17. Sandaran

10.6K 1.4K 123
                                    

"Den Galang di suruh pulang sama Nyonya."

Pemuda dengan kemeja polos berwarna khaki itu menghela nafas, dengan santai ia tetap menghisap rokok di tangannya sambil memandang datar pesuruh Ibunya itu.

"Gue udah sering pulang." Jawab Galang.

"Bukan pulang ke rumah yang disini Den, tapi di Jepang." Ralat Pria berbadan besar dengan pakaian serba hitam, Di ketaui Galang bernama Hamdan.

Galang terkekeh sarkas lalu menyilangkan kakinya dengan angkuh. Sejak awal kemunculan Hamdan di depan fakultasnya lalu mengajak makan di restoran dekat kampus, Galang sudah tau apa niat pria itu.

"Bilang sama Bunda," Galang menatap Hamdan tepat tanpa ada sorot takut sedikit pun, "Dulu dia kemana pas gue sendirian? pas semuanya hancur? kenapa baru ingat punya anak sekarang?"

"Bukan begitu Den, saat it—"

Galang menggelengkan kepala seraya menutup kupingnya, pemuda itu sudah tidak mau mendengar apapun lagi.

"Satu-satunya cara nunjukin sayangnya Bunda ke gue cukup kirim uang aja, gausah lah sok perhatian pengen gue disana sama dia," Galang terdiam sebentar seperti menimang Kalimat selanjutnya.

"Yang gue butuhin dari Bunda cuma uang dia aja."

Hamdan bungkam.

Galang sendiri lansung mengambil ranselnya, tak lupa pemuda itu mematikan rokok di asbak yang tersedia lalu tersenyum miring ke Hamdan sebagai salam perpisahan.

Kalau ada pertanyaan Negara mana yang dia benci, maka Galang akan menjawab lantang kalau itu adalah Jepang.

Negara yang sebenarnya indah harus ia benci karna sosok Ibunya. Ibu yang ia anggap pengecut selama ini karna diantara seluruh kehancuran yang Galang terima di Negara ini, sang Ibu malah kabur ke Negara itu menyelamatkan diri sendiri.

Lalu sekarang meminta Galang bersamanya dengan dalih khawatir? Bercandaan yang sangat konyol di mata Galang.





______________





"Kamu ngapain pulang?"

Pertanyaan tajam itu terlontar kala Elyza baru saja meletakan sepatunya di rak, suasana rumah seketika tegang kala kedatangan dirinya yang sangat mendadak.

Elyza menarik nafas guna menyemangati dirinya, lalu berjalan tanpa mau menjawab pertanyaan dari sang Ayah.

Foto-foto kedua orang tua yang memakai jas dokter atau sertifikat lomba fisika atau kimia terpampang jelas di dinding ruang keluar dengan nama kedua adiknya. Tentu saja tak ada sertifikat kejuaraan Elyza saat menang lomba melukis tingkat nasional disana.

Karna melukis atau menggambar hanya hal tak berguna di mata keluarganya.

"Kamu ternyata ingat rumah juga ya?" Pertanyaan sarkas kembali datang dari sang Ibu yang baru keluar kamar, padahal baru saja Elyza hendak menaiki anak tangga untuk ke kamarnya.

Lagi-lagi tak ada jawaban dari Elyza, gadis itu menulikan pendengarannya bila di rumah ini. Bukan bermaksud kurang ajar, namun hatinya tak sekuat itu untuk menjawab seluruh kalimat tajam dari kedua orang tuanya.

Sudah hampir setahun perselisihan Elyza dengan kedua orang tuanya berlansung, semua hanya karna Elyza memiliki 'bakat' yang di anggap menyimpang lalu malah mengambil jalan yang berbeda dengan keluarga ini.

𝙠𝙤𝙨𝙖𝙣 𝘼𝙢𝙤𝙪𝙧 [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang