45

6 1 0
                                    

Sampai akhirnya Rangga memutuskan pergi menjenguk Melani. Saat Rangga hendak mengeluarkan mobilnya, tiba-tiba Bunda datang memanggilnya.

"Mau kemana lagi?" tanya Bunda dengan raut muka cemas.
.
"Rangga mau pergi ke rumah sakit bun, teman Rangga kecelakaan." jawab Rangga dan berangkat pergi.

Rangga mengacu mobilnya dengan sangat cepat. Hingga Rangga tiba di rumah sakit.

"Mba, ruang ICU dimana ya?" tanya Rangga kepada suster disana.
.
"Disana mas!" jawab Suster sebari menunjukan jalan.
.
"Makasih, mbak." ucap Rangga dan berlari kearah yang ditunjuk suster tadi.

Tiba disana Rangga melihat seorang Dokter keluar dari ruangan itu.

"Gimana keadanya dok?" tanya Rangga cemas.
.
"Tuhan, berkehandak lain mas. Dia telah meninggal," jawab Dokter dengan nada sedih.
.
"Jadi cewe itu udah meninggal dok?" ujar Rangga sebari memegang kepalanya.
.
"Cewe?"
.
"Diruangan ini tidak ada cewe mas. Yang saya sebutkan itu seorang pria, bernama Topik," kata Dokter kebingungan.
.
"Ja-jadi, bukan Melani," gumang Rangga pelan.
.
"Apa yang dimaksud mas itu wanita bernama Melani?" tanya Dokter.
.
"Benar dok! Dia dimana?" balas Rangga semangat.
.
"Dia sudah di pindahkam ke ruang rawat biasa. Kebetulan saya juga ingin pergi kesana, untuk mengecek perkembangannya," ujar Dokter.
.
"Kalau gitu saya ikut dok." sahut Rangga.

Rangga pun pergi bersama Dokter itu keruang perawatan Melani.

Klek!

Pintu ruangan Melani terbuka, Rangga melihat sudah ada Vini sedang duduk di kursi dekat dengan kasur Melani. Rangga juga melihat Melani tersenyum kearahnya.

"Permisi sebentar!" ucap Dokter tersenyum. Vini langsung beranjak dari tempatnya.
.
"Iya-iya dok silahkan." kata Vini tersenyum.

Dokter memeriksa keadaan Melani. Memeriksanya dengan hati-hati, karena siku kiri Melani terluka akibat kecelakaan itu. Walaupun tidak terlalu parah.

"Keadaannya sudah membaik" melihat kearah Melani.
.
"Mungkin 3-4 hari Melani sudah bisa pulang!" ucap Doktek tersenyum melihat kearah Vini dan Rangga.

Vini mendengar kabar baik itu, merasa senang dan tersenyum kearah adiknya. Diikuti Rangga.

"Kalau gitu saya permisi dulu." ucap Dokter dan berjalan meninggalkan ruangan.
.
"Makasih dok!" ucap Rangga tersenyum.
.
"Benarkan yang kaka bilang, lo itu enggak kenapa-kenapa!" kata Vini sembari mencubit pelan tangan kanan Melani.
.
"Iya-iya," ucap Melani sembari melihat kearah Rangga. Dan kemudian Vini juga.
.
"Aduh gue lupa!" menepuk keningnya.
.
"Keran kamar mandi belum gue matiin, lo jaga adik gue bentar, ya!" ujar Vini lalu berjalan pergi meninggalkan Rangga berdua bersama Melani.

Rangga melihat sejenak kearah Melani, sebelum Rangga beranjak pergi meninggalkannya. Tapi, langkah Rangga terhenti saat Melani memanggil namanya.

"Aku tau kamu masih marah sama aku" lalu duduk di atas kasur.
.
"Tapi asal kamu tau. Aku menyesal berbuat seperti itu sama aku. Aku enggak tau kenapa saat itu, aku melakukan hal sebodoh itu. Ak-" ucap Melani terpotong.
.
"Semuanya sudah berlalu!" dengan nada tinggi.
.
"Jika lo datang jauh-jauh dari Bali, cuma mau minta maaf. Itu semua enggak akan merubah apa pun," sahut Rangga.
.
"Aku benar-benar menyesal Rangga" air matanya mengalir.
.
"Aku tau aku salah. Aku benar-benar minta maaf!" ucap Melani. Yang kini air matanya telah mengalir deras.
.
"Aku menyesal Rangga!" dengan nada tinggi sembari menangis.
.
"Hapus air mata lo. Gu-" kata Rangga terpotong.
.
"Please ... Maafin aku. Please!" dengan terus menangis, membasahi wajahnya.
.
"Aku menyesal Rangga!"
.
"Maka dari itu, aku akan membayar semua kesalahan aku," ucap Melani.
.
"Dengan apa!" bentak Rangga lalu berbalik kearahnya dengan mata berkaca-kaca.
.
"Dengan menceritakan semuanya kepada Diana yang sebenarnya!" menghapus air mata.
.
"Aku udah cerita semua sama Diana, tentang kejadian itu melalui telepon. Diana percaya ..." tersenyum.
.
"Dia minta kepadaku untuk menyampaikan permintaan maafnya, sama kamu!" ujar Melani tersenyum.
.

"Ck, gue enggak akan percaya sama lo. Kalau benar, Diana percaya dan mau minta maaf sama gue! Kenapa dia enggak telepon gue?"
.
"Kenapa mel! Kenapa?" ujar Rangga dengan nada tinggi.
.
"Karna Diana enggak sanggup!" tersenyum.
.
"Kalau dia harus mendengar suara mu lagi. Diana akan bertunangan besok malam, maka dari itu. Diana meminta ku untuk meminta maaf,sama kamu. Sebelum Diana pergi dan enggak akan pernah kembali"
.
"Rangga. Dia adalah jodohmu, kejar dia Rangga. Diana benar-benar mencintaimu. Diana sekarang berada di Bandung, dirumah masa kecilnya. Di sana tempat pelaksanaan pertunangannya. Pergi, dan bawa lagi dia dalam pelukanmu!" ucap Melani tersenyum.
.
"Enggak! Ini jalan terbaik buat Diana, karena gue. Bukanlah jodohnya." ketus Rangga dan berjalan keluar.
.
"Rangga!" teriak Melani.

Di perjalanan pulang Rangga menangis. Mendengar kabar, pujaan hatinya akan bertunangan besok. Hati Rangga benar-benar sakit, membayangkan hari-hari dulu dimana mereka tertawa bersama, canda bersama, sedih bersama. Mereka lakukan itu semua bersama, namun itu semua telah tenggelam oleh besarnya ombak.

Rangga sesekali memukul setir mobilnya sembari terus menangis. "Rangga. Gue enggak mau hidup tanpa lo lagi, gue mau mengukir kebahagian lagi bareng lo. Gue sayang banget sama lo!" itu adalah kalimat pertama yang di ucapkan Diana saat pertama kali bertemu dengan Rangga, setelah tiga tahun mereka berpisah. Kalimat yang berterbangan di dalam pikirkan Rangga.

"Kenapa gue harus bertemu dengan Diana" menangis.
.
"Kenapa?!" teriak Rangga sembari memukul setir mobilnya.

Malam itu Rangga tidak pulang kerumah. Rangga pergi kerumah sahabatnya, Dimas. Yang saat itu sudah pukul 23:11 WIB.

Tok, tok!

"Siapa?" ujar dari dalam rumah itu.
.
"Dim! Ini gue Rangga!" sahut Rangga.

Klek!

"Rangga?" kaget setelah membuka pintu.
.
"Lo kenapa bro?" tanya Dimas cemas.
.
"Gue boleh enggak, tidur semalam disini?" tanya balik Rangga sembari tersenyum.
.
"Boleh-boleh ayo masuk." ucap Dimas dan berjalan masuk diikuti Rangga.

Diruang tamu Rangga melihat istri Dimas sedang menonton televisi, Sani. Sani yang melihat Rangga juga sedikit kaget, karena wajah Rangga yang lesuh dan matanya yang sedikit memerah. Walaupun Rangga berusaha menutupinya dari mereka.

"Hy Sani"
.
"Perut lo makin besar aja!" ucap Rangga tersenyum lalu duduk di sofa
.
"Ehk, bro. Lo kenapa si?"
.
"Lo kaya yang orang yang habis begadang lima hari. Mata lo merah banget tau enggak," ujar Dimas.
.
"Benar yang, matanya merah," sahut Sani.
.
"Ini cuma kelilipan, biasa kena angin kencang tadi waktu gue kesini!" kata Rangga tersenyum.
.
"Aneh banget padahal gue lihat, Rangga pake mobil kesini," batin Dimas.
.
"Ya udah, gue ambilin obat mata dulu, ya!" kata Sani lalu berdiri.
.
"Enggak, enggak usah. Lagian gue mau langsung tidur aja," balas Rangga dan berdiri.
.
"Bro, ada kamar kosong enggak?" tanya Rangga.
.
"Ada-ada." jawab Dimas lalu berjalan diikuti Rangga dari belakang.

Klek!

"Ini kamarnya, maaf kalau sempit!" ujar Dimas tersenyum setelah membuka pintu.
.
"Ini mah besar banget bro!" sahut Rangga lalu berbaring di kasur.
.
"Rangga," ketus Dimas.
.
"Apa?" tanya Rangga lalu duduk di kasur.
.
"Lo cerita sama gue, sebenarnya apa yang terjadi sama lo!" jawab Dimas sembari bersandar di sebuah meja dengan kedua tangan di lipat di dada.
.
"Cerita apa bro?! Gue enggak punya cerita, lo cari aka di google. Cerita horor!"
.
"Gue enggak punya cerita!" kata Rangga lalu berbaring kembali.
.
"Bukan itu maksud gue"
.
"Udah. Lo enggak usah nutup-nutupin lagi dari gue. Gue tau lo lagi ada masalah"
.
"Apa ini ada sangkut pautnya, dengan Diana?" ujar Dimas dengan nada pelan.
.
"Bro. Gue cape banget, gue pengen tidur! Jadi bisa enggak bro, lo tinggalin gue!" kata Rangga dengan nada datar.
.
Menghembuskan nafas kasar, "Ok." sahut Dimas lemas dan berjalan keluar.
.
"Maafin gue dim." batin Rangga.

Malam pertama Rangga tidur dirumah Dimas. Dan juga mimpi pertama Rangga dengan Diana, setelah beberapa hari lamanya Rangga tidak memimpikan Diana.

RAGANA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang