BAB 6

5.5K 876 55
                                    

"Jadi, bola warna-warni ini bakalan dilempar ke tengah kolam. Masing-masing kelompok sudah tau warna apa yang harus mereka ambil. Tugas yang cowok, masuk ke dalam kolam buat ambil bola dan yang cewek menghitung jumlah bola. Masing-masing perwakilan boleh bersiap di pinggir kolam!"

Instruksi panitia membuat anak laki-laki dari setiap kelompok berkumpul di pinggir lapangan. Begitu pula Renjun.

"Lo nggak usah ikutan. Biar gue sama yang lain aja," lagi-lagi Mark menahan lengan Renjun dan melarangnya untuk terjun langsung ke dalam kolam.

"Kenapa?" balas Renjun.

"Udah hujan terus ditambah lo mau main air? Liat tuh bibir lo biru gitu, udah kedinginan. Melipir aja ke pendopo gih," titah Mark dengan kening berkerut. Renjun membalas Mark dengan gelengan, ia tidak mau disuruh melipir.

"Kenapa nggak mau?"

"Saya mau disini, ikut main sama yang lain!" tegas Renjun dengan wajah merengutnya yang lucu.

Nyaris saja Mark kelepasan tersenyum, untuk ia buru-buru menetralkan kembali ekspresi wajahnya.

"Oke! Lo diam di pinggir kolam aja sambil pegangin embernya. Paham?"

Renjun tersenyum kemudian mengangguk, "Oke!"

Si Mungil segera berbalik untuk mencari dimana ember kelompoknya. Punggung kecilnya tidak luput dari perhatian Mark sampai akhirnya Renjun menghilang dari pandangannya.

"Diliatin lu sama Haechan. Jaga perasaan orang, Mark," ujar Dejun yang entah dari mana munculnya.

Mark berbalik untuk menatap Dejun, "Apa? Siapa yang harus gue jaga? Perasaan siapa? Haechan? Empat kali gue tembak aja nggak pernah ada jawaban!" balas Mark.

"Hah?! Udah nembak?! Empat kali?! KOK NGGAK BILANG GUE?!!"

"YA NGAPAIN BILANG-BILANG SAMA LO?!"

Setelahnya Mark pergi menyusul Renjun yang tak kunjung kembali untuk mencari ember kelompoknya.

***

Acara games berlangsung cukup seru. Renjun berjongkok di pinggir kolam sambil memegangi ember menunggu anggota kelompoknya datang padanya untuk memasukkan bola berwarna oranye.

Kali ini Mark yang turun masuk ke kolam untuk mengambil bola oranye sebanyak mungkin. Renjun menunggu sambil memperhatikan kemana perginya Mark tapi tiba-tiba laki-laki itu menghilang dari pandangannya. Matanya mencari ke seluruh penjuru kemana perginya Mark tapi tetap tidak ditemukan.

"EH?!!"

Renjun berteriak cukup keras saat melihat Mark muncul dari bawah air dan tepat di hadapan wajahnya. Nyaris saja Renjun terjengkang ke belakang. Mata kelam milik Mark beradu dengan mata benih milik Renjun, cukup lama mereka dalam posisi itu sampai akhirnya peluit panjang dibunyikan. Mark memasukkan beberapa bola ke dalam ember dan segera naik dari air, meninggalkan Renjun yang masih terdiam dengan jantung yang berdebar tidak karuan.

"Jantungku susah banget diajak kompromi," lirih Renjun kemudian bangkit dari jongkoknya. Ia berjalan gontai menuju pendopo untuk menghitung jumlah bola yang didapat.

Dari jauh Mark menatap punggung kecil itu dengan pandangan datar. Ia tidak memungkiri kalau jantungnya berdegub ketika melihat manik mata jernih milik Renjun. Itu adalah bola mata paling indah yang pernah ia lihat walaupun dalam keadaan basah karena air hujan.

Renjun menghitung jumlah bola bersama dengan Jaemin, sedangkan YangYang izin pergi ke kamar mandi karena ia tidak tahan dingin dan bisa jatuh sakit nantinya.

"Ren, apa kamu nggak mau ganti baju? Dari tadi udah ingusan juga, terus bibirnya udah biru gitu," ujar Jaemin khawatir pada temannya ini.

Renjun tetap bergeming, "Duabelas, tigabelas, empatbelas, limabelas, enambelas, tujuhbelas, delapanbelas! Kelompok kita ada delapanbelas bola ya!" Renjun justru mengalihkan pembicaraannya dengan Jaemin.

"Iya, sini aku kasihin ke panitia. Kamu naik aja ke villa, nanti sakit!" titah Jaemin kemudian merebut ember berisi bola itu dari tangan Renjun.

"Nggak mau! Saya masih mau disini! Saya suka hujan!" balas Renjun. Ia benar-benar keras kepala sekali, Jaemin sama sekali tidak bisa menyuruhnya untuk naik ke villa saja karena hujan turun semakin deras.

"Yaudah, terserah kamu deh! Aku setor bola dulu ya, kamu duduk disini aja. Diam-diam, jangan kemana-mana nanti hilang," Jaemin memperingatkan Renjun sebelum pergi dan anak itu mengangguk patuh pada Jaemin.

Renjun duduk di atas ubin semen pendopo sambil memperhatikan hujan yang turun dengan deras. Bibirnya mengulas senyum manis karena ia sangat suka sekali dengan hujan. Renjun sedikit terlonjak melihat ada seseorang yang mengulurkan tangannya dari belakang sambil memegang gelas plastik berisi minuman berwarna coklat.

Renjun berbalik dan ia menemukan sosok kakak tingkatnya, Mark, berada di belakangnya, "Eh kakak!" Renjun buka suara.

"Ambil nih, mau nggak? Kalau nggak mau, gue kasih yang lain atau gue buang," balas Mark agak ketus.

Renjun memundurkan wajahnya kemudian mengambil gelas plastik itu dari tangan Mark, "By the way, terima kasih banyak, kak!" balas Renjun. Gelas plastik itu sudah ada dalam genggamannya dan Mark juga sudah duduk tepat di sampingnya.

Jangan tanya bagaimana kondisi Renjun saat ini. Sudah jelas ia gugup sekali saat harus duduk bersebelahan dengan kakak tingkat yang ia suka. Tubuh Mark juga basah, sama sepertinya, efek hujan-hujanan saat main games tadi. Rambut hitamnya sudah setengah kering, kaosnya masih kaos warna kelompok yaitu pink, celananya juga masih celana pendek hitam dan ia menggunakan sandal. Tangannya memegang gelas plastik berisi es teh manis dan di lehernya tergantung handuk yang entah ia dapat dari mana.

"Kenapa nggak diminum? Nggak suka?" tanya Mark yang membuka obrolan di antara mereka.

"E-eh?! Ng-nggak kok, saya suka. Hanya saja saya bingung, cuaca hujan begini masa minum es teh manis," balas Renjun sambil memandangi gelas plastiknya.

Mark menyeringai, "Minum aja dulu, nggak dingin-dingin amat," balasnya kemudian menenggak habis isi di gelas plastiknya kemudian merematnya.

Renjun tak membalas lagi, ia hanya fokus dengan minumannya sambil menatap hujan yang entah kapan berhentinya.

Puk! Mark meletakkan sehelai handuk yang ia gantungkan di lehernya ke atas kepala Renjun, "Keringin rambut lo, nanti pusing," ujarnya tanpa menatap ke arah Renjun.

Renjun diam saja, ia bingung harus berekspresi seperti apa. Senang dan bahagia tentu saja lebih dominan, ia bahkan lupa kalau laki-laki di sampingnya ini punya hubungan dekat dengan teman sekelasnya, Haechan.

"Te-terima kasih, kak," lirih Renjun. Ia berusaha menahan senyumannya dengan cara menggigiti pinggiran gelas plastiknya.

"Heem."

Mark berdeham dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia salah tingkah karena Renjun.

Ya pada akhirnya yang tercipta adalah suasana canggung di antara keduanya dan tidak ada yang mau mengalah untuk sekedar membuka obrolan kembali karena terlalu malu.

Aduh Tuhan! Saya malu banget. Jantung nggak bisa dikontrol dan rasanya wajah saya udah panas!

***

A/N:

Jangan lupa tinggalkan jejak alias vote dan komentarnya. 75 votes, 20 komentar, kita lanjut lagi.

Officially Missing You 📌 MarkRen ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang