12

485 50 13
                                    

Aku perlahan membuka mataku, menyadari hari yang mulai pagi. Hatiku tergelitik saat menyadari bahwa sepasang lengan masih bertengger pada tubuhku.

Tentu saja aku tidak lupa permainan hebat semalam, gila aku kalau melupakan bagaimana ganasnya Mino semalam. Aku perlahan melepaskan lengannya dariku, namun ia sadar dan bangun. Kami saling menatap.

"Sekarang jam berapa?" Tanya Mino dengan nada paraunya.

"Setengah delapan..." Jawabku singkat.

Salah satu dari kami tidak ada yang bergerak, mungkin karena kami ingat bahwa kami masih telanjang dan kemana baju sialan itu?!

Mino berhasil menemukan celana pendeknya dan ia memakainya dalam selimut, aku pura-pura tidak melihat saja dengan menyibukkan diriku menatap arah jendela.

Mino tiba-tiba menepuk jidatnya dengan keras, aku sampai kaget dengan itu.
"Sialan! Aku lupa ada meeting pagi!!!" Ucapnya dengan tergesa.

Mino langsung beranjak menuju kamar mandi kamarku, aku baru melihatnya terburu-buru seperti ini. Aku yang ikutan panik, hanya bisa melihatnya.

Seketika satu pikiran muncul dalam benakku, tapi aku langsung menepisnya. Bagaimana kalau Mino tidak menyukainya? Tapi ya... Masa bodoh, niatku hanya membantu.

Setelah aku menemukan piamaku, aku raih lemari baju Mino dan memikirkan dengan teliti yang kemungkinan Mino suka. Aku ragu sih sebenarnya mengingat aku tidak pernah sekalipun menyiapkan baju untuk Mino.

Pilihanku jatuh pada kemeja biru langit dengan jas abu-abu. Itu adalah style paling dasar seorang pekerja kantoran, jadi ya... Mino kemungkinan menyukainya kan? Ahh... Masa bodoh aku hanya perlu menyimpannya diatas kasur, kalau ia suka tinggal ia pakai dan kalau tidak jangan dipakai, kan?

Aku keluar menuju dapur, niatku selanjutnya membuat sarapan sederhana, karena Mino terlihat sangat terburu-buru jadi hanya sebuah toast sandwich dan jus apel. Aku cukup pandai membuatnya, jadi tidak membutuhkan waktu yang lama.

Aku menaruh sarapan itu dimeja makan agar terlihat dengan jelas oleh Mino, dengan sedikit catatan disana mengingat aku juga harus siap-siap untuk bekerja.

'Ini sarapan untukmu' Tidak terlihat berlebihan kan?

Aku memutuskan mandi dikamar mandi luar, membersihkan badanku dari kegiatan semalam. Aku sengaja berlama-lama dikamar mandi agar nanti tidak bertemu Mino dulu. Agak memalukan untuk ukuranku menyiapkan baju dan sarapan untuknya.

25 menit kemudian aku keluar dari kamar mandi dengan bathrobeku, mengendap-endap untuk memastikan bahwa Mino sudah pergi. Melihat ke meja makan dan aku yakin bahwa Mino telah pergi karena piring tempat sarapan dan jus itu telah kosong.

'Terimakasih...'

Hanya sepotong kata itu namun membuatku tersenyum lebar. Mino memakannya!

***

Aku menyusuri lorong kerjaku lagi, seperti hari-hariku pada biasanya. Sekarang Aku harus mengantarkan berkas pada bosku yang genit itu.

Aku Masuk dengan malas pada ruangan itu setelah mengetuk pintu. Pak Jinyoung terlihat suringah melihatku.
"Irene!!! Akhirnya kau datang juga..."

Aku Hanya tersenyum dihadapannya.
"Ini berkas yang diminta Pak..." Ujarku sambil menyerahkan berkas ditanganku.

Ia mengambil alih berkas itu Dan melihatnya sebentar Dan mengangguk-angguk.
"Bagus, besok kau minta tanda tangan dari Pak Mino sendirian, Aku ada jadwal ke luar kota..."

Aku terpaku ditempatku, kenapa aku semakin seperti asisten pribadinya? Padahal kan Aku dikontrak untuk menjadi karyawan biasa disini.

"Aku harus pergi ke kantornya Pak?" Ulangku until memastikan.

Pak Jinyoung mengangkat kedua bahunya.
"Terserah kau saja, mau bertemu diluar juga boleh..."

"Yasudah... Sekarang ikut Aku..." Ujar Pak Jinyoung sambil menyeretku keluar.

Pemandangan biasa dikantor Pak Jinyoung yang tengah menggodaku atau memaksaku untuk ikut dengannya, jadi tidak ada yang menghentikanku atau menghentikannya.

Aku Masuk kedalam mobilnya, bukannya Aku tidak mau menolak, tapi pria ini terlalu keras kepala untuk ditolak. Jadi ya kuputuskan untuk mengikuti perintahnya, toh ia tidak pernah berbuat macam-macam selain menjahiliku.

***

Pak Jinyoung mengajakku untuk makan siang disebuah restoran dekat kantor. Aku hanya menurutinya saja, karena pada akhirnya dia tidak memintaku membayar makanannya.

Ia menatapku penuh puja, membuatku canggung tidak karuan. Aku mengerjap sambil melihat ragu kearahnya.

"Kau... Kenapa bisa secantik ini?" Tanyanya dengan sorot mata yang tidak berlalih dari wajahku. Aku hanya tersenyum kikuk.

Pesanan sudah datang dan yang bisa kulakukan adalah makan secepat mungkin dan kembali ke kantor.

"Tidak usah buru-buru... Aku sedang tidak terburu-buru kok..." Tuturnya.

"Aku yang sedang terburu-buru..." Jawabku singkat.

"Kau tidak pernah menghubungi pacarmu?" Tanya Pak Jinyoung sambil menyuapkan makanannya.

Aku mengernyit.
"Maksudnya pak?"

"Orang yang menghamilimu, sampai kau keguguran kemarin?" Tanyanya santai.

Aku tersedak oleh makananku sendiri. Ya... Tidak ada satupun orang kantor yang tahu bahwa aku sudah menikah, jadi wajar kalau Pak Jinyoung bertanya demikian.
"Eehhmmm... Kami... Tidak... Maksudku..."

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Pak Jinyoung meraih jemariku. Ia menatapku penuh puja, tatapan yang tidak pernah kudapatkan dari siapapun, sekalipun suamiku.

"Kau tahu? Kau itu terlalu berharga kalau hanya untuk ditelantarkan seperti ini, Irene aku tahu kau mungkin masih tidak ingin menerimaku, tapi bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" Lanjutnya.

Tidak ada yang salah dengan pria didepanku ini sebenarnya. Sorot matanya sangat lembut hingga aku merasakan terbang disana. Hingga ia bertanya.
"Mau tidak kalau menjadi kekasihku?"

Kisah Menjelang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang