Semua anak pasti tahu kalau mapel Penjaskes itu rawan kecelakaan.
Aku sendiri nggak begitu suka kelas Penjaskes. Meski tujuan pelajaran itu baik, yaitu supaya anak-anak berbadan sehat, tapi tetap saja kecelakaan-kecelakaan kecil paling sering terjadi di kelas ini. Pasti selalu ada yang kram, terkilir, keseleo, mimisan, kerasukan, terjebak hutang, batal nikah, keguguran, dan sejenisnya.
Nah, di mapel Penjaskes hari itu, Ciko jadi korban.
Entah apa yang merasuki Bu Olin sampai tiba-tiba dia punya tenaga sedahsyat itu saat melempar bola. Gigi menebak mungkin Bu Olin mencurahkan segala kegalauannya sebagai jomblo pada bola itu sampai tembakannya bisa begitu mematikan. Ciko dibawa ke UKS dan Pak Eka menemaninya, sementara Miss Rebecca terpaksa pergi karena ada kelas. Sisa pelajaran Penjaskes hari itu ditiadakan. Sebagian anak-anak kembali ke kelas, yang lain berkeliaran di lapangan karena Penjaskes adalah mapel terakhir hari itu.
Gigi memutuskan untuk menjenguk Ciko. Dia merasa bersalah, gara-gara idenyalah Ciko sampai terluka seperti itu. Ditemani Lulu yang kasat mata, Gigi mampir ke UKS di sebelah ruang guru.
"Kira-kira Ciko baik-baik aja, kan?" Gigi bertanya cemas pada Lulu.
"Tadi aku lihat kepalanya benjol, sih," jawab Lulu.
Sebuah ide menakutkan masuk di kepala Gigi. "Tapi nggak bakal sampai... umm, geger otak, kan?"
"Bisa jadi," jawab Lulu, jelas-jelas tidak memperhatikan kekhawatiran Gigi. "Karena Ciko sampai pingsan begitu."
Gigi jadi tambah khawatir. Begitu sampai di UKS, dia melihat pintu ruangan itu terbuka. Dari dalam, Gigi bisa mendengar suara Sus Nur, perawat UKS yang sedang mengobrol dengan Pak Eka. Suara Ciko tidak terdengar, mungkin dia masih pingsan.
Gigi mengintip dari jendela. Dilihatnya Ciko terbaring di tempat tidur.
"Selama lima belas tahun jadi perawat di sekolah ini," kata Sus Nur. "Baru sekarang saya melihat ada anak yang sampai pingsan gara-gara kejedot bola."
Pak Eka terkekeh gugup. "Iya nih, sus. Bu Olin ternyata kuat sekali."
"Yang melempar bola itu Bu Olin?" tanya Sus Nur heran.
Pak Eka bergumam membenarkan. "Saya juga kaget."
Lulu menarik-narik celana olahraga Gigi, seperti ingin memberitahunya sesuatu. Gigi menepisnya. Tiba-tiba terdengar isakan dari belakang Gigi. Dia berbalik.
"Bu Olin?"
Guru Bahasa Indonesia mereka itu sedang menangis. Matanya yang terlihat tiga kali lebih besar dari ukuran normal akibat lensa kacamata yang super tebal itu merah dan bengkak.
"Kenapa nangis, bu?"
Bu Olin melepas kacamatanya dan menyeka matanya. "S-saya nggak sengaja. S-saya nggak tahu. Mak-maksud saya..."
Gigi dan Lulu beradu pandang. "Maksud ibu?"
"Seharusnya saya mengurangi tenaga saya," kata Bu Olin tersendat-sendat. "Tapi karena kamu bilang saya harus melempar bola itu sekuat tenaga, makanya saya lempar kuat-kuat. Waktu itu mata saya kelilipan karena kemasukan pasir. Saya nggak bermaksud menyakiti Ciko."
Gigi jadi tambah merasa berdosa. "Ciko nggak apa-apa kok, bu."
Bu Olin membersit keras-keras di atas selembar tisu. "Saya lupa kalo itu adalah bola basket. Soalnya saya terbiasa melempar peluru."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENDADAK CUPID! [TAMAT]
Roman pour AdolescentsSewaktu Gigi menyelamatkan seekor merpati yang sayapnya patah, dia nggak menyangka bahwa merpati itu bakal berubah menjadi seorang cowok songong bernama Amore, yang mengaku-ngaku sebagai cupid alias si malaikat cinta! Amore butuh 100 hari agar lukan...