“Minum nih!” sodor Kenan padaku yang masih meringis kesakitan.
Kami berhenti di depan minimarket sebelum pulang ke rumah. Padahal udah buru-buru lho, kok masih sempetnya peduli sama aku. Apaan nih? Kiranti! Pembalut bersayap! Dari mana Kenan tahu benda ginian? 'Kan aneh! Oh iya, jangan-jangan dari Andina!
“Nggak mau! Biasanya aku sembuh sendiri kok,” tolakku sewot sambil membuang tatapan mata ke arah lain.
Kenan meletakkan di tanganku dengan sabar. “Udah minum aja!”
Dia sangat memaksa, nggak tahu kenapa bisa gitu. Ya udahlah bisa apa, daripada aku diamuk Kenan dan juga Purba, mendingan minum aja. Kecuali Karla yang udah molor ke Kutub Utara, dua manusia indah ini menatapku lekat dan penuh paksaaan.
“Glek! Glek! Glek!” Aku minum dalam tiga tegukan.
“Enakan, 'kan?” tanya Kenan sabar. Aku mengangguk malu.
“Kakak tahu dari mana perihal Kiranti dan Charm Bodyfit nih?” tanyaku begitu saja.
Menyadari aku akan membahas masalah pribadi dengan Kenan, Purba pamit keluar. Katanya mau merokok. Kalau Karla biarin aja, mau ada banjir bandang juga dia nggak bakalan bangun.
“Andina,” jawabnya pelan. “Karin juga kadang minta tolong belikan pembalut yang ada sayapnya.”
“Heh, seriusan cowok model Kenan mau disuruh beli pembalut?” batinku heran.
“Kakak nggak malu beli pembalut?”
“Ngapain, katanya menstruasi itu sakit, 'kan? Makanya aku kasihan tiap ada cewek yang 'dapet',” jawab Kenan polos sambil memandang jalanan yang ramai.
“Wauw, segitu baiknya dia! Walau kasar tapi pengertian banget,” batinku kagum.
“Bahkan, Kakak tahu bahasanya mens itu ‘dapet’?”
“Aku nggak bego-bego amat kali, Al!” tekannya judes.
Iya sih, apa yang Kenan nggak tahu. Naklukin gunung aja bisa apalagi cuma cewek.
“Kamu harus sadar,” ucapnya dengan nada suara rendah.
“Apa?” potongku.
“Pacaran bukan hal yang pertama kali bagiku. Aku nggak munafik, pasti masih ingat Andina. Dia yang udah nemeni aku dari bukan siapa-siapa sampai jadi kayak gini,” jelas Kenan pelan.
Alea di mana ingatanmu? Baru nyadar kalau pacar pertamamu ini bukan lajang dari lahir? Beda dongs sama kamu! Iya-iya-iya, memang! Sakit sih kenyataan, tapi bener.
“Kakak pernah ngapain aja sama Andina? Grepe-grepe juga?” tanyaku lancang.
Kenan menatapku tajam. “Hush! Anak kecil ini! Kalau mau bahas mantan, kamu siap nggak patah hati? Sakit hati, cemburu?” omelnya.
“Ya … ya … siap-siap aja sih,” jawabku gamang.
“Malas, nanti kamu marah lagi. Aku nggak mau berantem sama kamu, Al!” tolaknya alot.
“Kenapa, aku berharga, ya?”
“Iya, banget!” jawabnya yang membuatku diam telak.
“Ya udah, aku siap kok kalau kita bahas Andina,” putusku ragu.
Kenan menyetop aksiku dengan tangannya. “Aku yang nggak mau! Pantang bahas orang lain saat kita berduaan!”
“Ya udah aku bahas kita aja, kasih aku bukti kalau memang aku berharga!” cetusku berani.
“Oke, kayaknya kamu memang butuh bukti fisik bukan cuma sekedar perkataan!” Kenan membalik badanku, kini kami sekarang saling berhadapan.
“Kamu mau apa? Pelukan? Ciuman? French kiss? Merah-merah di leher? Uang tunai? Grepe …,” celoteh Kenan yang membuatku ngeri seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa Duren // Republish
RomansaDuren alias durian adalah king of the fruits. Raja dari buah-buahan. Kenapa bisa jadi raja? Mungkin karena duren punya tahta. *plak Azalea, 17 tahun, adalah anak duren. Bapaknya dia buah dong? Nggaklah, Absurd! Oh bapaknya dia duren? Iya, duren. Ohe...