Bab 35 Turbulensi Hati

10.7K 1.4K 338
                                    

“Kamu flight ke mana, Alea?”

“Ke Beijing, Kak.”

“Berapa lama terbangnya?”

“11 jam, transit sekali di Denpasar. Ada apa sih, Kak Kenan?”

“Artinya aku harus nunggu kamu sebelas jam baru bisa tidur.”

Kesimpulan Kenan membuatku tersenyum. Kesibukan barunya selain jadi tentara adalah mantengin jadwal terbangku. Memastikan aku selamat dalam setiap penerbangan. Memastikan masih bisa mendengar suaraku yang baik-baik saja di sambungan telepon. Sama seperti papa dan kak Aga.

“Tidur ajalah, Kak. Aku baik aja kok,” suruhku sambil berkemas.

“Nggak mau. Nunggu kamu yang penting,” Kenan ngeyel dan itu cute.

“Ya daripada susah gitu. Nanti pasti aku kabari kok. Tenang aja …,” ucapku tenang.

“Tetep nggak bisa,” tekadnya ngeyel.

“Ya udah, terserah Kakak aja. Kalau ngantuk jangan salahkan aku. Jangan juga nyembur anak buah di situ!” ucapku menggodanya.

Kenan terkekeh. Sesaat kemudian dia berucap rindu sekali. Padahal baru dua hari kami berpisah. Dikira aku nggak kangen juga apa, plak! Hubungan kami makin intens, walau nggak ada status yang pasti. Dasarnya aku yang masih takut kecewa sama ikatan status. Walau, Kenan bilang takkan melepasku lagi kali ini.

Kapten (Pnb) Sandiaga Himawan
Punten Go-food …!

Setelah panggilan Kenan selesai masuklah sebuah pesan. Sejak kapan dia jadi driver makanan online? Untuk memangkas penasaran akut, langsung kutelepon saja nomornya. Karena aku belum bisa menjauhi Kenan ataupun Kak Aga, ya udah pasrah aja dideketin keduanya. Jujur, aku nggak tega nolak kak Aga walaupun aku teramat menyukai Kenan.

“Salah kirim, Capt!”

“Buka pintu depan dong, Dek!” suruhnya sopan.

“Lho, ngapain?” tanyaku bingung.

Udah buka saja!”

Belum habis rasa penasaranku, kini Kak Aga menambah list pikiran. Apa dia mau membuatku kesengsem lagi dengan membawa makanan, seperti biasa?

“Go-food!” sapanya riang.

Aku hanya bisa melongo dan tersenyum. “Ngapain sih, Capt?”

“Berhenti panggil saya gitu, panggil ‘Kak’ aja, atau ‘Sayang’ gitu,” pintanya yang membuatku merinding.

“Ih apaan sih, alay banget. Ya udah Kak Aga mau apa sih? Saya nggak mesan makanan lho!”

Padahal aslinya aku laper berat. Dan dia bawain aku sekotak nasi padang, krucuuukkk.

“Tapi saya tahu kamu pasti lagi lapar!” Kak Aga duduk di kursi kecil di depan kamar apartemenku.

Dia menggelar dua kotak nasi padang di hadapanku. Tak ada sungkan atau malu walau dia sedang memakai seragam loreng. Dia santai saja menenteng kresek demi aku, padahal sekelas pilot! Ckck, sebegitu sukanya dia sama aku.

“Ada flight 'kan hari ini?”

“Iya,” aku mengangguk sambil menutup mulut. Maklum lagi ngunyah ayam goreng.

“Ke Beijing?”

“Kak, nggak usah nanya kalau Kak Aga udah tahu. Perasaan udah nyita semua jadwal terbang saya.” Aku memprotesnya.

Kak Aga mesem, aduh, memang Alea bego ya! Cowok dengan eseman semanis rambut nenek gini ditolak mulu. Tapi senyuman Kenan lebih mak nyus di hatiku, gimana dong?

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang