36. Pergi dan Perbaiki

5.7K 1K 252
                                    

Kata Juna, mungkin nanti Elyza akan mendapatkan kebahagiaan, mungkin di masa yang akan datang beban Elyza tak seberat ini, atau suatu saat nanti mungkin rasa sakit Elyza selama bertumbuh ini akan sirna begitu saja.

Mungkin, mungkin, dan mungkin.

Kenyataanya tak lama Juna berkata seperti itu, Elyza kembali menghantam realita. Gadis itu di paksa sadar kalau dirinya tidak boleh senang berlebihan, tidak boleh merasa akan bahagia.

Kaki di balut sendal rumahan itu berlari kencang menyusuri area rumah sakit dini hari yang dingin ini, Jaket yang ia kenakan untuk menutupi piyama berkibar karna Elyza berlari benar-benar kencang, memasok seluruh energi di tumpuan lariannya untuk ke ruang rawat inap omah.

Sampai di depan pintu kamar yang selama ini selalu ia kunjungi diam-diam dengan nafas tersenggal, gadis itu memberanikan diri membuka pintu walau akhirnya di sambut dengan atmosfer asing dan menyakitkan di dalamnya, seluruh ke gaduhan terjadi disana, membuat Elyza bungkam dan bersandar. Pikirannya melayang jauh walau raganya di dalam ruangan ini.

"Omah mau lihat El wisuda."

"Omah akan nemenin El terus kok."

"El anak pintar, omah bangga."

Suara itu berputar di tengah-tengah kekacauan ruangan rawat inap Omah, gadis dengan tubuh kurus ringkih itu bersandar, diam dan terus bungkam saat seluruh orang di ruangan ini panik, bunyi monitor detak jantung yang bersuara panjang itu menyakitkan telinga, suara setrum dari defibrillator yang bekerja di atas dada Omah terus bekerja, disana Laras terus memompa jantung ibunya dengan wajah panik.

Dunia El terasa melambat kala ibunya jatuh terduduk menangisi hasil akhir dari seluruh jerih payahnya, El masih terus terdiam di sudut ruangan tanpa tangisan apapun, matanya tersorot kepada wajah pucat sang Omah yang sudah menutup usia, lalu beralih ke Ibunya yang berdiri, menahan tangisnya sambil menjalankan tugas.

Laras menarik nafas panjang, memandang wajah sang ibu lamat-lamat, tangannya perlahan naik melihat waktu di jam tangan yang melingkar di sana, dirinya menggigit bibir kuat untuk menahan tangisannya.

"Pasien Ayu Hayati, diebetes melitus tipe 2 di nyatakan—" Laras terisak dalam, kepalanya tertunduk, tangan di kedua sisinya terkepal kuat, "Dinyatakan meninggal dunia pada pukul empat lewat lima menit dini hari."

Dunia Elyza resmi hancur, sehancur dan sesakit tangisan ibunya yang melepas jas putih kebanggaanya begitu saja ke lantai, lalu memeluk tubuh Ayu dengan tangisan pilu, perawat yang bertugas keluar kamar membiarkan Laras berduka untuk hari ini. Bukan hanya Laras, perawat itu menatap El dengan tatapan turut berbela sungkawa.

"Mah... Laras gak bisa di tinggal Mamah, mah!" Jerit Laras semakin kencang menangis, memeluk tubuh sosok ibunya dengan erat.

Sedangkan Elyza masih diam, dirinya merogoh kantong celana untuk mengambil ponsel lalu keluar ruangan. Mencari kontak anak kosan, dan menekan tombol panggilan disana.

"Mba..." Elyza menarik nafas dalam, menatap gamang ke langit-langit rumah sakit, "Omah El meninggal, boleh tolong bawain baju ganti? El belum sempet ganti baju."

Sambungan telfon lansung di tutup, Elyza tidak ingin mendengar respon apapun dari Mba Eca, dia hanya ingin menyampaikan pesannya saja.

"KAKAK!" Pekikan memanggil terdengar dari suara yang sangat Elyza kenali, itu adiknya Ersya.

"Kak... Omah meninggal?" Di susul Elzar yang paling kecil.

Elyza mengulas senyum pilu, memeluk kedua adiknya yang kini menangis itu. Menjadikan dirinya sandaran kepada dua orang yang sangat Elyza sayangi. Matanya menangkap sang papah mendekat, pria itu sempat terdiam namun lansung masuk ke kamar rawat inap, mengambil alih menenangkan Istrinya.

𝙠𝙤𝙨𝙖𝙣 𝘼𝙢𝙤𝙪𝙧 [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang