"Orang yang terlihat begitu tenang, juga memiliki ketakutan dan rasa lelah mereka sendiri"
****************
Taehyun mendapati sosok Hyuka tengah melamun saat ia sampai di kelas. Ada banyak beban yang bisa Taehyun lihat dari raut wajah sahabatnya itu yang tampak sendu.
Seulas senyum terpatri di bibir Taehyun, bersamaan dengan langkahnya yang diseret cepat menuju meja Hyuka yang ada di belakangnya.
"Bagaimana malammu?" Hyuka sedikit tersentak, tapi kemudian menggeleng.
"Tidak terlalu baik," ujarnya dengan suara lirih.
"Kau akan mati muda jika banyak berpikir seperti itu."
Helaan nafas pendek terdengar dari remaja jangkung itu. "Aku memang akan mati muda."
Sedikit tersentak, Taehyun memukul kepalanya sendiri. Ia tahu kalau Hyuka tengah dalam kondisi yang sangat sensitif sekarang ini, bagaimana mungkin ia bisa mengatakan semua itu.
"Aku membawakanmu sesuatu." Taehyun mengeluarkan satu bungkus roti dengan isian coklat bersama satu kotak susu coklat.
Lagi-lagi Hyuka menghela nafas panjang. "Terimakasih."
Taehyun mengangguk sebelum kemudian fokus menjawab panggilan teman-teman mereka seperti biasanya. Seperti beberapa hari terakhir ia tak pernah mendengar sesuatu yang buruk. Seperti Taehyun tak pernah mendengar fakta bahwa nyawanya diancam oleh sesuatu.
Netra Hyuka masih fokus pada wajah cerah Taehyun, sampai sang pemilik menyadarinya. "Ada yang ingin kau tanyakan?"
"Apa takdir kita tak membebanimu?" ujar Hyuka dengan suara pelan.
"Itu membebaniku, karena itu berarti aku harus menjaga kehidupanku."
"Tapi kau terlihat begitu tenang."
Taehyun tersenyum kecil. "Itu hanya karena aku terbiasa bersikap tenang, Hyuka. Aku sama takutnya seperti dirimu, aku takut meninggalkan Ayahku. Semenjak kematian Ibu, Ayah hanya memilikiku."
Perkataan Taehyun terus berputar di kepala Hyuka sepagian itu, sampai ia izin untuk istirahat di unit kesehatan karena merasa tak enak badan.
Taehyun sesekali menatap kursi kosong di belakangnya itu dengan perasaan khawatir. Ia takut, Hyuka benar-benar terbebani dengan semua ini. Apalagi status sahabatnya itu menjadi yang pertama pasti terasa sangat berat.
"Taehyun, bisa bantu Ibu sebentar?"
Anak itu sedikit tersentak, kemudian menatap sang guru yang cukup kerepotan membawa tumpukan buku tugas dari kelas mereka.
Sebagai seorang ketua kelas, tentu saja Taehyun mengangguk dan membawakan separuhnya.
Selesai dari ruang guru, anak itu berjalan sendirian. Koridor benar-benar masih sepi mengingat kegiatan belajar memang masih dilakukan di dalam kelas.
Langkah Taehyun tampak begitu lambat, tak ada sesuatu yang ia kejar sehingga ia harus terburu-buru. Ia ingin memakai prinsip yang selalu Ayhanya bicarakan hampir setiap hari.
Hiduplah dengan tenang jangan terburu-buru. Baru kita bisa menikmati indahnya hidukedua baru Taehyun kembali melangkah, namun ia bisa merasakan ada sebuah aura aneh berada tepat di belakangnya. Anak itu tersenyum kecil. "Aku tahu kau ada disana. Jangan bersembunyi dariku seperti soerang pengecut."
Sang bangtan kedua baru saja ingin melihat apa yang ada di belakangnya, namun seseorang sudah mencengkram erat pergelangan tangannya. Bayangan hitam itu menariknya, lalu mendorong tubuh kurus Taehyun masuk ke dalam sebuah laboratorium dengan kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're The Last
FanfictionKetika melindungi anak-anak mereka terasa jauh lebih sulit dan menyakitkan daripada melindungi diri mereka sendiri. Cerita ini hanya tentang Kehidupan generasi Bangtan yang selanjutnya, dengan ke 7 Bangtan generasi sebelumnya yang berhasil bertahan...