Hari Terakhir

6 2 0
                                    

"Kok belum pulang?" tanya Diana.
.
"Ada yang lupa," jawab Rangga dari kaca jendela mobil.
.
"Besokan hari minggu, gimana kalau kita lari pagi di taman kota," ujar Rangga.
.
"Boleh ... Asalkan lo teman gue!" sahut Diana berbisik dan masuk ke rumah.
.
"Yes." gumang Rangga dan pergi.

Besok paginya Rangga ke rumah Diana. Dari kejauhan Rangga melihat Diana, di teras rumahnya. Diana menggunakan celana pendek berwarna putih. Dengan baju panjang berwarna putih, serta topi dan aduk kering di lehernya.

"Lama banget, si! Ini udah kesiangan tau?!" ucap Diana kesal dan berjalan mendekati Rangga.
.
"Maaf ... Sayangku Diana ... Yang bawel. Gue tadi ke supermarket beli handuk sebentar," kata Rangga sambil merapihkan rambut Diana.
.
"Ya udah, tunggu apa lagi. Kita langsung berangkat!" ujar Rangga dan mereka pergi lari pagi.

Di taman kota. Mereka lari pagi berdua, layaknya seorang pengantin baru. Rangga tidak pernah jauh dari Diana. Jika ada keringat pada Diana, Rangga langsung cepat-cepat mengelapnya.

"Masih ada enggak?" tanya Diana tersenyum sambil melihat Rangga.
.
"Ada sedikit lagi!" jawab Rangga sambil terus mengelap keringat yang ada di wajah Diana.
.
"Rangga!" sapa Diana sambil memegang kedua tangan Rangga.
.
"Iyah ... " sahut Rangga.
.
"Jika suatu hari gue pergi dari kehidupan lo. Lo bakalan cariin gue enggak?" tanya Diana tersenyum sambil terus memegang kedua tangan Rangga.
.
"Kok kamu nanya gitu, si!" jawab Rangga dan membawa Diana duduk di kursi yang ada di taman.
.
"Jawab dong," ujar Diana cemberut.
.
"Kalau suatu hari lo menghilang. Gue pastinya sedih, patah hati, lebih parahnya gue enggak bisa hidup tanpa lo. Tapi, gue akan cari lo sampai kemanapun, lo pergi nanti. Sampai lo pergi ke lumbang semutpun. Gue akan cari din!" ucap Rangga dengan nada lembut sambil tersenyum.
.
"Gue lega dengar jawaban, lo!" sahut Diana dan bersandar ke pundak Rangga.
.
"Gue nanya itu ke lo. Karena tadi malam gue mimpi, kalau gue di bawa pergi sama seseorang. Yang enggak gue kenal," kata Diana tersenyum sambil melihat Rangga.
.
"Gue enggak bakalan biarin itu din." ucap Rangga sambil mengelus rambut bergelombang Diana.

Saat mereka sedang bermesraan. Dimas dan Sani datang.

"Cie ... Ada yang lagi bermesra-mesraan, ni! Di tempat umum!" canda Dimas sambil memegang tangan Sani.

Rangga dan Dianapun langsung berdiri.

"Dimas ... Seharusnya lo jangan mereka dong!" kata Sani sambil memukul Dimas pelan.
.
"Habisnya gue iri sayang!" sahut Dimas tersenyum.
.
"Sayang?" tanya Diana kebingungan.
.
"Dimas. Lo ... Pacaran sama Sani!" kata Rangga yang masih tidak sambil menunjuk Sani.
.
"Emangnya kenapa kalau gue pacaran sama Dimas!" sahut Sani dengan nada tinggi.
.
"Enggak. Gapapa, kalian cocok, kok! Serasi. Kaya truk gandeng," kata Rangga sedikit tertawa.
.
"Tunggu apa lagi. Kita lanjut lari pagi!" teriak Dimas semangat.

Dan mereka melanjutkan lari pagi. Di perjalanan Diana mulai cape.

"Lo tunggu sebentar, ya!" kata Rangga dan pergi.
.
"Lo mau kemana!" teriak Diana sambil duduk di kursi taman.
.
"Tunggu aja!" teriak Rangga.

Tak lama kemudian Rangga datang membawa minum.

"Ni lo minum dulu!" ujar Rangga dan memberikan minuman.
.
"Makasih!" sahut Diana dan meminum minuman yang di berikan Rangga.
.
"Sampai bilang terimakasih segala. Gue ini pacar lo, enggak usah bilang terimakasih. Ini itu udah kewajiban gue sebagai pacar!" ucap Rangga tersenyum sambil melihat Diana minum.
.
"Bukan pacar!" kata Diana sambil berhenti minum.
.
"Terus apa dong?" tanya Rangga.
.
"Tapi, calon suami!" jawab Diana berbisik sambil tersenyum.
.
"Btw, kenapa beli satu minumannya. Emangnya lo enggak haus?" tanya Diana.
.
"Yah haus, lah! Gue emang sengaja beli satu. Biar gue bisa minum-minuman bekas, lo" jawab Rangga tersenyum.
.
"Ii ... Jorok, tau!" ujar Diana dengan raut muka seperti jijik.
.
"Gapapa. Yang penting ada wangi Diana di dalamnya!" sahut Rangga tersenyum dan mengambil minuman Diana dan meminumnya.
.
"Habis ini kita langsung pulang, ya! Soalnya kaki gue udah pegel-pegel!" ucap Diana sambil memijit kakinya lembut.
.
"Gue tau ... Lo berdiri, deh!" sahut Rangga.

Dianapun berdiri di kursi. Sedangkan Rangga setengah bungkuk, membelakangi Diana.

"Lo ngapain kaya gitu?" tanya Diana kebingungan.
.
"Lo bilangkan kaki lo sakit! Lo naik ke punggung gue. Gue bakalan gendong lo sampai rumah!" jawab Rangga.
.
"Lo kuat enggak?!" ucap Diana sedikit tertawa sambil memukul pelan pundak Rangga.
.
"Emangnya seberat apa si, lo! Ayo naik." sahut Rangga.

Diana langsung naik ke pundak Rangga dengan semangatnya.

"Lo kuat enggak gendong gue?!" tanya Diana sambil memeluk erat Rangga.
.
"Kuat-kuat. Pegangan sayang! Kudanya akan segera berangkat!" jawab Rangga sambil memegang erat Diana.
.
"Kok belum berangkat-berangkat, si!" ujar Diana tersenyum.
.
"Soalnya ada yang kurang!" sahut Rangga tersenyum sambil menoleh sedikit belakang.
.
"Gue tau ... " ucap Diana tersenyum dan langsung mencium pipi Rangga dari belakang.

Seketika wajah Rangga berubah menjadi merah tomat.

"Hiiha ... " kata Rangga layaknya kuda dan langsung berangkat pergi.

Setelah hampir sampai di rumah Diana. Rangga melihat ada 2 mobil mewah dan beberapa orang berbadan besar, berpakain hitam.

"Din mereka siapa?" tanya Rangga.
.
"Gue juga enggak tau!" jawab Diana yang masih di atas pundak Rangga.
.
"Apa mungkin Bibi punya hutan sama rentenir," ucap Rangga.
.
"Kita coba samperin aja dulu." sahut Diana.

Merekapun pergi ke rumah Diana. Yang di sana banyak sekali orang berbadan besar dan terlihat ada Bibi juga di sana.

"Bi mereka siapa?" tanya Diana kepada Bibi.
.
"Non Diana. Mari ikut kami!" ucap salah satu orang di situ.
.
"Enggak! Gue enggak mau. Mereka siapa si, bi!" ujar Diana yang mulai merasa tidak nyaman.

Orang-orang besar itu mencoba mendekati Diana. Sepontan Rangga langsung menghadang mereka.

"Woi bro-bro. Mau ngapain deketin calon istri gue!" kata Rangga emosi.

Kemudian datang seorang pria dari belakang. Dia putih, ganteng, dan keren.

"What? Istri! Lo enggak usah mimpi. Gue Aslan. Gue calon suaminya Diana!" ucap Aslan sambil melihat Rangga.
.
"Tangkap Diana!" ujar Aslan.

Orang-orang besar itu langsung menangkap Diana. Saat Rangga sedang mencegah mereka, tiba-tiba Aslan datang dari belakang dan memukul perut Rangga. Seketika Rangga jongkok dan memegang perutnya.

"Rangga!" teriak Diana sambil menangis. Yang terus di tarik paksa masuk ke mobil.
.
"Lo enggak usah mimpi. Jadi pacar Diana!" ucap Aslan sambil menarik rambut Rangga.
.
"Rangga!" teriak Diana dari mobil. Dan Diana pergi.
.
"Good by boy!" sahut Aslan dan menendang kepala Rangga dengan kerasnya hingga Rangga jatuh pingsan.

Saat Rangga sadar. Rangga sudah berada di kamar Diana. Di situ ada Bibi, Dimas, Erwin, Alex dan Sani.

"Lo udah sadar bro?" ucap Dimas yang kawatir dengan keadaan Rangga.
.
"Diana, Diana, Bi ... Diana mana, bi!" tanya Rangga dengan nada tinggi dan berusaha turun dari kasur.
.
"Bro ... Lo diem aja di sini dulu!" ucap Erwin sambil memegang pundak Rangga.
.
"Tapi Diana adakan di luar!" kata Rangga sambil mengatur napas.
.
"Lo kenapa diem bro! Diana adakan di luar!" ujar Rangga sambil mengguncang-guncang badan Erwin.
.
"Ayo dong jawab ... Diana adakan di luar!" tanya Rangga ke pada semua yang ada di ruangan itu.

Bibi hanya bisa menangis.

"Rangga. Mulai sekarang lo harus belajar ngelupain Diana!" sahut Sani dengan nada tinggi.
.
"Apa? Lupain lo bilang!" kata Rangga emosi dan pergi dari kamar.

Setelah dari kamar. Rangga pergi ke dapur sambil memanggil Diana. Rangga mencari Diana sampai ke sudut-sudut ruangan yang ada di rumah itu.

"Bro! Lo harus mulai nerima kenyataan!" ucap Alex di hadapan Rangga secara dekat.
.
"Kenyataan apa!"  teriak Rangga emosi sambil mendorong Alex.
.
"Kenyataan, yang bilang kalau Diana itu bukan jodoh, lo!" sahut Alex dengan nada tinggi sambil menarik baju Rangga.
.
"Please. Lo harus bisa nerima kenyataan!" kata Alex lembut dengan mata berkaca-kaca.

RAGANA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang