Mungkin inilah rasanya jatuh cinta pada pandang pertama terus jadi miliknya. Rasanya aku lagi jalan di setapak penuh kembang wangi banget. Bahagia aja rasanya kala hatiku udah termiliki, pada akhirnya. Hari ini, saat azan Maghrib berkumandang aku resmi melepas predikat jomlo seumur hidup.
Berita bahagia itu tak kusampaikan pada siapa pun, termasuk Karla. Ini semua masih rahasia. Aku tak keberatan, toh Kenan tetep mendekat. Lagian, aku takut diamuk papa. Secara aku nggak boleh pacaran, tapi nggak tahu sih kalau pacarnya sejenis Kenan.
Namun, hubunganku tak hanya diketahui oleh Tuhan, kami, dan wahana outbond saja. Om Purba yang aneh juga, duh, kenapa bisa ketahuan sih? Sumpah langkahnya senyap banget sampai nggak tahu udah ada di belakang kami.
Sekarang tinggal tunggu dan lihat, om Purbasari itu ember bocor apa nggak. Kalau sampai papa tahu perihal hubunganku dan Kenan, gimana dong.
“Tadi kamu ke mana, Al?” tanya Papa saat makan sahur.
Tiba-tiba perutku diaduk. Aku celingak-celinguk memastikan cuma ada papa di ruangan ini. “Main di belakang, Pa.”
“Papa udah pesan cepet susul ke depan, kenapa kamu malah main di belakang?”
“Ehehe, Alea tadi refreshing pas jemput Afika, anaknya om Rosid.”
Papa menatapku aneh. “Gitu, ya? Terus Kenan?”
“Uhuk!” Aku terbatuk gara-gara tempe goreng tepung nyelonong. Pandangan Papa makin aneh.
“Kamu aneh, ya?” telisik beliau. Mata tajam Papa memicing membidikku.
“Ih, nggak kok. Siapa sih yang aneh?” ralatku cepat-cepat.
“Ngapain kamu sama Kenan?” telisik Papa penasaran.
“Papa tahu dari siapa?” tanyaku ultra takut.
“Ya Papa nanya Purbalah, kamu lagi apa dan sama siapa?”
Hiiii, jujur amat sih itu manusia purba!
“Kami bahas tentang ujian semester Alea yang bentar lagi kok, Pa.”
“Bener?” Papa menegaskan mata tajam itu.
“I – iya Pap – Pa,” ujarku gagap kikuk.
“Awas kalau kamu aneh-aneh. Walau kamu udah belajar sama Kenan lagi, kamu harus tetap les di GO! Jangan buang-buang uang lagi, Al!”
“Siappp, Pa!” jawabku pendek.
Aih, otak meledak dong les di 2 tempat. Di Kenan mah enak sekalian modus. Lah, di GO? Hiii, malas! Tapi salahku juga sih, kemarin ngebet di sana. Keplak, keplak, keplak!
Acara makan sahur itu pun diakhiri denganku yang membantu Mbak Samina mencuci piring. Papa juga membaca Al-Qur’an untuk menunggu subuh. Kalau Alea jangan ditanya, jelas tidur setelah subuh. Takut ngantuk pas di sekolah.
Sekolahku masuk jam 7.30 setiap bulan puasa. Masuk agak siang, tapi pulangnya juga nggak terlalu sore. Beberapa hari lagi memang akan ujian semester alias kenaikan kelas. Yaps, aku mau naik ke kelas tiga! Ya Allah, cepet amat perasaan.
Sekolahku yang akan segera berakhir itu tak diimbangi denganku yang masih gitu-gitu aja. Meski dapat status hubungan baru yakni pacaran sama Kenan, aku masih nggak punya cita-cita mau jadi apa.
Serius ya, aku masih bingung dan nggak tahu jati diriku itu apaan. Potensiku banyak yakni bolos, suka jajan, suka dihukum tapi itu nggak mengarah ke cita-cita. Masa iya hobi masak ini diteruskan jadi cita-cita?
'Kan, bimbang berjilid-jilid.
---“Pagi, Dek!”
Sapaan Om Purba tak kubalas apa pun. Aku kesel sama dia. Nggak tahu dia bakal ngomong apalagi sama Papa. Makanya, mulai sekarang aku rada cuek sama dia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Papa Duren // Republish
RomanceDuren alias durian adalah king of the fruits. Raja dari buah-buahan. Kenapa bisa jadi raja? Mungkin karena duren punya tahta. *plak Azalea, 17 tahun, adalah anak duren. Bapaknya dia buah dong? Nggaklah, Absurd! Oh bapaknya dia duren? Iya, duren. Ohe...