Aku berjalan menyusuri aspal, malam hari di Kota Seoul ternyata lebih dingin dari yang kukira, mungkin karena ini menjelang musim dingin aku tidak tahu, yang pasti Hari ini lebih dingin dari malam sebelumnya.
Aku mengeratkan coat panjangku, sambil menjinjing sekantong besar kresek penuh barang. Bukan barang sebenarnya, beberapa bahan makanan yang hampir habis diapartemenku
Aspal abu-abu yang berubah menjadi hitam karena gelapnya malam itu beruntungnya sudah usai, karena kini aku telah tiba didepan gedung apartemenku. Tidak terlalu besar dan bagus sebenarnya, tapi mungkin cukup untuk ditinggali olehku.
Aku memencet sandi apartemen dari pintu. Bunyi pintu apartemen yang menutup sebenarnya cukup memuakkan karena nyatanya aku lebih menyukai berada diluar dibanding didalam apartemen hangatku. Ya... Meskipun kehangatan itu hanya aku dapat dari pemanas ruangan yang sengaja dipasang ganda.
Aku meletakkan kresek besarku diatas meja dapur, mengeluarkannya satu persatu untuk dirapikan, sebenarnya bisa nanti saja mengingat badanku yang lelah karena bekerja seharian, tapi tidak! Berantakan itu bukan aku sekali!
Bukan bahan makanan yang istimewa yang aku beli mengingat disini jarang Ada orang, sekalinya ada ya seperti ini, pulang larut sekali karena capek bekerja seharian Dan akhirnya tidur dengan melewatkan makan malam.
Aku menata bahan makananku dengan rapi, beberapa disimpan dikulkas Dan yang lainnya disimpan dilemari kayu diatas kompor induksi itu.
Aku menghela napasku dalam-dalam. Remuk tubuhku hampir setiap hari kurasakan, namun tetap saja pekerjaan itu harus kulakukan. Sekedar mencari kesibukan dengan diriku yang Tak mau terlarut dalam kesedihan.
Setelah memastikan semuanya rapi terkendali olehku, aku mengendap-endap memasuki kamarku yang berada didekat TV besar diruang tengah. Sebenarnya sama sekali tidak berguna TV itu mengingat tidak Ada siapapun yang menyalakannya untuk menontonnya.
Aku melepas coat cokelat yang dari tadi melekat ditubuhku, menggantungkannya kembali menggunakan hanger Dan kusimpam rapi dilemari. Aku langsung menuju kamar Mandi setelah Sebelumnya melakukan peregangan punggungku beberapa kali.
Berendam air hangat memang satu kegiatan luar biasa, selain membersihkan badanku, berendam juga kupikir dapat menjernihkan kepalaku.
Seperti sekarang, aku beberapa Kali menghela napas menikmati hangatnya air beserta sabun Mandi yang berbusa banyak itu. Aku perlahan memejamkan mataku, bukan untuk tidur tentu saja, namun mengulang kembali hariku dalam pikiran.
Hari ini biasa saja sebenarnya hanya pergi bekerja, mampir sebentar ke toserba Dan pulang. Ya... Setidaknya hanya itu yang bisa kulakukan untuk mengalihkan perhatianku. Aku butuh itu agar tidak melulu memikirkan hal mengerikan yang menimpaku tempo waktu lalu.
Aku kembali menghela napasku panjang. Semua yang terjadi ingin sekali kulupakan, namun sialannya tidak Ada sedikitpun yang bahkan aku lupa.
Bunyi notifikasi pesan membuyarkan lamunku. Aku meraih ponsel yang sengaja kuletakkan disebelah bathtub tempatku berendam.
'hai, Irene...' begitu isi pesan tersebut.
Aku merenggut rambut kepalaku menjambaknya pelan oleh tanganku sendiri. Jinyoung sialan itu lagi!
Aku memejamkan mataku karena muak dengan pesan itu. Pria itu tidak Ada bosannya mengangguku, pagi, siang bahkan di tengah malam seperti ini?!
Moodku untuk berendam lebih lama sudah hancur karena pesan itu. Aku menggerakan tubuhku keluar dari bathtub putih milikku, membasuh sabun yang menempel ditubuhku, keluar dengan telanjang menuju kasurku.
Aku terlalu lelah untuk berganti baju Dan kupuskan untuk tidur hanya dengan bath robe warna hitamku. Aku langsung berbaring dikasurku Dan aku bahkan tidak mengingat kapan aku terlelap.
***
Aku terbangun dengan gelisah, cahaya matahari hampir menusuk mataku yang tengah terlelap. Aku tidak menyadari bahwa Hari ini sudah dimulai.
Aku langsung menuju kamar mandiku, membasuh tubuhku dengan asal-asalan kemudian berpakaian dengan terburu-buru.
Tidak ada waktu untuk berdandan tentu saja. Ini jam sembilan lewat 25 menit, terhitung aku terlambat 25 menit dari jam masuk biasanya.
Aku keluar dari kamarku dengan tergesa sambil masih merapikan rok kerjaku Dan betapa kagetnya aku saat melihat pria itu didepanku, tengah membuat kopi kelihatannya. Aku mengernyitkan dahiku. Kenapa dia belum berangkat jam segini?
Aku melewati pria itu Dan mengambil susu kotak dalam kulkas. Ia terlihat acuh juga terhadapku, walau aku memergokinya yang sesekali menengok kearahku.
Setelah kuteliti pria itu masih mengenakan baju rumahnya, hanya kaos putih Dan celana training panjang berwarna merah, rambutnyapun masih asal-asalan. Hal itu membuatku kembali mengernyitkan dahiku. Tumben sekali dia tidak berangkat kerja?
Aku memilih berlalu tanpa sepatah katapun terucap. Baik dariku ataupun dari pria yang tengah menyesap kopi hitamnya itu. Ya... Tidak ada yang perlu Kita bicarakan.
Begitulah hubungan kami, setelah Lima bulan berlalu saat kami sama-sama berdiri didepan pelaminan Dan mengucapkan janji suci masing-masing. Setelahnya tidak Ada yang menarik dari hubungan kami, kami sama-sama tidak peduli dan memilih tidak peduli bahwa status kami sudah berubah.
Begitulah kehidupan Bae Irene, menyedihkan huh? Ya... tidak Ada sapaan dipagi Hari atau desahan dimalam Hari. Karena ya... Aku Dan pria itu memilih hidup seperti ini, tidak Ada sedikitpun keberatan dari kami Dan tidak Ada penolakan apapun.
Ah... Pria itu tentu saja, karena dia aku berani mengambil keputusan seperti ini, karena dia Song Mino, pria yang menikahiku hampir Lima bulan belakangan ini. Ya... Song Mino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Menjelang Malam
FanfictionSemua Hal berpacu pada waktu, entah itu baik atau justru buruk untukku. Waktu yang membuatku akhirnya berbicara, menuntunku hingga bertindak, Dan mengarahkanku juga pada sesalan tiada ujung. Mungkin menjadi ilalang semakin menguntungkan, karena aku...