10

400 51 13
                                    

Aku berjalan menyusuri lorong kantor yang lumayan besar ini. Ini hari pertamaku bekerja setelah beberapa hari aku izin.

Aku duduk dikursi kerjaku, mendesah frustasi karena tumpukan dokumen yang harus kuselesaikan. Kenapa orang-orang disini tidak pengertian sekali sih?! Akukan habis sakit.

"Irene...! Bagaimana keadaanmu sekarang?" Sapa Wendy yang baru saja datang.

Aku tersenyum.
"Sudah lebih baik... Tapi sekarang aku tidak baik lagi..." Ucapku sambil menatap sendu dokumen yang berada dimejaku.

Wendy terkekeh.
"Ya... Yang sabar ya...!" Ucapnya sambil mengelus-elus pundakku.

"Oh iya... Dokumen ini harus kau diskusikan dulu dengan Pak Jinyoung..." Tutur Wendy lagi.

Mendengar itu aku tambah cemberut, kenapa pagi-pagi begini aku harus berhadapan dengan orang menyebalkan itu?!

***

Dengan gontai aku berjalan menuju ruangan Pak Jinyoung yang berada dipojok lorong. Sambil cemberut dan menenteng dokumen itu dengan tidak sopannya.

Ia langsung menyambutku sumringah ketika aku berhasil masuk kedalam ruangannya.
"Irene...! Bagaimana keadaanmu?"

Aku hanya tersenyum.
"Baik pak..."

"Kenapa tidak membalas pesanku? Padahal aku berniat menjengukmu kemarin..." Ucap Pak Jinyoung cemberut.

Aku tersenyum kikuk.
"Maaf pak... Aku sedikit kelelahan kemarin..."

"Padahal kau tidak usah masuk saja... Biarkan tubuhmu sehat dulu..." Tuturnya.

Aku menangkapnya.
"Tidak apa-apa... Aku sudah lebih baik..."

Pak Jinyoung mengangguk.
"Baiklah... Jangan lupa untuk makan ya... Bagaimana kalau makan siang denganku?" Ucapnya dengan mata yang penuh harap.

Aku tersenyum sambil menggeleng sopan.
"Maaf pak... Dokumennya..."

"Oh iya! Dan ohya... Setelah makan siang kau ikut denganku untuk bertemu klien..." Tututrnya lagi.

***

Aku berjalan mengekor pada Pak Jinyoung, aku tidak tahu ini dimana tapi yang jelas kantor ini jauh lebih besar dari kantor miliknya.

Aku mengikutinya masuk lift. Lift itu cukup penuh. Sebenarnya aku malas sekali ikut dengannya, namun apa daya aku hanya seorang karyawan yang harus manut atasannya.

Aku membelalak merasakan bokongku yang disentuh seseorang. Aku menoleh perlahan kebelakang melihat seorang pria yang tengah meremas bokongku dengan senyum menyeramkannya.

Aku berusaha melepaskan tangannya dengan tenang karena tidak ingin adanya keributan. Namun pria itu malah semakin keras meremasku. Suasana semakin gila saat seseorang masuk lift sementara aku harus mundur kebelakang. Aku merasakan sesuatu yang keras dibokongku. Ya! Penis pria itu mengeras dan menusuk-nusuk bokongku.

Aku semakin berusaha melepaskan tangannya, kepalaku keringat dingin karena aku takut. Hingga seseorang dipojok belakang berdehem.

"Eehhmmm..." Semua orang jadi menoleh padanya. Aku lebih kaget karena aku yakin orang itu adalah Song Mino, yang tidak lain adalah suamiku sendiri.

Mino menatap tajam kearahku dan beralih cepat pada pria itu. Aku lihat pria itu semakin gelisah melihat Mino disana.
"Kau... Aku pecat..." Ucapnya santai.

Aku membelalak kearah Mino namun ini adalah lantai yang kutuju, jadi aku harus turun dari lift, diikuti Pak Jinyoung beserta Mino dan beberapa karyawan.

Aku tidak mengerti maksudnya kenapa ia memepermalukan pria itu didepan banyak karyawan. Aku perlahan menghangat namun seketika kutepis. Mino mana mungkin bermaksud melindungiku kan?

Song Mino berjalan kedepan, ia langsung berjabat tangan dengan Pak Jinyoung. Aku semakin tidak mengerti, jadi Mino adalah klienku? Dan kantor besar ini ternyata milik suamiku?!

***

Aku duduk dengan kikuk saat aku menyadari Song Mino yang menatapku tajam dari arah sana. Sedangkan Pak Jinyoung tengah berkutat dengan penjelasan pada proposal miliknya.

Aku kemudian mencatat segala pertemuan kali ini dengan mengabaikan kecanggunganku sendiri. Tidak kusangka akhirnya aku menginjakan kakiku di kantor suamiku.

Entah kenapa kecanggungan ini rasanya sama seperti ciuman tempo hari. Mino memutuskan tidur dikamarnya terdahulu agar aku lebih tenang untuk tidur. Ya... Kadang pria itu pengertian juga.

Akhirnya pertemuan kali ini selesai, aku juga dengan cukup lancar mencatat semua prosesnya. Aku melihat Pak Jinyoung yang berjabat tangan dengan Song Mino.

"Maaf atas ketidaknyamanan di lift tadi..." Ucap Mino pada Pak Jinyoung.

Ia terlihat teringat lagi kejadian tadi.
"Aaahh... Omong-omong kenapa tiba-tiba?" Ujarnya sopan.

Mino tersenyum sambil terasa menatapku tajam.
"Karyawanku telah berperilaku buruk..."

Pak Jinyoung mengeryit tak mengerti. Namun Mino tidak menangkap ketidak mengertian Pak Jinyoung. Ia malah tersenyum dan melepas jabatan tangannya.

***

Aku memencet tombol pin di pintu rumahku. Pekerjaan hari ini begitu menumpuk hanya karena aku tinggal beberapa hari menyebabkan aku pulang selarut ini.

Aku melihat Mino sedang menonton TV disofa, ia menoleh kearahku. Kami saling bertatapan. Namun sesegera mungkin Mino kembali fokus pada acara TVnya.

Aku langsung menuju kamarku untuk mandi dan berganti pakaian. Kejadian tadi siang kembali terngiang. Kasihan juga pria itu. Meski dia berlaku tidak senonoh terhadapku, tapi kan setidaknya tidak harus dipecat di lift juga.

Entah kenapa aku sekarang diluar kamarku, disofa sebelah Mino yang sedang fokus pada TV.

"Ehhmm... Apakah... Apa kau melihat apa yang dilakukan pria tadi padaku makannya kau memecatnya...?" Ucapku kikuk.

Mino menyadari presensiku dan mengangguk.
"Ya..."

Aku jadi merasa bersalah pada pria tadi.
"Padahal kau tidak harus memecatnya juga..." Tuturku.

Mino menatapku tajam.
"Aku harus memecatnya... Istriku dalam bahaya tadi..."

Mendengar hal itu gelenyar aneh merambat pada seluruh tubuhku. Aku tidak bisa menjawabnya dan hanya menatapnya juga.
"Ooh... Baiklah... Aku mau tidur duluan... Kau mau tidur dimana?" Tanyaku ragu-ragu.

Mino masih menatapku tajam, walau ada rasa kaget disana.
"Aku boleh tidur dikamarmu?" Ucapnya spontan.

Aku mengangguk kecil.
"Itu... Itu... Terserah kau saja..."

Kisah Menjelang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang