Bab 26 Putus

7.6K 1.2K 410
                                    

Happy reading and get ready with napkin
===================

“Selamat Alea, kamu naik kelas dengan peringkat 1. Selamat, ya, Nak?”

Papa menghambur ke arahku seolah lupa dengan kejadian tadi. Wajah beliau kelihatan bahagia sekali sambil memelukku erat. Entah drama kumbara apa yang sedang dilakukan beliau ini.

Peringkat satu? Kok aku biasa aja rasanya, mungkin karena galau dan malu. Perihal aku yang kabur duluan tadi nggak dibahas papa. Sengaja atau memang nggak mau bahas?

“Bukannya Papa harusnya marah sama Alea?” tanyaku dengan suara serak.

“Bukannya beberapa hari ini Papa nggak mau ngomong sama Lea?” imbuhku lagi.

Papa melepas pelukannya dan menatapku lurus. Pandangannya emosi, bukan marah tapi lebih kepada kenapa semua ini bisa terjadi. Bertanya-tanya gitulah.

“Kenapa sih Alea kamu jadi seperti ini, Nak? Kenapa kamu bisa semarah itu, mempermalukan diri di depan teman-temanmu? Kamu tidak bangga dengan pencapaianmu?” berondong Papa.

“Papa yang bikin aku jadi kayak gini! Papa yang hancurin kemesraan kita. Kata Papa, cukup Alea di hidup Papa. Nyatanya? Kenapa harus ada orang lain, Pa?”

“Alea juga kenapa, katanya cuma ingin jadi anak Papa selamanya. Nyatanya punya gelendotan baru. Kamu duakan cinta papa sama Kenan,” balas Papa tak mau kalah.

“Papa tahu bukan itu maksud Alea. Emangnya Alea bakalan jomlo selamanya apa? Nggaklah!”

“Emangnya Papa nggak butuh pendamping? Alea, percayalah Papa ingin menikah lagi untukmu. Papa butuh bantuan untuk merawatmu,” jelas Papa masih alot.

“Emangnya kurang jelas, Lea cuma butuh Papa,” ulangku.

“Emangnya kurang jelas juga, Papa cuma ingin Lea jadi anak Papa!”

“Papa kok egois?”

“Lea juga egois!” balas Papa tak mau kalah.

“Posisi kita sama Nduk, sama-sama ingin memiliki cinta. Azalea, harus mengerti maksud Papa.”

“Papa boleh nikah lagi tapi nggak sama dia.”

“Apa salahnya sih, Al? Bu Meta itu orang baik, sabar walau tegas. Beliau mau yang terbaik buat muridnya. Apa yang dilakukannya padamu selama ini juga demi kebaikanmu,” jelas Papa sabar.

“Nggak, dia itu sukanya permalukan aku di depan temen-temen. Udah tahu aku nggak bisa, bukannya diajari malah dicibir. Suka merendahkanku, maksa, dan kasih tugas nggak masuk akal. Aku selalu dibedain sama dia, Pa!” lawanku.

“Setiap guru pasti punya gaya mengajar tersendiri. Kenan favoritmu itu juga galak, tapi kamu oke-oke aja!” tukas Papa yang membuatku mikir.

“Nggak, Alea nggak mau Papa nikahin dia. Titik!”

“Alea!” tekan Papa marah. Suaranya meninggi beberapa tingkat.

Apa itu, tangan beliau teracung ke udara! Hendak memukulku? Jangan bilang kalau ya! Sumpah aku kecewa kalau Papa sampai marahi aku karena orang lain.

“Papa bisa mutusin dia?” tanyaku pelan.

“Alea bisa mutusin Kenan?” tanya balik Papa. Aku kecut.

“Kenapa sesulit itu sih, Pa? Kenapa sih Papa nggak suka Alea pacaran sama Kenan?”

“Papa beneran mau pukul Alea demi bu Memet?” imbuhku dengan air mata. Tangan teracung papa berangsur menurun, seiring emosinya.

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang