Bab 18 Bimbang, Bambang!

9.7K 1.2K 505
                                    

Kenan Attaqi Jusuf POV

Aku positif kena penyakit gendeng! Semua karena satu kata, tiga deng, Azalea Danastri Harimukti. Anak umur tujuh belas tahun yang biasanya dipanggil Alea itu berhasil membuatku gila dadakan. Bagaimana bisa aku menyukai cewek model gitu?

Seorang Kenan tak biasa bersikap baik sama orang, apalagi sampai peduli sama hidupnya. Aku tak punya alasan untuk peduli pada Alea dan dunia sekolahnya. Namun, sekarang dia malah jadi penghuni pikiranku.

Aku suka keunikannya, suka namanya, keceriaannya, wajah bodohnya, senyum lepasnya, nyablaknya yang imut, dan juga wajah cantiknya. Waktuku jadi nggak efektif karena memikirkan Alea. Dia berhasil menarikku dengan caranya sendiri.

Aku suka dia semenjak membawanya ke B-29. Di saat dia menangis, dia tampak rapuh. Membuatku ingin melindunginya. Namun, sesaat kemudian dia terlahir jadi sosok baru yang kuat. Aku saksi perjalanan hidup Alea untuk jadi dewasa.

Aku kagum pada kedewasaan sifatnya. Walau kekanakan dia bisa memaafkan dosa ibunya. Padahal aku yang tua ini belum tentu bisa memaafkan kesalahan fatal seperti itu.

Sadar diri, aku mulai aneh saat dia menjauh dulu. Selain senang mengomelinya, aku juga senang melihat wajah cantiknya ditekuk-tekuk. Akhirnya, dapat nomor HPnya. Kukasih nama ‘Crybaby’ alias cengeng di ponselku. Minta dari anak muda namanya Purba, walau dia agak senewen pas ngasih. Hah, dasar kurang adab, berani amat menganggap Alea itu kayak adiknya. Minta digetok senjata danru itu.

Bagaimana bisa standarku anjlok ndlosor macam ini? Habis Andina yang gitu, suka sama Alea yang gini. Bukan merendahkannya, hanya saja aneh bagiku. Aku jarang ngelirik anak SMA, lebih suka yang seumuran atau setahun lebih muda. Namun, Alea yang tujuh tahun lebih muda itu membuatku naksir. Bener-bener tragedi.

“Aku naksir kamu!” cetusku seperti molotov meletus.

“Ap … apa? Nak – naksir? Kakak waras, 'kan?” Dia gagu dan terbata-bata.

“Nggak, aku gendeng!” jawabku kosong.

“Kak, aku ambilin obat panas, ya? Kakak ngaco ini!” Alea lantas beranjak dari duduknya.

Aku meraih tangannya dengan cepat. Lantas anak itu kembali duduk di atas bantal kecil. Wajahnya memerah malu, tingkahnya kikuk.

“Bukan dalam artian sakit. Aku beneran suka kamu, Alea!” tegasku lagi.

“Tapi ini nggak mungkin, Kakak aja ngganggap aku kayak kuman,” ujarnya lucu.

Tuh, 'kan, imut.

“Mungkinlah. Semua terjadi gitu aja. Ini serius!” tegasku tanpa mengendurkan mata darinya.

“Tunggu deh, Kak. Sejak kapan Kakak suka aku?” tanyanya bingung. Namun, saat aku hendak menjawabnya dia bertanya lagi. “Nggak-nggak. Ini pasti salah. Kakak mungkin cuma aneh karena baru putus sama mbak Andina. Iya 'kan?”

“Aneh, 'kan, ya? Ini emang aneh, 'kan!” tegasku dengan wajar.

“Heem, aneh banget. Aku cuma kayak kuman doang, 'kan?”

“Iya, virus! Virus yang harus dimusnahkan!” ceplosku yang membuatnya manyun.

Dia menatapku lekat. “Iya sih, tapi harus seburuk itu, ya?” Mulai putus asa.

Deg-deg! Hatiku nggak kuat! Jantungku berdebar hebat! Ini rasa yang cuma muncul saat jatuh cinta. Aku nggak bodoh, berulang-ulang aku merasakan rasa dengan wanita. Mantanku ada dua, Emma, dan Andina. Aku pacaran dengan Emma saat berteman dengan Andina. Putus dengan Emma baru dengan Andina.

Hop! Jangan lihat aku kayak gitu!” larangku sambil menutup mukanya dengan buku.

Dia gelagapan dan berhasil meronta. Lantas dia menatapku lagi.

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang