29. Yang Terkubur Dalam Gelap

1K 316 12
                                    


"Ankur?"

Gigi merasa bodoh karena sudah bertanya. Seharusnya dia sudah tahu.

Rene tertawa dengan bengis dan meremas pergelangan tangan Gigi sampai sakit. "Akhirnya kau bisa mengenali aku juga, cupid!"

Gigi meronta mencoba melepaskan tangannya, tapi sosok Rene yang sudah dirasuki oleh sang malaikat kegelapan malah menarik tangannya yang satunya lagi. Di mata orang lain, mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang saling berpegangan tangan, padahal sebenarnya Gigi sedang disakiti.

"Sejak kapan kamu merasuki tubuh Rene?"

Ankur menggerakkan tubuh Rene sehingga mendekati Gigi, seperti akan menciumnya lagi. Gigi mengelak mundur, tapi cengkeraman di pergelangan tangannya menguat sampai-sampai tulangnya terasa mau patah.

"Pertanyaan yang seharusnya adalah, kapan kamu sadar kalau si Prancis sok ini sudah bukan lagi dirinya?"

Gigi malu mengakui dia nggak sadar sama sekali bahwa Rene telah dirasuki sampai kira-kira beberapa detik yang lalu, ketika dia dicium. "Jawab pertanyaan aku, Ankur! Kenapa kamu merasuki Rene?"

Api memercik di iris mata Rene yang kini merah. Rene tak lagi terlihat seperti cowok yang Gigi kenal. "Karena aku cerdas. Pengalamanku selama puluhan tahun bikin manusia merana mengajarkanku bahwa manusia yang paling gampang ditipu adalah mereka yang sedang mabuk asmara! Persis seperti kau, cupid!"

Cengkeraman Rene jadi semakin kuat. Gigi meringis kesakitan. Sepertinya keberadaan Ankur dalam tubuh cowok itu bikin kekuatannya jadi berlipat ganda. "Kamu menipu aku, Ankur! Dasar curang!"

"Bukan aku yang menipumu, cupid!" Ankur terkekeh-kekeh. Tawanya yang parau bikin Gigi merinding. "Tapi kaulah yang menipu dirimu sendiri! Begitu mudahnya kau percaya bahwa Rene mau membalas cintamu!"

Gigi tidak tahu mana lagi yang lebih sakit, tangannya atau hatinya. Setengah mati dia menahan diri untuk nggak menangis di depan Ankur. "Jadi kamu udah merencanakan semua ini dari awal?"

Ankur mengangkat bahu, pura-pura nggak bersalah. "Amore pikir aku ini sangat jahat. Padahal aku juga masih punya sifat baik. Aku sangat penyabar! Aku bersedia menunggu sampai waktu yang tepat untuk menjalankan rencanaku! Untungnya si Rene ini juga sama bodohnya denganmu..."

Tangan Rene terangkat dan dia menampar pipinya sendiri. Ankur yang melakukannya. Dia tertawa geli, kedengarannya sangat menikmati perbuatannya. "Dia pikir dirinya adalah cowok yang baik, padahal tingkahnya juga busuk! Dia tak sadar telah menghancurkan hati begitu banyak gadis-gadis dengan menolak cinta mereka. Perbuatannya menimbulkan kesengsaraan, kesedihan, dan dendam. Tiga hal yang paling aku suka! Jadi begitu melihat Rene, aku tahu kalau dia cocok sekali jadi anak buahku. Apalagi karena kau naksir dia, cupid!"

Dalam hati, Gigi memaki dirinya sendiri. Kenapa aku bisa sebodoh ini? Seharusnya aku bisa segera menyadari perbuatan Ankur.

"Kenapa, cupid?" goda Ankur, pura-pura kedengaran sedih. "Sakit hati, ya? Untuk kedua kalinya? Dengan cowok yang sama pula? Hahaha!"

Gigi harus minta tolong pada Lulu dan Amore. Dia mencoba menggerakkan tasnya yang ada di pangkuan, tapi kemudian dia ingat dia meminta Lulu untuk menemani Ciko dan ibunya di rumah Farhan.

Rasa putus asa mulai menyerang Gigi. "Kamu mau apa sekarang, Ankur?"

"Aku akan merasukimu," kata Ankur girang. "Setelah itu aku akan memakai tubuhmu untuk pergi ke rumah Farhan dan menghancurkan lebih banyak hati lagi!"

"Nggak akan kubiarkan!" Gigi mengkertakan gigi. "Kamu nggak akan bisa, Ankur! Aku malaikat terang! Kamu nggak bisa merasuki aku!"

"Dasar sombong!" Ankur mendengus marah. "Kau adalah manusia yang jadi cupid sementara. Tidak sepertiku dan Amore, tubuhmu adalah tubuh manusia! Dan selama kau punya darah dan daging, aku bisa dengan mudah merasukimu! Selain itu, aku juga sudah memberikan kejutan lain dalam tubuhmu..."

Rasa putus asa dalam diri Gigi semakin kuat. Kini bertambah dengan rasa takut dan marah. "Apa yang kamu lakukan sama aku, Ankur?"

"Apa kamu sudah mulai merasakannya sekarang?" Ankur menyeringai. Gigi-gigi Rene yang putih berkilau bahkan ikut berubah jadi runcing-runcing seperti taring. "Rasa takut, putus asa, amarah, dan kebencian itu? Aku menularkan semua perasaan-perasaan itu lewat ciuman mesra kita tadi!"

Gigi menangis. Rasanya seperti ada sebuah kain hitam yang menyelubungi dirinya, pekat dan gelap, yang membuatnya nggak sanggup berharap. Perasaan-perasaan negatif itu menguasainya seperti badai, menggulung Gigi tepat di tengah-tengahnya. Gadis itu membeku. Dia berkutat melawan semua rasa itu tapi semakin dia mencoba, malah ketakutan, kebencian dan amarah itu justru bertambah kuat. Seakan Gigi tak akan pernah lagi merasakan cinta, kebahagiaan dan harapan.

"K-kamu..." Sekedar bicara saja Gigi kesulitan. "K-kurang a-ajar..."

"Kamu marah padaku, cupid?" Ankur mencakar tangan Gigi lewat kuku-kuku Rene. "Bagus! Marahlah! Murkalah! Rasakan api itu berkobar dalam dirimu!  Atau kau mau melawannya? Rupanya kau sama saja dengan gurumu Amore yang pengecut itu!"

"A-amore... b-bukan pe-pengecut... A-aku juga!"

"Ohohoho! Aku suka pembohong!" Ankur berdesis dan menjilat bibirnya. "Semakin dalam kau dikuasai kebencian, ketakutan dan kemarahan, semakin mudah aku merasukimu! Nah, kurasa sekarang sudah saatnya..."

Ankur meremas urat nadi di pergelangan tangan Gigi dan rasanya sakit bukan main, seperti dibakar. Gigi menjerit kesakitan, tapi suaranya tidak keluar, seolah-olah tercekat di kerongkongannya.

Amore! Lulu! Nana! Gigi berteriak dalam hati. Tolong aku!

Ada sesuatu keluar dari tubuh Rene, seperti kabut hitam yang penuh kejahatan dan melayang menuju tubuh Gigi. Gadis itu meronta-ronta supaya bebas, tapi dia tidak cukup kuat untuk melawan. Perasaannya sedang ditunggangbalikkan, segala rasa takut, amarah, benci dan putus asa bercampur baur dalam dirinya, menguasainya, membuatnya tak sanggup berbuat apa-apa.

Siapapun! Tolong aku!

Kabut itu menghantam tubuh Gigi dan selama sepersekian detik, dia merasa jantungnya  berhenti berdetak. Ada yang terlepas dari tubuhnya saat kabut itu merasukinya. Sekonyong-konyong, cengkeraman Rene melonggar dan cowok itu ambruk ke atas meja, tak sadarkan diri.

Gigi mengerjap-ngerjap. Dia merasa sangat ringan, seperti melayang. Setelah beberapa detik, barulah dia sadar bahwa dia sedang mengamati kejadian itu dari sudut pandang orang ketiga. Tubuhnya masih duduk di kursi menghadap Rene tapi kini Gigi berada di luar tubuh itu.

Ankur berhasil merasukinya.

Gigi mendekati tubuhnya dan mencoba masuk lagi, tapi dia terpental. Ankur yang kini sudah menguasai tubuhnya menoleh padanya dan tersenyum culas. "Jangan coba-coba kembali ke tubuhmu sebelum misiku selesai, cupid! Atau aku akan meremas jantungmu dan kau akan mati!"

Gigi menyentuh seorang pelayan untuk meminta bantuan, tapi tangannya malah menembus tubuh itu. Dia mencoba mengangkat kursi untuk memukul Ankur, tapi tidak berhasil. Dia tidak bisa menggenggam sekaligus merasakan sensasi fisik apapun. Saat ini dia hanyalah roh tanpa tubuh.

Ankur mengeluarkan ponsel Gigi dari dalam tas. Gigi berusaha untuk menggagalkan Ankur, tapi dia terpental lagi.

"Halo, Ciko?" Ankur berbicara memakai suara Gigi, kedengaran sengaja dimanis-maniskan. "Rene ninggalin gue sendirian di restoran, nih! Brengsek itu cowok! Lo bisa jemput gue sekarang nggak? Tolong, ya..."

MENDADAK CUPID! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang