Bab 37 Tergelincir

10.5K 1.5K 263
                                    

“Lagi ngapain, Sayang?”

Sapaku terdengar riang dan kangen pada seseorang yang jauh di sana. Siapa lagi kalau bukan Kenan Attaqi Jusuf. Mantan yang sekarang kembali menjadi pujaan hati seorang Alea. Serius, aku baru sadar kalau Kenan memang tipikal lelaki yang gagal move-on.

Semoga kalau sama aku ini, cukup sekali putusnya. Selanjutnya diputusin ke jenjang pernikahan aja, aamiin. Ngarep banget, tapi aku belum mau melepas masa lajang. Aku masih cinta terbang, tapi Kenan memintaku berhenti jika jadi istrinya.

Jelas, aku nggak mau!

Terdengar erangan malas dari seberang. Kenan baru bangun tidur. Olala, aku lupa. Ragaku masih di Jayapura, yang notabene dua jam lebih cepat dari Malang. Di sini masih jam tujuh pagi dan di Malang jam lima, aku di hotel karena pesawat harus Remain Over Night (RON) alias nginep. Hari ini baru balik ke Jakarta.

“Baru bangun, Dele. Capek banget,” jawabnya pelan.

“Buruan subuhan sana!” suruhku.

“Kamu udah?”

“Kak, di sini udah jam tujuh pagi!” jawabku cepat.

“Oh, maaf,” ucapnya sambil menguap. “Kapan balik?”

“Nanti jam 12,” jawabku lagi. “Sejam lagi aku check-out!”

“Cuaca?”

“Hujan deras nih. Mendung gelap. Bikin kangen,” tanganku menyusuri selimut hotel.

Sama, Malang juga dingin. Enaknya meluk istri apa daya masih bujang lapuk,” sindirnya yang membuatku mesem.

“Nikah dong, Mentor!”

Calonnya nggak ada!” balasnya sewot.

“Masa ngganteng gitu nggak laku,” godaku usil.

“Ganteng nggak jaminan pacarku mau diajak nikah,” uhh pepet terus, Kenan!

“Lah katanya tadi nggak punya calon!”

Punya pacar belum tentu punya calon, 'kan?”

Jawaban Kenan bikin aku keki. Paling pinter ya nih cowok ngubek-ubek hati dan rasa. Abaikan! Mari lakukan semenit berpikir senyap. Memikirkan hal apa saja yang harus kulakukan saat terbang di cuaca buruk kayak gini.

Serius sumpah cuaca kayak nggak ada cerahnya. Apalagi Papua yang notabene emang curah hujan tinggi. Banyak penerbangan yang cancel sejak kemarin sore. Semoga nanti siang baikan dikit biar aku bisa balik ke base.

“Alea!” buyar Kenan yang merusak lamunanku.

“Eh iya, Kak.” Aku lupa masih dalam saluran telepon rindu bersamanya.

“Kamu kok diam? Ada yang perlu diomongin lagi, nggak? Aku mau persiapan dinas nih!”

“Oh nggak. Kalo gitu Kakak lanjut aja,” suruhku.

“Oke, lanjut aja! Jangan lupa kabari kalau mau terbang ya?” pesannya seperti biasa.

Telepon ditutup, begitu saja tanpa kata cinta kangen rindu. Kurasa dia sudah tenggelam dalam kesibukannya. Ya sudahlah bisa apa, walau aku masih merindukannya. Aku merasa bersalah udah ninggalin dia gitu aja kemarin. Namun, kayaknya dia cuek aja, lempeng gitu. Malah asyik menggelontorkan candaan sarkasme model tadi.

Padahal di balik sikapku yang kayaknya butuh nggak butuh ini, aku suka banget sama dia. Aku kangen berat sama Kenan. Pengen bolos kemarin dengan alasan apa kek.

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang