Bab 15 B29

9.1K 1.1K 324
                                    

Ini adalah part yang paling saya sukai saat menulis cerita ini. Berasa imajinasi terbang ke sana padahal saya cuma di kamar. Suasana hati berasa gimana gitu, nggak bisa dijelaskan.
Anw, met baca aja Teman2 semoga terhibur.
#####

"Pingsan hobi barumu, ya?"

Daebak! Ini manusia indah dari mana datangnya? Saat aku baru melek dari kegelapan, Kenan muncul seperti azan subuh pertama yang menggema di kejauhan sana. Ini masih jam tiga pagi dan ngapain dia di sini!

"Om ngapain di sini?" ceplosku tanpa sadar sambil menutupi seluruh tubuhku dengan selimut.

"Kate tak jundu, nggak mentolo!" ujarnya menahan kesal. (Mau kujitak nggak tega)

"Lalapo koen selimutan? Dikiro aku napsu a ndeloki koen!" (Ngapain kamu selimutan? Dikira aku napsu melihatmu?)

"Ngapain sih Kakak di sini? Jam segini?" tanyaku bingung.

Aku agak semangat melihatnya, nggak tahu kenapa. Mungkin karena pertama kali dia pakai kata 'aku' dalam membahasakan dirinya sendiri. Padahal masih kesel lho. Namun, apa pantas aku kesel sama orang yang nolongin aku?

"Jaga serambi anaknya komandan yang galau akut!" jawabnya resek.

"Ih, aku nggak minta, nggak nyuruh!" kataku sewot.

"Niat saya mau jenguk kamu semalam, tapi Komandan tiba-tiba dipanggil ke divisi. Ya udah terpaksa saya jagain kamu. Lama-lama saya jadi baby sitter kamu, ya?" celotehnya menyebalkan.

Mana gayanya sok cool pakai lipat tangan ke belakang kek embah-embah lanjut usia sembari ngamati nakas kecil berisi makanan dan jajanan yang tak kusentuh sama sekali.

"Jenguk aku? Ngapain repot!" tanyaku masih sewot.

Dia menatapku lurus. "Kamu masih si Alea aneh itu, 'kan?"

"Paan sih!"

"Nih jajanan tumben nggak dicaplok? Biasanya nggak pakai lama tuh!" ejeknya kurang ajar.

"Kalau mau bikin aku kesel mendingan pergi deh. Aku lagi nggak mood berantem," tolakku sok banget. Padahal aku suka berduaan sama dia di sini. Heiii pacarnya orang, sayang banget!

"Ngapain kamu jam segini udah bangun? Tumbenan!" ejeknya lagi. Dia malah duduk di bangku di sebelah ranjangku. Tatapannya bikin deg-deg syur.

"Aku kebelet pipis," jawabku polos sambil menunduk malu.

"Ya udah sana! Jangan ngompol, ya, kamu!" tuduhnya jijik.

"Mana bisa, tanganku diinfus. Susah bawa ke kamar mandi," keluhku.

"Adoh, ngrepotne banget!" keluhnya tak mau kalah. (merepotkan)

Kenan mengambil infusku di tiang besi sambil membantuku turun dari ranjang. Tangannya hangat kayak ubi rebus. Kokoh dan kuat lagi. Walau menyebalkan, Kenan memang manly kok. Andaikan bukan pacar orang, udah kucap pakai spidol merah, 'Properti Alea'.

Kenan menungguiku pipis di luar kamar mandi. Untungnya di dalam kamar mandi ada cantolan infus. Jadi, dia nggak perlu masuk dan megangi kantong infusnya. Bisa heboh satu RS tentara ini kalau tahu adegan itu.

"Udah?" tanya Kenan judes dengan alis terangkat satu saat diriku selesai menunaikan hajat.

"Kenapa nggak Om Purba aja sih yang disuruh Papa? Kenapa harus Om Kenan?" celotehku bingung.

"Purba ngikut Komandanlah, dia 'kan ajudannya, Bego!" jawabnya kesal.

Aku menatapnya layu. "Iya memang aku bego."

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang