Empat Puluh Delapan - Kejujuran

277 21 3
                                    

Bukankah jujur lebih baik meskipun menyakitkan? Daripada kita terus melanjutkan dengan sebuah kebohongan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukankah jujur lebih baik meskipun menyakitkan? Daripada kita terus melanjutkan dengan sebuah kebohongan. Aku sakit, kamu pun bisa lebih. 
-
-
-

"Kita?"

Nadya menghela napas panjang, menunduk sebentar untuk mempersiapkan diri. Gadis itu memainkan jari-jarinya sebentar. Bicara, tidak, bicara, tidak, dia sedang mencari jawaban dari dua pilihan yang dibuatnya.

Tapi Nadya harus jujur, bagaimana tentang hatinya yang sebenarnya. Mau bagaimana pun baiknya Bagas ke Nadya, kalau gadis itu sama sekali tak punya rasa, semuanya harus segera di selesaikan. Karena semakin lama Bagas terlarut dalam dirinya, semakin besar pula rasa bersalah yang Nadya punya untuk Bagas

"Nadya," suara lembut Bagas mampu membuatnya mengangkat kepalanya kembali. Kedua sorot mata cowok itu sudah terlihat sangat membutuhkan jawaban dari Nadya.

"Apapun jawaban gue, lo akan terima kan?" Tanya Nadya dengan hati-hati.

Bagas hanya mengangguk, dia sudah pasrah jika memang jawaban Nadya tak akan sesuai dengan harapannya.

Nadya meraih kedua tangan Bagas, digenggamnya dengan lembut. Bibir mungil gadis itu sudah mulai bergetar, tapi dia harus tetap berbicara.

"Lo orang baik, Gas. Orang yang sangat baik yang selama ini gue kenal. Kalau sampai gue nyakitin lo, gue bener-bener jahat." Nadya menjeda perkataannya sebentar, lalu dia menangkap paras sendu dari cowok itu. "Selama berbulan-bulan kita dekat, gue berusaha untuk buka hati gue. Ngelupain bayang-bayang Revan dari hidup gue."

"Lo kasih semua yang gak gue dapat, lo jauh lebih bisa ngertiin gue. Selama ini gue ulur waktu sampai selesai ujian karena gue benar-benar harus bisa berpikir jernih tentang perasaan gue ke lo. Dan sekarang, gue udah dapat jawabannya, gue tetap gak bisa buka hati gue buat lo. Mungkin Tuhan tau kalau gue gak pantas buat dapatin cowok sebaik lo."   Suara Nadya sudah terdengar bergetar, tapi gadis itu harus tetap melanjutkan perkataannya.

"Nadya, gue---"

"Bentar, gue belum selesai ngomong." Potong Nadya langsung.

Gadis itu mencoba melihat di sekitarnya sambil sesekali mengedipkan mata. Kedua matanya sudah mulai memanas, tapi dia tidak boleh menangis. Nadya harus kembali pada tujuan awal, menyelesaikan semuanya. Bahkan sebelum bianglala yang mereka naikin kembali ke bawah.

"Gue masih sayang Revan, dan lo tau itu." Akuinya tanpa ragu. "Tapi gue gak menolak kalau ada orang yang berusaha ngedeketin gue. Gue pikir gue bakal cepat move on kalau ada orang baru di samping gue. Tapi ternyata gue salah, gue justru malah nyakitin lo dengan ngebiarin lo terlalu lama singgah di hati gue yang sama sekali gak ada tujuan."

Revanadya [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang