Bab 12 Penyiksaan Alea

8.5K 1K 252
                                    

Kenan mengangkat ponselnya yang menyala dan berdering lembut. Lagu kesukaannya yang juga jadi kesukaan Alea itu berbunyi. Ada nama seseorang berkelip, Andina. Ada apa Andina menelepon di malam selarut ini? Di saat Kenan baru saja rebah di kasur setelah seharian letih bekerja.

Lelaki tampan itu tak lantas mengangkat telepon. Dia lebih suka membenamkan wajahnya di bantal empuk. Entah, malas saja berdebat di malam selarut ini. Kelelahannya pasti bisa memantik emosi, dan Kenan enggan emosi dengan siapa pun.

Dia cukup emosi dengan Alea. Sikap gadis manja itu seperti mengambil jarak dengannya. Sang komandan jarang menghubunginya lagi untuk mengajari Alea. Komandan menyuruhnya untuk fokus pada acara HUT satuan seminggu lagi.

Kenan baru sadar sudah tiga minggu dia kenal dan berhubungan dengan Alea. Seperti baru kemarin mereka bertemu dengan tak sengaja, ternyata sudah tiga minggu. Entah kenapa dia merasa waktu berjalan cepat. Sejujurnya, Kenan tak suka dengan jarak yang ada di antara mereka.

Dirt! Ponsel Kenan bergetar lagi.

Merasa terganggu akhirnya lelaki itu mengangkat panggilan Andina. “Kalau mau ngajak debat, mendingan nggak usah. Aku capek!”

Ken?” panggil Andina lembut dari seberang. “Kamu nggak kangen aku?”

Kenan menghela napas berat. Kangen? Mungkin sedikit. Sebab sikap Andina terlanjur mengecewakan Kenan.

“Mau apalagi, Ndin? Aku capek!” keluh Kenan pelan.

Aku tahu salahku besar, Ken. Tapi jangan abaikan aku kayak gini. Udah berapa hari ini kamu cuekin aku!” kata Andina sambil menangis.

Sudah hilang rasakah kamu, Ken?” imbuh Andina sedih.

Kenan bangun dan duduk. Dia mengusap mata tajamnya dengan letih. Masalah cinta mengambil separuh kesehatannya sekarang.

“Kamu tahu 'kan kalau aku nggak suka dicurigai! Kamu berubah, Ndin. Apalagi sejak kamu ikut putri-putrian itu!”

Kamu nggak bangga sama aku? Aku bisa manfaatkan kecantikan dan otakku, Ken.”

“Aku bangga kamu apa adanya, Ndin. Seperti kita belasan tahun silam, saat aku tak di sisimu, kamu selalu percaya.”

Maaf, Ken. Tapi semakin lama aku perlu menjaga hubungan kita. Aku nggak mau kamu berpaling.”

“Lalu dengan cara memata-mataiku?”

Kon ngapusi aku pisan Ken!” (Kamu juga membohongiku, Ken!)

Sebab aku kesel mok curigai terus, Ndin! Kon ngrendahno harga diriku!” (Karena aku capek kamu curigai terus, Ndin! Kamu merendahkan harga diriku!)

Sepurane Ken, maaf! Aku cuma nggak mau kehilangan kamu!” (Maaf Ken, maaf)

“Tapi kamu malah kehilangan aku sekarang, 'kan? Percoyo aku, Ndin. Aku ndek kene kerjo nggak dolan!” (Percaya aku, Ndin. Aku di sini kerja nggak main!)

“Maaf Kenan. Maafin aku,” ucap Andina berulangkali.

Sebenarnya Andina masih sangat cinta. Hanya itu alasan kenapa ia sampai memata-matai Kenan.

“Kamu cinta aku nggak, Ndin?” tanya Kenan pelan.

Nggak usah mok takoni, Ken. Aku cinta banget karo koen! Kon gendeng a ngarani aku gak cinta maneh?” (Aku cinta sekali sama kamu! Kamu gila nuduh aku nggak cinta lagi?)

Ojo mbok ulangi maneh!” ancam Kenan. (Jangan kamu ulangi lagi!)

Iya Ken, balikan, ya? Yuk!” ajak Andina ingin mengakhiri kepelikan ini.

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang