34. Bubur Ayam dan Pinky promise

6K 1K 445
                                    

Ghita sukses terkagum melihat jejeran mobil balap yang kini terpakir rapih di ruangan khusus dalam sirkuit milik keluarga Resha, tiga mobil yang memiliki inisial huruf dari sang pemilik masing-masing membuatnya makin yakin kalau Resha, Galang, dan Irham bukan anak dari orang sembarangan.

Hobi dan fasilitas yang mereka punya jauh dari kata murah, menguras banyak modal dan biaya perawatan yang Ghita sendiri sudah bergidik ngeri membayangkan nominalnya.

"Sejak kapan, Yam?" Tanyanya kepada Irham yang sibuk memoles mobil hitam dengan sentuhan hijau di paling ujung itu.

"Sejak SMA, gue ketemu Eca awalnya juga karna balapan." Jawab Irham masih dengan alat poles yang terus berputar di kap mobilnya.

Ghita kembali mengitari ruangan ini, banyak foto ketiga orang itu yang sangat menjelaskan seerat apa persahabatan mereka, bahkan Ghita yakin kalau mereka sudah hafal tentang satu sama lain di luar otak.

"Itu lo belum punya SIM kan? Sirkuit ini juga baru rampung pas lo lulus." Ucap Ghita mengingat tanggal pembukaan sirkuit ini yang terpampang di pintu masuk.

Irham menyengir, mematikan alat polesnya lalu menaruh kembali barang itu dengan rapih, "Namanya juga kenakalan remaja, Mba."

Ghita memutar bola matanya malas lalu bergerak duduk di salah satu sofa yang tersedia di ruangan itu, memperhatikan Irham yang masih berkutat dengan mobil kesayangannya. Pikiran Ghita menjadi melayang ke ingatannya saat pertama kali kenal Irham, pemuda itu tampak sederhana dengan perilaku yang benar-benar anak kosan, mobil pun hanya merk dalam negri yang banyak di pakai anak kuliahan, tidak mencolok sama sekali.

Berbeda dengan Resha yang dari luar pun sudah terlihat kalau gadis itu berada di kalangan atas dengan gaya pakaiannya, Galang yang anak beasiswa pun sering gonta ganti mobil sampai Ghita bingung berapa banyak mobil pemuda itu.

Namun Irham, kesederhanaan yang di tampilkan benar-benar menipu, entah tujuannya apa tapi Ghita menjadi takjub dengan Irham yang lowkey.

"Gue laper deh Mba, buryam yuk." Ajak Irham yang sudah selesai dengan kegiatannya, lamunan Ghita seketika buyar mendengar ajakan itu.

"Siang-siang gini mana ada buryam sih?" Tanya Ghita namun tetap bangkit mengikuti jejak langkah Irham, menunggu pemuda itu mengunci rolling door garasi lalu mereka berjalan beriringan.

"Ada, dari pagi sampe malem selalu restock." Sahut Irham tak lupa dengan senyum tengilnya.

Benar perkataan Irham, saat keluar sirkuit ada kios bubur ayam yang masih buka bahkan sate-sateannya pun masih lengkap. Irham dan Ghita berdiri di tepi jalan menunggu jalanan kosong untuk menyebrang karna kios bubur ayam berada di sebrang jalan melewati dua arah jalan raya besar dari pintu masuk sirkuit.

Jalanan mulai sepi dan betapa terkejutnya Ghita saat tangannya di gandeng lembut oleh Irham untuk memimpin jalan, pemuda itu berada di samping lawan arus mobil lansung melindungi Ghita, saat mereka berada di tengah jalan dengan arus jalan bebalik dari sebelumnya Irham ikut menukar posisinya, tak lupa menggandeng Ghita dan memimpin jalan dengan berani.

Mereka sampai namun gandengan Irham belum di lepas sampai di depan gerobak bubur tujuan mereka, senyum hangat menyambut ke datangan mereka berdua.

"Udah selesai nyebrangnya Ilham, masih di gandeng aja si neng cantik." Goda pria separuh baya yang memang sejak dulu memanggil Irham denhan sebutan Ilham.

Mendengar godaan Babeh membuat Irham tersadar dan melepas tangan Ghita lalu tertawa canggung.

"Ah elo Beh, gabisa liat orang soswit dikit," Protes Irham kepada penjual bubur yang ia akrab panggil Babeh, "Lo mau apaan Mba, pesen aja nanti gua biarin."

𝙠𝙤𝙨𝙖𝙣 𝘼𝙢𝙤𝙪𝙧 [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang