REY & SYANIN - PART 16

3.6K 430 53
                                    

Malam ini, Syanin tidak bisa tidur karena matanya perih sehabis menangis. Tadi sepanjang pulang dari rumah Rey, ia menangis. Untung saja di rumahnya sedang tidak ada orang, jadi ia tidak perlu membuat alasan mengapa ia menangis.

Syanin adalah tipikal orang yang tidak ingin diketahui orang kalau ia lagi bersedih, makanya kalau menangis ia selalu diam-diam.

Di dalam kamar, dengan pintu terkunci rapat. Biasanya hanya ada satu orang yang tahu jika Syanin sedang bersedih, orang itu adalah Rey. Tapi, kali ini malah orang itu yang jadi penyebab kesedihan Syanin. Orang itu sangat menyakitinya kali ini.

Mulai sekarang, Syanin bertekad pada dirinya sendiri untuk tidak terlalu bergantung pada Rey.

Biasanya, apa-apa minta bantuan Rey. Sekarang, biarlah Rey menjadi sahabat yang biasa saja, tidak perlu selalu ia minta bantuan lagi. Kasihan hatinya jika harus terus dekat dengan Rey, otomatis ia akan makin berharap. Padahal, ia tahu harapannya tidak mungkin terwujud.

Tentu saja, Rey tetap sahabatnya. Syanin tidak akan pernah mengusir laki-laki itu dari hidupnya sejahat apapun dia, hanya saja Syanin perlu sedikit memberi jarak. Lagi pula, jika Syanin terus menerus ada di dekat laki-laki itu, akan membuatnya terganggu untuk dekat dengan perempuan lain.

Berjam-jam Syanin mencoba untuk tidur, masih tetap tidak bisa.

Akhirnya, ia tenggelam dengan pikirannya sendiri, memikirkan bagaimana nasibnya jika tidak ada Rey yang selalu ia andalkan. Sedangkan teman-temannya pun masih tidak mau menegurnya, jika teman-temannya tahu masalah malam ini, pasti mereka akan semakin marah dengan Syanin.

Setelah capek dengan pikirannya, Syanin kemudian tertidur dengan sendirinya.

***

"Kak, bangun." Mamanya memasuki kamar Syanin, membuka gorden kamar bernuansa putih itu.

Syanin bangun dari tidurnya, berjalan menuju toilet kamarnya untuk membasuh muka. Ia kasihan melihat penampilannya sendiri di kaca pagi ini, sangat buruk. Untung saja Mamanya tidak menyadari itu.

Setelah menggunakan pakaian, Syanin menguncir rambut panjangnya. Hari ini ia praktikum, bisa diomelin dosennya jika menggerai rambut.

Turun menuju lantai satu rumahnya, Syanin melihat keluarganya sudah berkumpul di meja makan. Syanin harus berpura-pura tidak terjadi apapun di depan keluarganya. Ia berjalan ke arah Ayahnya lalu bersalaman untuk pamit ke kampus.

"Gak sarapan dulu, Kak?" tanya Andria ketika Syanin bersalaman.

"Nanti aja, Mah. Hari ini ada steril dulu sebelum praktikum," jawab Syanin. "Jadi, harus berangkat agak pagian."

Andria mengangguk, kemudian Syanin menuju garasi dimana jazz merahnya terparkir. Saat membuka mobil, Syanin melihat banyak sekali tissue kotor disana, bekas ia gunakan untuk mengelap air matanya dan ingusnya selama perjalanan pulang semalam.

"Nanti aja lah, buang sampah di kampus. Nanti ketahuan, berabe dah," gumam Syanin.

***

Setelah sterilisasi alat untuk praktikum hari ini, semua mahasiswa/i kembali ke kelas teori karena pagi ini adalah mata kuliah teori terlebih dahulu.

Syanin memasuki ruang kuliahnya, ia memutuskan untuk duduk di sebelah Ikhsan lagi karena hubungannya dengan teman-temannya belum membaik, selain itu Syanin tidak ingin mereka tahu masalah semalam.

"Ngapain sih, lo duduk sebelah gue terus?" tanya Ikhsan kesal.

"Pingin aja," jawab Syanin cuek.

Ketika mengingat ia sedang tidak memiliki siapa-siapa di kampus ini, ia harus berbaik hati dengan Ikhsan. Sepertinya, Ikhsan bisa dijadikan teman yang baik dan bisa diandalkan.

Ikhsan berdecak ketika mendengar jawaban Syanin, kemudian ia mengalihkan pembicaraan ke topik lain, "Gue lihat-lihat, Kak Geri nggak terlalu ngintilin lo lagi, ya?"

Syanin memutar bola matanya. "Lo tuh ya, cowok hobi banget gitu gosip."

Ikhsan hanya menyeringai, tidak berani lagi bertanya pada Syanin.

***

Sudah beberapa hari ini Syanin kemana-mana di kampus selalu bareng Ikhsan.

Ikhsan pun tidak masalah dengan itu, ia menerima dengan senang hati. Pasalnya laki-laki itu pernah menyukai Syanin waktu awal masuk kuliah, tetapi hal itu juga membuat orang-orang mengira jika mereka dekat lebih dari teman.

Padahal kan, Syanin dekat dengan Ikhsan karena ia sedang tidak punya siapa-siapa di kampus ini.

Tidak jarang pula Ikhsan menanyakan Syanin kenapa, tapi Syanin tidak pernah cerita. Ikhsan tahu Syanin sedang tidak baik-baik saja, namun ia memilih diam. Dia tidak ingin mencampuri urusan perempuan itu lebih banyak, karena jika Syanin ingin, dia pasti sudah cerita sejak lama.

Saat mendengar gosip-gosip dari orang, Syanin jadi tidak enak dengan Ikhsan. "San, jangan dengerin omongan orang, ya. Lo teman gue."

Ikhsan hanya mengangguk mengerti, lagi pula ia sekarang hanya menganggap Syanin temannya.

Saat ini mereka sedang berjalan menuju kantin fakultasnya, banyak adik tingkat yang memandang ke mereka.

Hal itu dikarenakan laki-laki yang berjalan di sebelahnya ini, banyak sekali disukai adik tingkat, pesona Ikhsan memang tidak bisa ditolak.

Kemudian, Syanin tersenyum. "San, mau lihat orang heboh nggak?"

Ikhsan menoleh. "Maksudnya?"

Lalu, dengan lantangnya Syanin berkata, "Sayang, pulang nanti main ke rumah aku, ya?"

Pandangan semua orang makin tertuju pada mereka berdua, Ikhsan pun yang mendengar itu hanya terbatuk-batuk membuat Syanin tertawa puas. Sungguh hiburan disaat hatinya sedang sedih.

Syanin berhenti tertawa, kemudian berbisik pada laki-laki di sebelahnya, "Lihat, San. Fans lo jadi melotot semua."

"Gila lo, Syanin."

Setelah mereka duduk di salah satu bangku di sudut kantin, seseorang datang menghampiri mereka dan duduk tepat di kursi kosong sebelah Syanin.

"Kalian pacaran?" tanya Geri langsung to the point.

Saat ini suasana kantin sudah kembali seperti semula, tidak ada yang memandang Ikhsan dan Syanin lagi.

Mereka mengira Ikhsan dan Syanin benar-benar pacaran, jadi mereka tidak perlu kepo lagi karena sudah tahu kebenarannya. Hanya Geri satu-satunya orang yang tidak percaya, memutuskan untuk bertanya langsung.

"Bercanda gue mah, Kak. Abisnya seru lihatin orang-orang ekspresif," jawab Syanin berbisik sambil terkikik geli.

Ikhsan hanya menunjukkan wajah kesalnya, tetapi kemudian ia pikir tidak ada salahnya membahagiakan Syanin karena berapa hari ini dia tidak seperti Syanin yang biasanya yang selalu cerewet dan ceria.

Geri mengangguk. "Oh. Bagus, deh."

Syanin terdiam mendengar jawaban Geri.

Rey & Syanin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang