REY & SYANIN - PART 19

3.7K 407 59
                                    

"Lo nggak ke kantin?"

Syanin mengamati orang yang berada di sampingnya. Orang itu sibuk dengan layar laptop yang ada diatas mejanya sambil sesekali mengetikkan sesuatu disana.

"Nggak. Lo kenapa nggak ke kantin?" tanya Ikhsan balik tanpa menoleh.

"Nggak papa."

Jawaban simpel Syanin berhasil membuat Ikhsan menoleh pada perempuan itu.

Syanin sedang menempelkan wajahnya pada meja. Sekarang mereka berada di ruang kuliah, hanya berdua pada saat semua orang ishoma siang ini.

Ikhsan pikir Syanin sudah baik-baik saja sejak dia selalu mempermainkanny karena perempuan itu selalu tertawa. Tetapi, melihat Syanin seperti sekarang membuatnya tahu kalau masih ada yang tidak beres dengan perempuan itu, wajahnya pun terlihat sangat pucat.

"Lo ngerjain apa?" tanya Syanin lagi.

"Bikin formulir buat open recruitment anggota BEM tahun ini." Ikhsan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah pucat Syanin. "Lo lagi sakit ya, Syanin?"

"Enggak."

Tanpa meminta persetujuan perempuan itu, Ikhsan meletakkan punggung tangannya di kening Syanin untuk mengecek suhu badannya. Benar saja, badannya panas sekali. "Lo sakit, Syanin. Mending pulang aja."

"Gue baik-baik aja," bantah Syanin sambil memutar kepalanya membelakangi Ikhsan.

Ikhsan masih bisa mendengar suara napas Syanin karena kelas hanya diisi mereka berdua yang sekarang sama-sama terdiam.

Ikhsan menghela napasnya, kemudian beralih mengambil ponselnya yang ia simpan di meja kosong yang ada di sebelahnya untuk mengirim pesan kepada seseorang.

Dhara

Syanin sakit, bisa kesini nggak?

Tidak ada jawaban sama sekali dari orang yang Ikhsan kirimi pesan, tetapi kemudian saat Ikhsan ingin mengiriminya pesan lagi, ia mendapati tiga orang teman Syanin memasuki kelas dengan agak berlari dan menuju ke meja mereka.

"Lo gimana sih, San. Cewek lo sakit aja minta kita datang," omel Ify. "Sya, lo kenapa?" Kemudian dia beralih kepada Syanin yang membelakangi mereka.

Syanin menegakkan kepalanya, kemudian dia tersenyum. "Kita nggak pacaran. Dan, gue nggak apa-apa," jawab Syanin. "Udah sana makan lagi, bentar lagi jam ishoma habis."

Ketiga teman Syanin menatap bingung, pasalnya mereka sering sekali melihat Ikhsan dan Syanin bersama, juga cerita whatsapp Syanin. Tetapi, kemudian mereka menghiraukan itu. "Muka lo udah pucat banget gitu, lo bilang nggak apa-apa?"

"Pulang aja, Syanin. Lagian habis ini cuma kuliah teori," usul Ikhsan.

Ketiga temannya mengangguk setuju. "Sini ponsel lo," ujar Dhara sambil mengambil ponsel Syanin yang masih digenggamnya tanpa menunggu persetujuan Syanin.

Lalu, Dhara membuka aplikasi whatsapp Syanin. Awalnya ia akan menghubungi Rey alih-alih memintanya menjemput Syanin, karena bagaimanapun juga laki-laki itu adalah orang yang paling dekat dengan Syanin walaupun mereka tidak menyukai Rey.

Jika menghubungi keluarganya, pasti orang tuanya sedang bekerja, adiknya juga sedang sekolah.

Lalu, Dhara menyadari sesuatu, di beberapa baris chat teratasnya, tidak ada nama Rey.

Dia baru menemukan nama Rey di barisan agak bawah yang berarti Syanin sudah lumayan lama tidak berhubungan dengan Rey sama sekali. Hal itu membuatnya terdiam.

Pasti mereka ada masalah.

Dhara mengesampingkan rasa penasarannya, juga tidak memberitahu temannya yang lain. Kemudian, dia kembali melihat beberapa chat teratas. Ada chat dari Geri disana, Dhara membuka roomchat itu, disana terlihat bahwa Geri sangat sering mengirimi Syanin pesan tetapi jarang dibalas oleh Syanin.

Sebaiknya dia meminta Geri saja untuk mengantar Syanin pulang.

Setelah mendial nomor tersebut, orang di seberang sana langsung menjawab, "Kenapa, Syanin?"

"Ini gue, Kak. Dhara."

"Oh, kenapa?" tanya Geri yang sedang keheranan sendiri mendengar suara orang lain meneleponnya menggunakan ponsel Syanin.

"Bisa bantu kita nggak? Syanin sakit, kita bentar lagi masuk, jadi nggak bisa antarin dia pulang," ujar Dhara. "Tolong antarin dia pulang ya, Kak."

"Oke-oke, tunggu sebentar. Gue di ruang dosen ini."

Dhara mengangguk, mematikan telepon. Kemudian, ia menoleh pada Syanin yang sudah terlelap. Ia menghela napas kasar melihat temannya ini, kepalanya batu. Sekali ia menyukai seseorang, ia harus terus memperjuangkan orang itu.

Ketika mengingat Syanin selalu bersama Ikhsan beberapa minggu ini, Dhara memutuskan bertanya pada Ikhsan, "San, lo tahu sesuatu nggak soal Rey?"

Ikhsan menoleh kepada teman-teman Syanin. "Kenapa? Dan, kenapa berapa minggu ini lo pada jauhin Syanin?"

"Kita nggak jauhin, Syanin. Kita cuma pengen Syanin tahu kalau kita perduli sama dia. Kita nggak tega lihat Syanin sakit hati terus oleh Rey." Putri yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara, meskipun ia juga tidak mengerti kenapa Dhara tiba-tiba menanyakan Rey.

Ikhsan manggut-manggut mengerti. Ketika Geri memasuki ruang kuliah tersebut, dia memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan teman Syanin. Nafas Geri tidak beraturan, sepertinya ia sehabis berlari. "Syanin gimana?" tanyanya dengan raut wajah khawatir.

Geri berjalan menuju Syanin, menyentuh pundaknya dan memperhatikan wajah tenang dan pucat itu sedang terlelap. "Syanin."

Saat Geri memanggilnya, Syanin membuka mata. Dia terkejut mendapati Geri ada di depannya, kemudian menegakkan kepalanya. "Kenapa?"

"Aku antar pulang, ya?"

"Gue baik-baik aja."

"Kamu nggak baik-baik aja, Syanin. Yuk." Akhirnya Syanin mengalah, ia beranjak untuk pulang sambil membuka tasnya, mengambil kunci mobilnya dan menyerahkan benda tersebut kepada temannya.

"Tolong ya, mobil gue. Kalau nggak sempat antar, nanti pas masuk aja gue ambilnya. Kalian bawa pulang dulu aja."

Teman-temannya mengangguk, Syanin kemudian meninggalkan ruangan tersebut dengan tangannya yang digenggam oleh Geri.

"Kayaknya Rey sama Syanin lagi ada masalah," ujar Ikhsan memecah keheningan diantara mereka. Hal itu membuat ketiga teman Syanin menoleh padanya, tapi mereka tidak bisa berkata apa-apa.

Tidak lama kemudian, ruangan putih luas tersebut mulai terisi dengan teman-teman sekelas mereka membuat mereka kembali ke mejanya masing-masing. Terkadang, mereka pikir, Syanin terlalu membuat hatinya jatuh pada Rey.

Padahal, ia sendiri tidak yakin apakah ia dan Rey akan berujung bersama dengan mereka berdua yang selalu beralasan tidak mau kehilangan sahabat terbaiknya. Kenapa Syanin tidak membuka hati untuk Geri saja? Geri adalah orang baik, selalu mengerti Syanin, selalu mengutamakan Syanin.

Tapi, perasaan memang tidak bisa dipaksakan.

Rey & Syanin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang