Aku menghela napasku kasar setelah duduk disofa. Aku baru saja menyelesaikan kegiatan mencuci piring dan berbenah rumah. Orangtuaku beserta mertuaku sudah pulang semua, mereka senang melihat aku dan Mino dalam keadaan yang baik-baik saja setelah kejadian rumah sakit waktu itu.
Mino terus menerus menjadi juru bicaraku ketika ditanya soal hubungan kami kedepannya, membuatku merasa lega karena menghindari pertanyaan canggung itu.
Mino menyodorkan segelas jus jeruk dingin padaku yang sedang menikmati lelahku.
"Untukmu..." Ujarnya.Aku meraih gelas tersebut kemudian menegakkan tubuhku untuk minum. Mino tiba-tiba meraih pundakku setelh aku meletakkan gelas itu didepan meja. Memijit-mijit lembut disana. Aku tidak sempat memekik karena terlebih dahulu kaget karenanya.
Mino masih tidak bersuara namun tetap melanjutkan pijitannya.
"Ada apa?" Ucapku aneh.Mino menghentikan pijitannya sebentar.
"Kau tidak suka?" Tanyanya ragu-ragu.Aku menggeleng.
"Tidak... Maksudku kenapa tiba-tiba memijitku?" Tanyaku lagi."Kau pasti lelah..." Jawabnya singkat.
Kami langsung terdiam, sama-sama sibuk dengan pikiran dalam kami masing-masing. Sesekali aku jadi ragu dengan pilihanku, Mino telah berubah.
"Aku ingin bersamu selamanya..." Ucapnya amat pelan. Namun masih bisa kudengar mengingat Mino ada dibelakangku tengah memijitku.
Aku menghela napas pelan.
"Aku tidak mengerti jalan pikiranmu..." Terangku.Mino menghentikan pijitannya ia mengajakku menatap matanya.
"Aku juga tidak mengerti jalan pikiranku, ada banyak yang harus kulakukan sebelum aku benar-benar ingin bahagia bersamamu..." Tuturnya sendu.Aku mengernyitkan dahiku.
"Aku tidak mengerti..."Ia meraih pipiku, mengelusnya begitu halus.
"Aku sarankan kau tidak usah mengerti tentang hal itu..."Aku menatap sorot mata Mino yang mendalam, membaginya dengan netraku agar aku mengerti seberapa dalam disana, namun nihil, kedalaman itu tak terhingga sampai aku tidak tahu dimana mereka berdasar.
Mino memelukku lembut, menjalarkan kehangatan yang aku tidak pernah kurasakan. Aku membiarkannya, antara kasihan dan terlena dengan pelukan.
"Aku tidak tahu harus berapa kali meminta maaf padamu..." Tuturnya pelan.Aku hanya menghela napas, membiarkan napasku dan Mino menjadi seirama. Mino masih membuatku jatuh dipelukannya, aku memejamkan mataku untuk menikmatinya.
"Bagaimana ASI mu?" Tanya Mino tiba-tiba.Aku membuka mataku.
"Sudah tidak keluar, tidak sakit lagi sekarang..." Tuturku. Ia melepaskan pelukannya."Padahal kalau masih keluar aku saja yang akan meminumnya..." Ucapnya dengan nada yang intim.
Aku membelalak kaget dengan ucapannya barusan. Mino tertawa melihat ekspresiku.
"Kau lucu kalau sedang terkejut..."Aku mencubit keras pinggang pria yang tengah menggodaku itu sampai ia mengaduh keskitan. Aku mendelik secara kasar kearahnya. Tidak sadar bahwa pada akhirnya kami tertawa bersama, sebuah kejadian langka, ya... Amat langka.
***
Aku telah selesai membasuh tubuhku dan kini tengah bersandar pada dipan kasurku dengan santai. Aku membuka halaman sebuah buku yang sebelumnya telah kutandai.
Cinta bukan sesuatu yang datang tiba-tiba, tapi manusia rawat dengan telaten hingga dia tak sadar bahwa perasaan baru tumbuh dihatinya. Cinta juga bukan sesuatu yang dapat ditimbang dan ditaksir seberat apa yang diberikan, karena keduanya harus saling memberi, beban yang sama harus dipikul, cinta... Kata yang sederhana karena hanya terdiri dari lima huruf, namun menjadi rumit karena setiap huruf memiliki karakter yang sama sekali berbeda.
Aku jadi termenung setelah membaca baris buku itu. Imajiku langsung melayang, entah apa yang kupertimbangkan hingga menjadi sestress ini.
Aku tidak menyadari bahwa Mino telah duduk disebelahku, ikut juga membaca buku yang kubuka. Aku baru menyadaarinya kala pria itu menghembuskan nafasnya tepat ditelinga dan leherku. Aku menoleh kearahnya.
"Aku mencintaimu..." Hanya kecapan mulut yang amat pelan, aku hampir tidak bisa mendengarnya jika tidak kupasang telinga rapat-rapat.
Aku menoleh kearah pria itu, menemukannya tengah memeluk pinggangku erat dengan kepalanya masih diceruk leherku. Aku menghela napasku dalam-dalam.
Mino tahu dan hanya membiarkan aku berdegup kencang sebanyak mungkin karena aku yakin ia dapat dengan jelas mendengar debaran jantungku. Kami terdiam dalam posisi intim ini, sama-sama merasakan desiran darah dalam tubuh masing-masing, saling merasakan debaran jantung yang bisa didengar.
Aku tidak menyelesaikan bacaanku karena posisi intim yang diberi Mino kepadaku telah mengalihkan perhatianku, buku sama sekali tidak menarik dibanding pria besar yang tengah meringkuk disampingku ini.
Mungkin akhirnya dia kebas jadi ia beranjak untuk duduk tegap disampingku, aku menatapnya lembut, menyentuh tulang pipinya dengan jemariku dengan halus sampai ia terpejam merasakan sentuhanku.
Anggap saja aku gila karena hampir setiap hari aku berhubungan seksual, tapi ya... Aku mau itu sekarang! Aku merangkak naik menuju pada bibir sensual pria itu, mengecupnya dalam sekali, ia menyambutnya dengan senang dan membalas lumatanku lebih dalam lagi, lidah kami berpagutan mesra seperti tidak ada waktu lagi untuk berciuman.
Keadaan semakin panas, aku melenguh manja karena kini pria itu menyentuh bagian perutku dengan lembut.
"Aaakkhhh..." Aku mendesah keras dan melepaskan pagutan kami.Namun aku tertuju pada leher jenjangnya, menyesapnya parah hingga menciptakan hasil karya. Aku tersenyum singkat saat melihat bahwa tanda itu langsung memerah, aku kecanduan, aku buat lagi beberapa tanda disana hingga mino terpejam nikmat.
Aku buka kaos santai Mino dan Mino membantu membuka piama yang baru saja aku pakai. Kami dengan cepat menjadi telanjang, aku melenguh tidak karuan kala Mino memperbaharui tanda kemerahan dileherku yang belum hilang.
"Ahhhh... Mi...no... Akkhhh..." Desahku lagi.
Aku menatap wajah kenikmatan Mino tersenyum sebentar kearahnya, ia ikut tersenyum dengan kelakuan nakalku malam ini. Aku kehausan, aku kecanduan.
"Mau dibawah?" Tanya Mino terdesak saat aku meluncur menuju pusakanya dan menyesapnya habis-habisan, mengulumnya sangat dalam.
Aku menatap Mino yang seperti terburu sesuatu, menggelengkan kepalaku dengan cepat.
"Tidak... Aku mau diatas..." Elakku, tentu saja ini hal yang baru untukku karena setiap bercinta aku selalu dikungkung olehnya.Mino tertawa singkat mendengar obsesiku. Ia kembali melenguh saat aku kulum lagi penisnya dalam-dalam.
Merasa sudah cukup aku berderak menuju atas, menyatukan perlahan diriku dan Mino dalam satu tubuh. Kami sama-sama mendesah keenakan. Aku menumbuknya dengan pelan, tidak senikmat ketika Mino menaikiku tapi aku cukup puas dengan karyaku.
Kami kemudian melanjutkan kegiatan kami, mendesah tak karuan hingga hampir pagi, kami terlelap secara tidak sadar, kami sama-sama kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Menjelang Malam
Hayran KurguSemua Hal berpacu pada waktu, entah itu baik atau justru buruk untukku. Waktu yang membuatku akhirnya berbicara, menuntunku hingga bertindak, Dan mengarahkanku juga pada sesalan tiada ujung. Mungkin menjadi ilalang semakin menguntungkan, karena aku...