Pukul 08.30, di lorong luar kelas banyak orang berlalu lalang sambil berteriak "panggil guru! Panggil guru!"
Pak Budi, guru matematika peminatan di kelasku mengerutkan dahinya tanda tak suka. Tanpa meletakkan spidol hitam di tangannya, Pak Budi keluar kelas dan menghentikan salah satu siswa yang lewat.
"Sekarang kenapa? Saka bertengkar sama siapa lagi?" Tanya Pak Budi seakan sudah tau apa yang menjadi alasan keributan ini.
"Bukan, Pak. Sekolah kita diserang sekolah lain! Pos satpam dekat gerbang dilempari batu dan ada satpam yang terluka."
Mendengar sekolah kami diserang, seisi kelas langsung ribut merasa tak nyaman dengan kondisi saat ini. Beberapa diantaranya ada yang mengusulkan untuk menelepon polisi serta beberapa ada yang ketakutan. Pak Budi pun menenangkan seisi kelas dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Kalian semua tetap di sini, saya akan mencari guru lainnya," ujar pak Budi dan pergi meninggalkan seisi kelas yang mulai terkendali.
Sena, salah satu sahabatku berinisiatif membuka gorden yang menutupi jendela. Seketika wajahnya menunjukkan rasa kaget setelah melihat situasi di luar gedung sekolah. Kemudian Sena menoleh ke arahku sambil menggeleng kecil.
"No, lo harus lihat ini," ujar Sena membuat penghuni kelas bergerak ke sisi kelas yang langsung menghadap gerbang utama sekolah.
Wow, Aku bingung harus mengatakan apa, tapi ini benar-benar gila. Orang-orang berseragam abu putih tengah berteriak di depan gerbang sambil mengacungkan beberapa senjata yang mereka miliki. Gak biasanya ada penyerangan seperti ini, apa mungkin pemicunya karena kalah tawuran antar sekolah?
"Aduh! Kaki gua sakit tau karena lo injak, gila ya lo?!"
Aku lupa kalau ada orang lain disini. Sudah satu minggu anak pindahan ini mulai bersekolah di SMA Adi Jaya kelas unggulan, yang artinya aku gak akan duduk sendirian untuk beberapa waktu ke depan. Namanya Siera, dia sedikit pemarah dibeberapa waktu.
"Maaf, aku gak lihat kamu."
"Maaf maaf. Lo injak kaki gua udah berulang kali ya, anjir!" Siera langsung berdecih dan mengusap mata sembari melihat pemandangan di luar gedung.
Entah benar atau gak, aku mendengar gumaman gadis itu. "Akhirnya, datang juga."
Siswi pindahan itu menggeser tubuhku ke samping dan kemudian membuka jendela kelas lebar-lebar. Dengan mata setengah mengantuknya Siera menikmati pemandangan di luar gerbang.
Beberapa satpam sekolah datang berusaha mengusir para siswa yang siap dengan alat-alat tawurannya. Entah apa yang terjadi di bawah sana, tiba-tiba saja gerbang sekolah terbuka. Alhasil bisa dibobol begitu saja dan orang-orang tersebut menerobos masuk ke area sekolah.
"Pengecut semua," setelah mengatakannya, Siera langsung pergi keluar kelas. Gak ada yang memperhatikan gadis itu, cuma aku di kelas ini yang sadar kalau dia keluar ruang kelas. Keras kepala, gak bisa menaati aturan dari guru.
Oh, sebelumnya kita harus kembali 7 hari sebelum kejadian ini terjadi. Tepatnya hari dimana Siera masuk ke sekolah ini.
FLASHBACK
"Bunda, Ila minta buku Ano nih," keluh Seano-adik laki-lakiku yang merasa kesal karena diganggu oleh saudara kembarnya sendiri. Sheila hanya tertawa dan menyusul Seano duduk di meja makan bersamaku.
Beginilah hari-hari yang aku lewati, berisi Bunda dan dua adik kembarku. Ayah yang sering bekerja di luar kota jarang berada di rumah, jadi hanya ada kami berempat di rumah.
"Ila kemarin Bunda tawarin buku baru kenapa gak mau? Sekarang malah gangguin Ano mulu, kasihan adiknya," kata Bunda lembut.
"Gak apa-apa sih, Bun. Ila cuma pengin gangguin Ano aja, kok. Buku Ila masih banyak,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna - 00 line
Teen Fiction"Apa benar begitu?" "Iya, masih gak percaya? Kan gua udah bilang, sekali lo masuk gak bisa keluar, Nevano!" . . . Kehidupan Nevano yang monoton dan membosankan tiba tiba saja berubah genre sejak ia mendapatkan teman sebangku untuk pertama kalinya da...