REY & SYANIN - PART 1

6.8K 674 174
                                    

Selama seminggu setelah kejadian di Rumah Sakit, Syanin selalu menyempatkan dirinya untuk bertemu dengan Rey. Syanin tahu laki-laki 22 tahun itu adalah orang yang sangat tertutup dan akan menyimpan kesedihannya sendiri.

Malam ini, keluar dari Ruang Praktikum, Syanin langsung menuju ke parkiran di mana mobilnya berada. Sesampainya di dalam mobil, Syanin langsung menghubungi seseorang.

Calling Rey's Mother ....

Tak perlu menunggu lama, Syanin mendengar suara wanita paruh baya di seberang sana. "Syanin!"

Wanita itu selalu excited jika menyangkut soal Syanin. Dia seperti memiliki satu anak lagi. Oleh karena itu juga, Ibu Rey meminta Syanin memanggilnya Ibu. Sama seperti anaknya sendiri.

"Hai, Ibu, Abang ada di rumah?"

"Ya, dia baru saja pulang."

"Okay, I am on my way."

"Ibu tunggu." Lalu, Syanin memutuskan panggilan tersebut dan melajukan mobilnya menuju sebuah restoran kesukaannya dan Rey. Dia membeli makanan untuk mereka makan di rumah Rey.

Syanin tahu apa yang akan ia dapatkan di rumah Rey nantinya, dia hanya akan melihat lelaki itu sibuk dengan dunianya dan akan diabaikan. Rey belum bisa diajak bicara, Syanin memaklumi itu. Walaupun dirinya sangat lelah karena jadwal kuliahnya hari ini padat, Syanin tidak akan membiarkan Rey kesepian.

***

"Assalamualaikum."

Syanin memasuki ruang tamu rumah Rey, tetapi dia tidak menemukan siapapun di sana. Perempuan itu sudah sangat sering datang ke sana, Ibu Rey pun selalu berkata bahwa itu juga rumahnya sehingga ia bisa langsung masuk ke rumah tersebut.

Kemudian, Syanin menuju ke ruangan di mana ia melihat Rey sedang memegang remot tv. Mata laki-laki itu fokus pada layar di depannya. Rey tahu dan akan selalu tahu bahwa Syanin akan datang, makanya dia sudah tidak terkejut lagi.

Di sebelah kanannya, Syanin melihat Ibu Rey sedang mengembangkan senyum kepadanya, sehingga ia langsung duduk dan memeluk Vania. Vania—Ibu Rey adalah orang yang periang, dia mudah melupakan kesedihannya.

"Hidup itu harus terus berjalan kan, Syanin? Ibu punya Rey yang harus Ibu urus, Ibu tidak bisa terus-menerus sedih." Itu adalah kalimat yang dilontarkan Ibu Rey di malam setelah Tara dimakamkan.

Setelah memeluk Ibu Rey, Syanin langsung berpindah tempat duduk ke sebelah kiri Rey. Sehingga, posisi Rey sekarang diapit oleh dua orang yang sangat menyanyanginya. Syanin menaruh makanan yang ia bawa di meja yang ada di depan mereka, lalu mendaratkan kepalanya di bahu Rey.

"Pfftttt, so tired," ujarnya.

Rey yang melihat itu hanya menggerak-gerakkan bahunya, berharap Syanin menjauh. Tetapi, perempuan itu tidak menjauh sama sekali, sehingga Rey menyerah sambil memberikan tatapan kesalnya. Ibu Rey hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

"Bang, kamu tau nggak, sih?! Tadi pas aku beli makanan, si kasirnya nanyain kamu. Katanya, udah lama banget kita nggak ke sana berdua." Syanin memulai pembicaraan.

"Terus, hari ini aku kesal."

"Aku dipaksa jadi panitia acara kampus tauuuu!"

"Abanggg!"

"Kamu dengerin aku nggak, sih?"

"Hellowwww, I'm here. Excuse me?"

"Bang." Syanin selalu menyukai aktivitas ini, ia dengan kejahilannya pada Rey. Dan, Rey, dengan kejengkelannya pada Syanin.

Syanin selalu suka memanggil Rey dengan sebutan Abang, karena dengan begitu ia merasa sangat dekat dengan lelaki tersebut.

Syanin ingat saat mereka pertama kali bertemu, saat itu Syanin berusia 10 tahun dan Rey 12 tahun. Setelah pertemuan pertama mereka, Syanin mempunyai hobi baru, yaitu mengganggu Rey agar lelaki itu mau bermain dengannya.

Sejak hari itu juga, Syanin selalu merasa aman karena Rey akan selalu ada untuknya. Rey akan selalu datang ketika Syanin membutuhkannya walaupun lelaki itu kesal setengah mati.

Selama 10 tahun mereka saling mengenal, tidak ada satu hari pun Syanin merasa Rey pernah meninggalkannya. Atau, pernah, saat itu Rey baru masuk kuliah dan berstatus sebagai mahasiswa baru, ada seorang perempuan yang Syanin tahu dari Ariel bernama Lily yang selalu mengekori ke manapun Rey pergi di kampus.

Hanya dengan mendengar cerita Ariel membuat Syanin tahu kalau perempuan itu sangat menyukai Rey. Pada akhirnya, Rey membuka hatinya untuk Lily dan Syanin merasa perhatian lelaki itu padanya terbagi. Walaupun tidak bisa dikatakan Rey meninggalkannya juga.

Setelah dua tahun mereka pacaran, Syanin mendengar dari mulut Rey sendiri yang berkata bahwa mereka putus. Tetapi, setiap Syanin meminta Rey untuk menceritakan kenapa alasannya, lelaki itu selalu menolak. Syanin sangat penasaran, tetapi dia juga tidak bisa memaksa.

Satu hal yang Syanin tahu, ia akan mengetahui alasan tersebut dengan sendirinya nanti, jika fakta yang Syanin dapat adalah Lily yang memutuskan Rey, dia akan segera menjambak rambut gadis itu.

Merasa sudah terdiam cukup lama dan tidak ada sahutan dari Rey, Syanin menyerah, ia bergerak mengambil makanan yang tadi dia bawa dan mengajak lelaki itu serta ibunya menuju meja makan untuk makan malam bersama.

Sebelum ke rumah Rey, Syanin sudah izin kepada orang tuanya untuk makan malam di sini.

Suasana meja makan hening, Syanin sudah tidak mood mengajak Rey berbicara lagi. Ia sudah lelah dengan kuliahnya hari ini, lalu semakin lelah diabaikan oleh Rey.

Rey menyelesaikan makan pertama kali dan berdiri dari kursinya. Syanin tidak mau memandang Rey, tetapi tanpa sadar Rey yang memandang Syanin.

"Syanin."

Syanin mendongakkan kepalanya menatap Rey yang sudah berdiri. "Apa?"

"Kamu bawa mobil, kan?"

"Ya."

"Bisa pulang sendiri, kan? Aku ngantuk, nggak bisa antar." Setelah berbicara, Rey langsung berjalan menuju kamarnya.

Syanin kembali memanggil Rey dengan tampang yang mengisyaratkan permusuhan.

"Heh, batu!" Rey menghentikan langkahnya dan berbalik kembali dengan tatapan bingung.

"Ngeselin amat!" lanjut Syanin. Ibu Rey tertawa terbahak-bahak melihat tingkah kedua orang itu.

Ya, Syanin. Rey akan selalu seperti itu.

Rey & Syanin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang