"Astaghfirullah Abi kamu dari mana aja, udah hampir empat bulan kamu gak cek. Apa ada yang sakit? Yang kamu rasakan gimana?"tanya ziddan yang bertubi-tubi membuatnya pusing, entah kenapa saat bertemu ziddan kondisinya seperti lemah.
Dan benar saja dari hidung Abi keluar darah, bagi Abi sudah biasa bahkan ia sering muntah darah. Tapi itu semua membuat ziddan tambah khawatir karena Abi datang dengan seragam yang basah kuyup dan juga sedikit noda darah yang sangat terlihat karena memakai seragam putih.
Abi pingsan di dekapan ziddan, ia memanggil suster dan atwa untuk membantunya menangani abi. Benar-benar kondisinya menurun derastis dari sebelumnya.
Abi menghilang tiga hari ini tasnya pun masih tergeletak di dalam kelas, Tasya teman sekelasnya juga tidak ada kabar sama sekali mereka berdua.
Saat abu sadar pandangan pertama ia melihat sosok pria darah yang sedang terlelap di sampingnya sambil menggenggam tangannya dengan posisi tidur duduk. Dia ziddan kakaknya.
Ziddan merasakan pergerakan Abi membuatnya terbangun. Senyum dari wajah pucat milik adiknya tidak pernah luntur kalau berada dihadapannya.
"Abi, ponakan baru kakak ada dua. Kamu belum lihat kan"ujar ziddan sambil mengusap kepala tanpa rambut milik Abi. Abi hanya bisa menggelengkan dengan kemah.
Sejak dua bulan lalu rambut Abi rontok hingga tak tersisa sehelai pun, ia menutupinya dengan wig atau rambut palsu yang mirip dengan rambut aslinya.
"Kamu mau ketemu sama mereka? Mamah kamu juga udah nyesel pernah ngusir kamu. Kemarin abbbah telpon tanya keberadaan kamu, kakak bilang kamu sedang sama kakak jalan-jalan"
"Mereka juga bilang kalau mamah sama ayah kamu Dateng ke pondok mencari kamu. Kalo kamu udah sehat kita kerumah ya"ujar ziddan lagi, hanya di balas emdengan anggukan kecil dari Abi.
Dulu ia sempat meminta bantuan taoi entah untuk kapan kepada dokter atwa, dan saat sesudah sadar Abi mulai meminta bantuan itu.
Dua hari setelah itu Abi sudah boleh pulang, Abi memakai wig yang sudah ada perekat yang khusus kulit sehingga tidak menimbulkan iritasi. Abi ingin. Menemui ibunya sungguh ia sangat rindu.
"Beneran ini kak, kita kerumah? Aku takut kak"ujar abi, terlintas bayangan disaat dirinya di cambuk oleh ibunya. Trauma. Itu yang menggambarkan Abi saat ini.
Mereka berdua sudah sampai di halaman rumah yang hampir 6bulan Abi tidak berkunjung ke tempat ini. Rindu sangat sangat rindu dengan segalanya.
Tok tok tok
Ziddan mengetuk pintu itu, dari dalam terdengar suara ketawa anak kecil yang begitu menggemaskan walau hanya terdengar suara belum melihatnya."Eh den ziddan dan non apa kabar? Sudah lama tidak pulang. Bibi kangen non" ujar bibi itu. Abi berjalan mendekati dan memeluknya.
Ibunya keluar menemui mereka betapa kagetnya ia saat melihat kedatangan Abi, tanpa pikir panjang ia memeluk abi dengan erat air matanya sudah tidak bisa di bendung lagi.
"Ayo masih" ucapnya sambil menggandeng Abi masuk keruang keluarga disana sudah ada ayah sambungnya dan dua adik kecilnya di karpet bulu yang tebal.
"Mereka adik kamu bi, yang cowok namanya bintang trus yang cewek namanya bulan. Bintang itu mirip banget sama kamu ya"ujarnya panjang lebar membuat senyum Abi mengembang dan tidak pernah pudar.
"Maafin mama ya" ujarnya lagi.
"Abi udah maafin. Abi sekarang mau mau. Sama dedek bayi" ucap Abi sambil duduk di tak jauh dari bintang. Memang mirip sekali dengan dirinya waktu kecil.
Abi menyiumi seluruh wajah bintang membuat bayi itu tertawa kegelian, sedangkan bulan ia menangis karena iri. Biasanya kalau kembar harus sama jadi ya Abi bergantian menyiumi wajah kecil kedua adiknya itu.
Sedikit bahagia, belum bahagia sepenuhnya. Ada perasaan gelisah menyelimuti Abi saat melihat senyum ibunya itu. Entah perasaannya saja atau itu pertanda Abi tak ambil pusing.
=====×=====
Entah kenapa semua siswa menatapnya sinis, dan menggunjing Abi dirinya sendiri pun tidak tau kenapa.Dih dasar ga punya malu. Pembunuh masih aja keliaran di sekolah ucapan yang kali ini membuat Abi sedikit emosi.
"Maksud Lo apaan nyebut gue pembunuh?" Tanya Abi kepada cewek tadi yang mengatainya. Dia masih adek kelas udah belagunya minta di tampol dah
"Lo itu pembunuh! Lo ga lihat apa berita Lo bunuh temen Lo sendiri udah kesebar. Dasar !" Ujar cewek itu. Masuk kelas X jadi ia tidak tau seberapa kejam Abi saat emosinya sudah tidak bisa dikendalikan
"Lo belum tau siapa gue Jadi jangan sok tau!" Ucap Abi dengan sedikit membentak."Terus Lo pikir gue bunuh temen gue? Otak di pake. Lo lihat ga waktu gue di lokasi itu? Lo lihat ga setelah itu kejadian apa? Enggak kan! Jadi jangan mengambil kesimpulan karena sebuah foto yang belum jelas asalnya!" Kini Abi sudah tersulut emosi. Semua yang ada disana memikirkan ucapan Abi barusan mereka tidak tau sebenernya apa yang terjadi.
"Asal kalian tau Tasya masih hidup! Buat Lo adik kelas yang sok gue peringatan jangan buat emosi gue lebih dari ini, kalo Lo mau sehat tanpa luka!" Ucap Abi penuh dengan tekanan sambil menunjuk cewek tadi yang sok tau.
Dengan sombongnya bocah itu maju menantang Abi dengan mendorong tubuh Abi kebelakang membuat semua yang disana kaget. Tidak sampai di situ bocah tadi menampar pipi Abi, sedangkan yang di tampar hanya diem tanpa perlawanan.
"Cuman segini kemampuan lo?"tantang Abi saat bocah itu sudah berhenti mengusiknya. Abi myeringai menatap bocah tadi, hawa disini sudah berbeda.
"Lo tuh kakak kelas yang biang orang taunya bikin masalah. Dasar pelacur!" Ucap bocah itu, Abi hanya menatapnya santai tapi suhu disini menjadi dingin.
Saat bocah tadi hendak menampar Abi kedua kalinya tapi Abi memelintir tangan bocah itu sampai berbunyi
'krek'Tidak sampai disitu Abi menendang tulang kering membuat bocah itu tidak bisa berdiri dengan tegap karena kaki dan tangannya sudah terasa sangat sakit.
"Lepas!" Ujar bocah tadi, dengan santainya Abi mendorongnya hingga tersungkur di lantai.
"Kita impas, tiga dengan tiga. Tangan Lo mungkin cuman keseleo, kaki Lo mungkin cuman retak, dan yang terakhir gue kasih tau tenaga Lo itu ibarat tempe mendoan yang dari kemaren udah letoy!" Ujar Abi membuat semua orang disana tersenyum bahkan sedikit ada yang tertawa.
"Clarisa Ayudia. Anaknya bapak jaris ya, silahkan tanya kepada bapakmu siapa gue! Jangan pernah temui gue lagi kalo Lo mau sehat"
Mereka tau Abi tidak akan berbuat seperti isu yang tersebar, karena mereka mengenal lebih lama dibandingkan bocah tadi. Walaupun tak sedikit dari mereka yang mempunyai otak dengkul.
Sedari tadi Tama melihat Abi dari ujung tangga yang letaknya beberapa meter dari tempat abi berdiri tadi. Senyum tipis melihat Abi yang seperti itu, kangen tapi tidak bisa bertemu.
Tama sedikit tersentak saat Abi bilang 'jangan mengambil kesimpulan dari foto yang belum jelas asalnya' Tama teringat sebuah foto yang menampilkan Abi dengan sesosok pria sebaya dengan kakaknya.
Abi tidak lepas dari tanggungjawab karena setelah ia mematahkan kaki dan tangan bocah tadi ia langsung memanggil ambulance untuk membawa bocah itu ke rumah sakit.
"Jangan pernah mengambil kesimpulan kalau belum terbukti!" Teriak Abi menggema di koridor tampangnya berdiri.
===•===•===•===•===•===•===•===•===•===•==
Bantu
Share
Vote
KomenMakasih :")
23 Mei 20
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Hope ✓
Novela JuvenilWARNING! ~ cerita ini belum di revisi, kalo acak-acakan mohon dimaklumi. karena dlu di kejar deadline ~ cewek tomboy bisa dibilang berandalan bisa dibilang berlian sekolah. Menjadi sosok monster di peperangan dan menjadi sosok panutan di kehidupan...