REY & SYANIN - PART 20

4K 421 79
                                    

Perasaan Rey sungguh tidak enak hari ini. Entah mengapa sepanjang hari ia gelisah di rumahnya. Rey tidak punya kegiatan lagi selain menunggu wisuda, sesekali membuka beberapa website untuk mencari apakah ada lowongan pekerjaan yang tepat untuknya kelak sesudah wisuda.

Dia juga merasa akan terjadi sesuatu dengan orang terdekatnya. Oleh karena itu, Rey keluar rumah, lalu menguci pintunya dan pergi menuju butik milik Ibunya untuk memastikan Ibunya baik-baik saja.

Di tengah jalan, Rey mampir ke barisan ruko yang menjual makanan dan minuman, disana ada yang menjual chatime.

Ia jadi teringat Syanin, kemudian ia membeli chatime tersebut. Tetapi, karena ia tidak menyukai minuman itu, akhirnya ia membeli satu minuman lagi yang akan ia minum. Chatime yang dibelinya hanya menjadi sebuah pajangan di bangku kosong sebelahnya di mobil.

Sesampainya di butik Vania, Rey memasuki tempat itu dan menyapa asisten Ibunya, "Ibu dimana?"

"Ada di ruangannya, Mas," ujar wanita itu.

Tanpa menunggu lagi, Rey langsung memasuki ruangan khusus tempat Ibunya.

Ruangan itu dipenuhi dengan bunga karena Ibunya menyukai bunga, juga beberapa bunga tersebut adalah pemberian dari Tara, Ayahnya Rey sebelum meninggal. Makanya bunga-bunga itu sangat terawat, Vania sangat telaten merawat bunga.

"Ibu," panggil Rey kepada wanita paruh baya yang ada di depannya sekarang yang sedang memandangi luar jendela.

Wanita itu berbalik dan mendapati anak satu-satunya disana. "Abang? Tumben kesini?"

"Kerjaan Ibu hari ini lancar? Ibu nggak apa-apa, kan? Kalau ada apa-apa, bilang sama Abang."

"Iya, Abang," jawab Ibunya. "Ibu kangen Syanin, deh," ujar Ibunya tiba-tiba membuat Rey menghela napas kasar.

Rey mengalihkan pandangannya dari Ibunya, ia tidak ingin Ibunya tau masalah mereka. "Kalian ada apa?" tanya Ibunya kemudian karena ia bisa membaca ekspresi anaknya itu.

"Nggak ada apa-apa, Bu. Syanin sibuk karena udah mau UAS," jawab Rey setenang mungkin, padahal ia sedang tidak tenang. Kalau Ibunya sekarang baik-baik saja, apakah mungkin kegelisahan Rey hari ini menyangkut tentang Syanin?

"Yaudah kalau Ibu baik-baik aja. Abang pamit dulu."

"Kemana?" Pasalnya anaknya itu baru sampai, tiba-tiba pamit pergi lagi.

"Abang mau ngecek Syanin."

"Syanin kenapa?"

"Nggak apa-apa, Ibu. Abang mau ngecek aja." Akhirnya, Vania pun berhenti menodong pertanyaan pada Rey, ia mengangguk mengerti membuat Rey segera meninggalkan ruangan itu.

***

Rey berdiri di samping mobil hitamnya sambil menggenggam ponsel, mencoba menghubungi seseorang. Dia pikir cukup sudah semuanya, dia harus membuat hubungan mereka baik kembali.

Sudah hampir sebulan Syanin tidak menghubunginya sama sekali, juga tidak menemuinya. Meskipun Syanin punya pacar baru, Syanin tetap harus menjadi sahabatnya.

Rey menghela napas kasar, sudah berapa kali ia menghela napasnya hari ini. Ketika mengingat kata-kata Redho waktu di rumahnya, Syanin menyukainya lebih dari sahabat? Hah. Tapi, buktinya sekarang dia sudah punya pacar baru.

Dari tadi, sudah hampir sejam Rey mencoba menghubungi perempuan itu, tidak satu pun panggilannya diangkat.

Rey mengangkat pandangannya dari layar ponsel, beberapa meter darinya, ia melihat ketiga teman Syanin sedang mengobrol dengan laki-laki yang tidak asing di mata Rey.

Itu bukannya pacar baru Syanin? Batin Rey.

***

"Woi kelen!" panggil Ikhsan pada Ify, Putri dan Dhara sambil berlari menghampiri mereka.

Mereka bertiga sedang berjalan menuju parkiran sehabis menyelesaikan kuliah sore ini ketika tiba-tiba mendengar suara bariton dari laki-laki itu, lalu mereka menoleh melihat Ikhsan. "Kalian kemarin jenguk Syanin?" tanyanya.

"Iya. Kenapa?" Salah satu dari mereka angkat bicara.

"Dia udah nggak apa-apa? Ini udah hari ketiga dia nggak masuk," jawab Ikhsan.

"Jangan bilang li beneran suka lagi sama Syanin?" tebak Ify sambil memandang Ikhsan curiga.

"Kagak, gile lau." Ikhsan menatap Ify tajam. "Gue udah temenan banget sama Syanin, tahu!"

"WOI!" Tiba-tiba Putri berteriak ketika melihat seseorang yang sedang berjalan menuju mereka. Ketika mendengar itu, mereka semua menoleh ke objek yang sedang dilihat oleh Putri.

"Hai," sapa Rey.

Semuanya hanya mengangguk. "Syanin mana, ya? Kok nggak kelihatan?" lanjutnya.

"Sakit," jawab Ify pendek.

"Hah?" Rey terkejut mendengar jawaban Ify. Kemudian, ia memandang Ify dengan tatapan mencari kebenaran. Ternyata benar, ia gelisah hari ini menyangkut soal Syanin.

Ify mengangguk. "Udah tiga hari nggak masuk, kenapa lo peduli?"

"Tentu gue peduli," jawab Rey. "Gue tahu kok, kalian nggak suka sama gue, tapi kali ini gue bakal ngelurusin kalau gue nggak sejahat itu sama Syanin. Gue selalu pingin jagain dia, gue nggak mau dia dijahatin orang. Dan, perlu bertahun-tahun buat gue sadar kalau gue sesayang itu sama dia."

Teman-teman Syanin terkejut mendengar perkataan Rey, begitu pula dengan Ikhsan. Ikhsan langsung tersenyum tiba-tiba karena akhirnya ia tahu kalau laki-laki ini benar menyukai Syanin. Ikhsan pikir Syanin sudah tidak bertepuk sebelah tangan lagi.

Tetapi, senyuman Ikhsan membuat Rey salah mengira. Ia kira laki-laki itu tersenyum meremehkan Rey karena pacarnya disebut-sebut, kemudian Rey berkata pada Ikhsan, "Gue percaya sama lo. Jagain Syanin baik-baik, ya?"

"Hah? Apaan?" tanya Ikhsan bingung.

"Sejak kapan kalian pacaran?"

Pertanyaan Rey membuat Ikhsan ber-Oh ria. "Gue nggak pacaran sama Syanin. Gue emang pernah suka sama dia, lagian siapa yang nggak suka Syanin, kan? Baik, pintar, mandiri lagi. Tapi, itu dulu, waktu awal kuliah. Soal postingan cerita whatsapp Syanin, itu pure cuma bercandaan kita aja. Sekarang kita benar-benar cuma teman," jelas Ikhsan.

Rey lebih dibuat terkejut oleh jawaban Ikhsan. Kemudian, mereka berdua terdiam. Teman-teman Syanin hanya memandang mereka berdua, seolah mereka sedang mengobrol dalam hatinya.

"Yaudah kalau gitu, thanks ya," ujar Rey pada mereka. "Gue ke Syanin dulu."

***

Rey mengetuk pintu rumah Syanin, menunggu orang rumahnya membukakan pintu terasa sangat lama karena ia sudah sangat khawatir. Tidak biasanya Syanin sakit berhari-hari. Meskipun Rey tahu Syanin mudah lelah, tapi biasanya hal itu cepat dilewati oleh Syanin.

Terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah Syanin membuat Rey menegakkan kepalanya, seorang laki-laki kemudian membuka pintu. "Eh? Bang Rey? Kirain Kak Geri lagi," ujar Alex, adik bungsu Syanin.

Rey hanya tersenyum kecut, tentu saja ia tahu siapa Geri. Dan, ketika mendengar kata-kata Alex, Rey jadi mengetahui bahwa Geri sudah berapa kali mengunjungi Syanin. Tetapi, kemudian ia mengusir pikiran buruknya. "Syanin ada?"

"Ada, Bang. Itu di ruang keluarga," jawab Alex. "Yuk, masuk dulu, Bang."

Rey memasuki rumah berlantai dua tersebut, menuju ruangan yang diberitahu Alex.

Disana, Rey melihat Syanin dengan kaos rumahannya, celana pendek, rambut dicepol sembarangan, kacamata bertengger di hidung mancungnya sambil menatap layar laptop yang ada di depannya, sibuk mengerjakan sesuatu. Dan, Rey juga bisa melihat wajahnya yang masih terlihat sedikit pucat.

Syanin belum menyadari kedatangan Rey. "Lagi ngerjain tugas dia, padahal masih sakit," bisik Alex. Mereka berdua masih berdiri dengan jarak beberapa meter dari Syanin.

Rey berjalan mendekat, meletakkan chatime yang tadi ia beli tidak sengaja di sebelah laptop Syanin, membuat sang empunya mendongak.

"Abang? Ngapain disini?"

Rey & Syanin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang