1st (Crown)

4.2K 326 119
                                        

"Akan ada hari dimana kita mulai mempertanyakan siapa diri kita sebenarnya"

************

Malam bulan Purnama di musim gugur. Cahaya terang sang rembulan menerobos masuk melalui kaca mobil yang Seokjin kendarai. Jeon Jungkook menurunkan kaca mobilnya sedikit dan membiarkan angin dingin musim gugur menyegarkan area wajahnya.

Malam ini rencananya Seokjin akan mengajak Jungkook pulang ke rumahnya, sebelum menghubungi Wonwoo dan membiarkan si bungsu kembali tinggal dengan kakaknya.

Suara lembut Ailee yang terdengar dari Radio adalah satu-satunya suara yang mengisi mobil keduanya. Jungkook sibuk menatap jalanan dan mengagumi bagaimana beberapa hal berubah selama 20 tahun. Terlihat asing tapi juga menakjubkan.

"Jung, apa kau bermimpi sesuatu selama tertidur?"

Suara Seokjin sedikit mengejutkan Jungkook, terbukti dari kedua bahu anak itu yang tersentak kecil sebelum iris kembarnya menatap Seokjin.

"Bagaimana bisa kau masih bersikap menggemaskan begini? Mentalmu juga terhenti di usia 20?"

Si bungsu itu mendengus kemudian mengangkat kedua bahunya. "Bagaimana aku tahu? Hidup seperti ini baru ku jalani selama satu hari."

"Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan saat bertemu Jieun hari ini."

Netra Jungkook berkedip pelan, menanti Seokjin untuk melanjutkan kalimatnya.

"Aku adalah bangtan yang pertama sebelumnya. Apa putraku juga akan menjadi yang pertama?"

Menjadi yang pertama adalah sebuah mimpi buruk yang sesungguhnya. Jungkook dapat mengerti tentang kekhawatiran Seokjin mengenai semua itu, apalagi sang kakak sudah mengalaminya sendiri. Hidup menjdi yang pertama dan dikejar oleh kematian selama 25 tahun.

"Ah membayangkannya saja sudah membuat kepalaku sakit. Seperti baru kemarin peperangan itu berakhir, dan aku harus menghadapi sesuatu lagi. Hyung tidakkah kau pikir ini menyebalkan?"

Seokjin tersenyum kecil, ia tau Jungkook tak sepenuhnya mengeluh. Apa yang anak itu lakukan hanyalah untuk sedikit menangkan dirinya.

"Untuk keselamatanku, aku akan menggenggam tanganmu seperti ini." Begitu jemari Jungkook menggenggam jemarinya, Seokjin langsung merasakan suasana hatinya sedikit membaik. Rasa tenang itu membuat seulas senyum terpatri di paras tampannya yang tak terlalu berubah meski umurnya tak bisa dikatakan muda lagi.

Kemampuan Jungkook masih sama, anak itu bisa mengendalikan perasaan orang disekitarnya dengan baik. Dan Seokjin masih saja kagum akan hal itu.

"Kau mempermainkanku lagi." Jungkook tertawa kecil, "Tapi terimakasih." lanjut Seokjin sembari tersenyum ke arah adik bungsunya itu.

Mobil Seokjin memasuki halaman rumahnya yang tampak lebih besar dari apa yang Jungkook bayangkan. Rumah kakak pertamanya itu memiliki dua lantai dengan tampak luar yang mengagumkan.

"Hyung, apa pekerjaanmu?" tanya Jungkook saat keduanya sudah berada di dalam rumah.

"Mengelola sebuah toko kue. Kenapa? Hasilnya mengagumkan?"

Jungkook mengangguk dengan cepat. "Untuk seseorang yang memiliki latar pendidikan yang buruk kau melakukannya dnegan baik."

"Setidaknya aku lulus dari SMA."

Jungkook merengut. "Ya, ya. Aku tau, adikmu yang bodoh ini bahkan tidak memiliki ijazah SMA. Akan jadi apa aku nanti."

Seorang remaja laki-laki bangkit dri sofa dan mematikan televisinya kala mendengar suara Seokjin. Putra pertama Seokjin itu menghampiri sang Ayah dengan sedikit tergesa.

We're The LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang