bang, nanti Rama pelajari lagi deh, kayaknya bener kata abang" Raka mengangguk pelan.
"Kamu bikin note aja, biar bisa jadi pegangan juga waktu presentasi nanti"
Iya juga, kenapa Rama bisa lupa ada fitur note? Dunia sudah sangat canggih sekarang.
Satu persatu slide Rama perlihatkan pada Raka. Abangnya itu sibuk memperhatikan slide Rama, sedangkan Rama sibuk melihat wajah serius abangnya. Rama kadang heran, abangnya itu kenapa bisa begitu tampan, ya? Kalau Rama perempuan dan bukan adiknya, Rama pasti sudah jatuh cinta pada Raka.
Raka masih membaca dan mencoba memberi masukan pada slide yang dibuat Rama saat tiba-tiba layar di depannya itu berubah berputar-putar. Raka mengernyit begitu denyutan di kepalanya terasa menyakitkan.
"Abang? Kenapa?" Raka hanya menggeleng, berusaha menormalkan pandangannya yang sama sekali tidak membuahkan hasil. Sejenak kemudian, Raka merasa tubuhnya terangkat dari kursi.
"Istirahat dulu, abang tidur aja ya?" Raka mendengar suara Rama samar-samar sebelum telinganya berdenging, begitu ia merasa tubuhnya telah dibaringkan di atas kasur, ia buru-buru mencengkram kepalanya, pusing sekali.
"Bang, jangan digituin. Nanti makin sakit.." Raka merasa tangannya ditahan, kemudian digantikan dengan sentuhan yang perlahan berubah menjadi pijatan di kepalanya. Raka menarik napas panjang, sekali lagi berusaha mengurangi rasa sakit yang ia rasakan sekarang, pijatan yang diberikan Rama sangat banyak membantu. Perlahan, rasa sakitnya mulai hilang, digantikan dengan kantuk yang tidak dapat ditahan hingga semuanya tergantikan dengan kegelapan.
***
Rama hanya bisa memandangi Raka yang sejak tadi tertidur sambil sesekali memijat pelan kaki abangnya itu. Rasanya sudah lama ia tidak melihat abangnya sakit. Hari ini, dia menyaksikannya lagi dan kalau boleh jujur, Rama tidak suka. Lebih baik melihat Raka marah padanya daripada melihat Raka yang kesakitan seperti tadi.
Memperhatikan abangnya, Rama jadi teringat lagi tentang permasalahan yang baru saja terselesaikan. Hati Rama kemudian dipenuhi dengan rasa penyesalan. Kenapa bisa-bisanya dia berpikir buruk tentang Raka?
"Abang lo itu pembunuh!"
Memori saat laki-laki yang tidak bisa ia ingat wajahnya itu mengatakan bahwa Raka adalah pembunuh kini menganggu pikiran Rama. Apa maksud laki-laki itu? Apa Raka menyembunyikan sesuatu dari dirinya? Rama sama sekali tidak ingat abangnya itu pernah terkena masalah seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka & Rama [Jinkook Local Version]
FanfictionBagi Rama, Raka -abangnya- adalah pahlawan. lebih keren daripada Superman atau Batman. Bagi Raka, Rama tetaplah adik kecil yang meskipun ngaku-ngaku sudah dewasa, dia akan tetap ngambek kalau Raka telat pulang kerja.