Harusnya semalam, tapi saya ketiduran.
Happy reading!
***
Mobil meluncur membelah jalan yang sangat ramai. Hari itu malam minggu, weekend, sudah pasti ramai. Tak ada percakapan yang berarti antara Mark dan Renjun, hanya terdengar suara lagu yang berputar di radio. Renjun tampaknya tak terganggu dengan lagu yang mengalun. Ia menatap keluar jendela, memperhatikan mobil-mobil yang berjalan mendahului mereka. Mark sibuk menyetir, sesekali jari telunjuknya ia ketuk-ketukkan pada stir mobil mengikuti melodi lagu.
Setengah jam setelah adzan maghrib, keduanya memilih untuk pamit pulang ke Bogor. Amira mewanti-wanti Mark agar mengantarkan Renjun sampai ke rumah dengan selamat. Danu juga berpesan untuk serius melaksanakan ujian minggu depan. Johnny pun tak ketinggalan, ia berpesan agar Mark menjaga kesehatannya. Kalau sakit sedikit saja, bisa batal rencana perjalanan mereka. Amira dan Danu begitu menerima Renjun dengan tangan terbuka. Renjun merasa ia seperti punya ibu dan ayah kedua serta kakak, karena ia anak tunggal.
"Kamu mau makan dulu?" Mark membuka suaranya dan membuat Renjun yang sejak tadi tak bergerak, akhirnya mulai menggerakkan anggota tubuhnya. Ia membenarkan posisi duduknya dan menoleh pada Mark.
"Kakak lapar?" tanya Renjun.
Mark menggeleng, "Aku tanya aja sih," jawabnya.
"Nggak, langsung bablas aja, Kak," Renjun menggeleng dan kembali menyandarkan kepalanya pada kaca jendela.
Mark tak menjawab, ia hanya melirik sekilas ke arah Renjun. "Kamu capek banget? Tidur aja," Mark berujar hal lain.
"Nanti kakak sendirian," Renjun membalas tanpa menatap.
"Ya ada radio yang nemenin. Aku bisa nyanyi-nyanyi," kilah Mark.
Renjun memundurkan sandaran joknya sedikit, "Kalau gitu, saya tidur ya, Kak. Nighty night," pamit Renjun dan mulai memejamkan matanya. Mark hanya berdeham pelan tanpa menoleh.
Lima menit berselang, Mark menepikan mobilnya sebentar. Ia memutar tubuhnya untuk mengambil hoodie miliknya yang berada di jok belakang mobil. Mark menyelimuti tubuh bagian atas Renjun dengan hoodie. Memastikan yang lebih muda tak kedinginan. Setelah urusan Renjun selesai, ia kembali menjalankan mobilnya sambil menurunkan suhu AC mobil.
Pukul setengah 10 malam, Mark menghentikan mobilnya di depan rumah Renjun. Pertama kalinya ia mendatangi rumah adik tingkatnya itu. Dari mana Mark tau alamat Renjun? Sebelum mereka berangkat dari rumah orangtya Mark, Renjun memberikan alamat rumahnya pada Mark.
Merasa tak tega membangunkan yang tengah tertidur, ia memilih untuk menggendong Renjun sampai ke kamarnya. Tak harus berteriak atau menekan bel karena ayah Renjun sudah berdiri di beranda rumah sejak mobil itu berhenti untuk membukakan pagar rumah.
"Langsung bawa masuk ke kamarnya aja, nanti biar Ibunya yang lepasin sepatu sama gantikan baju, Renjun," titah sang ayah yang segera diangguki oleh Mark.
Laki-laki itu membawa Renjun masuk ke dalam untuk direbahkan di kamarnya. Pintu kamar yang lebih muda tidak terkunci karena sudah ada Ibunya yang menunggu di dalam. Mark merebahkan tubuh Renjun di atas ranjang.
"Makasih ya. Kamu pasti Mark, kakak tingkatnya Ren. Ren banyak cerita soal kamu," wanita itu tersenyum lembut kemudian mengusap pundak Mark.
"Sama-sama, Tante. Kalau gitu, saya pamit pulang dulu," balas Mark kemudian menyalimi Ibu Renjun. Ia berjalan menuju pintu kamar Renjun sebelum ia kembali berhenti karena wanita itu bertanya.
"Kamu mau pergi ya sama Renjun setelah ujian?" tanya wanita itu dengan mata yang menatap punggung Mark.
Laki-laki itu berbalik, "Iya, Tante. Minggu depan juga kita pulang kok."
"Kalau gitu hati-hati ya, Ren semangat banget mau ke Bali. Pertama kali buat dia jalan-jalan tanpa harus naik pesawat. Kemarin udah Ibu tawarin buat naik pesawat aja tapi dia nggak mau. Tolong jagain Ren ya, kadang dia emang agak manja dan kekanakkan," wanita itu berujar dengan senyum tipis. Tangannya mengusap punggung tangan Renjun.
"Iya. Tante. Pasti saya jagain Renjun. Saya pamit pulang Tante. Selamat malam."
***
Selama ujian berlangsung, mereka sepakat tak bertemu. Seminggu bukan waktu yang lama, lagi pula akan dibalas juga di minggu berikutnya. Mereka akan terus bersama sampai akhir minggu depan. Tidak bertemu dalam artian mereka tak membuat janji setelah ujian, hanya bertemu saat sebelum masuk ujian jika kebetulan punya jadwal yang sama. Sama-sama masuk pagi.
Renjun beberapa kali menghentikan aksinya untuk memberikan kopi pada Mark, tapi pagi ini ia tak absen. Ia tau hari ini Mark masuk pagi. Bertemu di depan ATM center untuk memberikan yang lebih tua sekotak kopi instan. Hanya sekadar lewat dan melempar senyum satu sama lain.
"Thanks. Mana susu punya kamu?" tanya Mark saat mengambil kopi instan di tangan Renjun.
"Ada di tas kok," jawab Renjun dengan senyum sekilas.
Kedua berjalan beriringan dengan sangat pelan, tidak peduli jika tujuh menit lagi ujian dimulai.
"Kak, kita besok jadi pergi?" tanya Renjun tanpa menatap yang lebih tua.
"Ya jadi, emangnya kamu mau batal?" Mark balik bertanya dan dibalas dengan gelengan Renjun. "Besok mau aku yang ke rumah kamu atau gimana?"
"Saya yang ke kakak aja deh," jawab Renjun kemudian mendongakkan kepalannya untuk menatap Mark. Alisnya berkerut samar. Sejujurnya Mark bingung apa maksud Renjun.
"Saya nginap di kakak aja. Kostnya kan dekat dari sini. Jadi kamu nggak usah jemput saya," jelasnya dengan senyum tipis.
Sempat bengong mendadak, namun Mark akhirnya sadar. "Kamu? Mau nginap di kostanku? Bercanda kan?"
Renjun menggeleng, "Apa wajahku keliatan bercanda?"
Yang lebih muda menatap Mark dengan pandangan terlampau datar. Mark menggeleng lalu diam.
"Jadi, gimana sistemnya?"
"Antar saya pulang kalau gitu. Buat ambil barang dan segala keperluannya, biar besok pagi, kamu nggak perlu jempit saya."
"Oke deh!"
Keduanya berpisah tepat di tangga lantai dua. Ruang ujian Mark di lantai dua dan Renjun di lantai tiga.
"Semangat ujiannya! Last day, Kak!" Renjun menyemangati Mark dengan senyum lebar dan tangan terkepal.
"Kamu juga ya, semangat ujiannya! Nanti siang sampai akhir minggu depan, kamu akan ngehabisin banyak waktu sama aku!" balas Mark dan diakhiri dengan tawa mengejek.
"Saya nggak akan bosan kalaupun harus menghabiskan sisa hidup sama Kakak."
Tawa itu menghilang dan digantikan dengan suara derap langkah pada tangga. Renjun telah menghilang, tersisa ia di depan lorong lantai dua. Kata-kata itu terngian begitu saja, sepertinya belum ada satu menit Renjun mengucapkannya.
"Gue bisa mati berdiri kalau gini terus ceritanya," keluh Mark sambil memegangi dadanya yang berdebar kencang. Ia berbalik kan berjalan menuju ruang ujian.
***
A/N:
Hai. Maaf lama ya, kondisi rumah lagi nggak bagus. Mood nulis saya juga hilang udah hampir seminggu, padahal mau banget update terus tiap hari kaya kemarin-kemarin.
Jangan lupa vote dan komentanya! See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Officially Missing You 📌 MarkRen ✔️
FanficDimatamu itu hanya ada Haechan, tanpa mau melihat saya sedikit pun. Saya tau, saya tidak semenarik Haechan dan harusnya saya juga tau diri untuk menyukaimu. Tapi hati siapa yang tau? Saya hanya bisa memandangmu dari jauh sambil sesekali berkata "I m...