Bab 28 Merelakan Papa Tidak Apa-apa

7.7K 1.1K 225
                                    

Alea, semua yang kulakukan ini adalah untukmu. Aku nggak mau kamu kehilangan peluang untuk masa depanmu. Aku nggak suka kamu berakhir sebagai budak cinta, tanpa cita-cita. Aku ingin kamu meraih cita-citamu di masa depan, Al.”

Kata-kata Kenan terngiang lagi di telingaku. Oke, masa depan! Masa depan model apa sih yang kalian harapkan Wahai Orang Dewasa, huh! Apa aku harus jadi presiden, supaya kalian puas? Apa aku harus banyak uang supaya dianggap sukses dan punya masa depan?

Wajarlah seusiaku ini masih bingung sama masa depan. Namanya juga ababil, ABG labil. Otaknya belum sinkron, belum stabil. Wajar kalau pengennya happy-happy aja. Namun okelah, demi kalian para orang dewasa, seorang Alea akan mikir keras mulai sekarang.

Aku mulai mikirin cita-cita. Kalau mantan bersinarku tahu, dia pasti puas. Namun, nggak jamin dia minta balikan lagi sih. Well, pemikiranku tentang cita-cita dimulai sejak seminggu setelah putus dari Kenan. Aku mulai rajin berkunjung ke ruang BK.

Ruang BK adalah ruangan paling membosankan di seluruh dunia. Ruangan penuh stigma negatif karena sering jadi langganan manggil anak badung biang ribut. Sebadungnya aku, nggak pernah sih masuk ruang BK. Kecuali beberapa hari ini untuk cari info perihal perguruan tinggi atau pekerjaan selepas SMA.

Sesungguhnya aku nggak mau kuliah. Malas aja sama dunia akademik gitu. Bukannya aku nggak mampu jadi mahasiswa, cuma aku malas aja berkutat sama pelajaran. Malas belajar bukan berarti bodoh, ya. Otakku nggak perlu diragukan, Biologi Matematika Kimia aja sering dapat 100 kok. Aku pengen langsung kerja aja!

Apa yang kerjaan yang bisa dimasukin sama lulusan SMA? Kowad? Polwan? Bisa sih, tapi aku nggak bakat di dunia gituan. Bukan nggak mau sengsara, cuma aku nggak suka aja sama dunia itu. Udah bosan hidup di lingkungan model gitu dari bayi.

Bingung juga sih bawa hidup ke mana ini! Namun, otakku mulai penasaran setelah melihat selebaran yang tertempel di dinding ruang BK. Itu adalah rekrutmen pramugari sebuah maskapai milik pemerintah. Kok tiba-tiba aku pengen, ya?

Kesannya kok gimana gitu, berseragam tapi tetap tampil cantik. Mana bisa naik pesawat terus, aku 'kan suka naik pesawat. Keren aja gitu kesannya, keliling pulau. Makan pagi di mana, makan malam di mana.

Iseng, aku langsung membuka website pendaftaran pramugari maskapai itu pakai Macbook hadiah dari papa. Tentu tanpa sepengetahuan papa karena pengen kasih kejutan ke beliau. Semoga bangga. Biar usaha beliau dalam memisahkanku dan Kenan nggak sia-sia.

Fuuh, menyebut nama Kenan membuatku mood-ku ambyar. Sesaat setelah membuka website itu, aku buyar. Kembali layu ndelosor ke atas meja belajar. Nggak semangat lagi berselancar di internet. Mau belajar juga udah bosan, setengah buku soal-soal Kimia baru saja kukhatamkan. Buka IG pengen ngintipin Kenan melulu, nggak boleh, haram!

Ya udah, mendingan ngintipin grup humor di IG. Ya elah bego, sama aja buka IG. Ya udahlah, yang penting nggak nge-stalk Kenan, 'kan?

Haiiii Sahabat …,”

“Aku bukan sahabatmu!” gumamku cuek sambil memandangi layar PC.

Demi lemaknya Karla, ngapain aku malah mantengin Tante Kekeyi! Teramat gabut kurang kerjaan amat sih aku. Saking ambyarnya hatiku? Seniat itu aku!

“… yuk kita mukbang lagi! Kali ini aku mau mukbang daging kodok rebus, Sahabatttt!”

“Aku bukan sahabatmu! Iye, bodo amat! Aku nggak nanya!” balasku ngaco.

Tapi sebelum makan kita baca doa dulu ya?”

“Iyaaa… baca doa! Baca!” timpalku sekenanya.

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang