Bab 39 Nama: Alea, Cita-cita: Cuti

11.3K 1.4K 207
                                    

Alea makan yang banyak!”

Kemudian Pak Yudho menimpa piringku yang mulai kosong dengan nasi hangat. Aku cuma bisa manyun, sementara itu Kenan hanya mengunyah nasi tanpa banyak bicara. Mama Meta terlihat tersenyum gemas.

“Papa,” protesku kesal. “Lea harus jaga berat badan, nggak mau nasi banyak-banyak!”

“Aduh, manjanya anakku! Nggak, kamu harus makan banyak. Kamu harus sehat lagi,” omel ganti Papa sambil mendelik. Alamak takut.

Sekarang aku berada di ruang makan sedang makan malam bersama Papa, Mama, dan Kenan. Si kecil, Bagas udah tidur di ranjang bayinya. Karena anak bayinya udah tidur, Papa dan Mama gantian memanjakan anak sulungnya yang bikin jantungan tadi siang ini.

Aku cuma makan nasi dikit, kadang makan roti gandum buat jaga berat badan. Bagi pramugari berat badan geser kanan dikit udah mencak-mencak. Mungkin mereka nggak paham itu. Mungkin pacar gantengku cuma bisa melongo karena lonjakan sikapku.

“Udah nggak apa-apa, 'kan lagi cuti. Besok olahraga sama Kenan,” putus Papa santai. “Kenan nggak keberatan ngajak Alea lari-lari, 'kan?”

Uhuk!”

“Keselek, 'kan!” timpalku.

Kenan meminum air dengan cepat lantas menata napasnya. “Siap, Komandan. Saya akan luangkan waktu buat Alea.”

What?” lonjakku kaget.

Kenan mesam-mesem sambil melirikku. Kayak puas gitu udah bikin aku ngowoh kayak blackhole. Dia nggak sayang dinesnya apa gimana?

“Waah, sebegitunya kamu suka sama anak saya, Ken!” puji Papa senang.

“Siap, izin sebenarnya sore ini saya ingin meminta izin kepada Komandan untuk melamar Alea,” ceplos Kenan yang membuatku langsung bengek.

Gantian aku yang keselek biji cabe.

“Kak,” tekanku pelan. “Nggak usah ngaco.”

“Serius, Al!” tegas Kenan sambil tersenyum kecil.

Kulirik wajah Papa sudah tak terdefinisikan. Seperti senang, kaget, bahagia, campur takjub. Mungkin baru ngeh kalau danton kesayangannya ini begitu tergila padaku.

“Kalau kamu serius mengencani anak saya, jangan panggil ‘Komandan’ lagi. Panggil saja ‘Om’!” ralat Papa sambil mesem. Wajah beliau sudah mulai ditata.

“Kenan mau ke sini bawa peningset?” ceplos Mama Meta.

“Mam …,” tegurku tak enak. Sambil mesem sejuta kode.

“Ups, Mama cuma konfirmasi saja, Al. Kalau mau lamaran resmi, kita juga harus bersiap, bukan?” ganggu Mama Meta sambil tersenyum usil.

Mereka memang sudah paham kalau aku masih anti sama kata pacaran, lamaran, atau nikah. Iya karena mereka tahu aku masih asyik-asyiknya kerja. Masih cinta banget sama dunia terbang.

“Ha ha ha, Ken, sebenarnya Alea itu masih alergi dengar kata menikah!” ucap Papa pada akhirnya.

Kenan hanya tersenyum tipis. “Siap Kom, eh, Om. Mungkin karena belum ketemu saya.”

Yooo terusno wis nggangguin aku! Mual juga lama-lama perutku di-bully terus. Mana si pacar narsis gila pula.

“Sekelas pilot Hercules ditolak Alea lho demi Kenan,” timpal Mama Meta. Aduh, makin ngaco ini bahasan.

“Ih Mama, nggak usah bahas dia kenapa sih? Alea emang nggak suka sama dia. Bukan karena Kenan,” tepisku setengah berbohong.

“Eh, gimana sih?” protes Kenan bingung. “Katanya kamu nungguin aku?”

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang