Aku membuka mataku, melihat sinar masuk dari celah gorden penginapan. Aku mengerjapkan mataku sebentar berusaha beradaptasi dengan cahaya. Aku lihat kearah depanku, tempat yang seharusnya ditiduri Mino terlihat kosong, tak ada sedikitpun kusut bekas seseorang disana. Aku merabanya, dan hatiku menciut tatkala merasakan sebelah kasur ini begitu dingin.
Aku berusaha menjernihkan pikiranku dan perlahan menurunkan kakiku kelantai. Jemari kakiku merasakan dinginnya lantai dan aku menderap melangkah kearah luar kamar. Aku mencelos, menatap sebuah tubuh diatas sofa tengah tertidur sambil duduk. Itu Mino.
Aku mendekat kearahnya dan duduk disebelahnya, dia pasti kedinginan, tangannya terlipat mendekap tubuhnya sendiri. Aku menatap kontur wajah tegasnya, sambil bertanya ada apa dengan pria itu, kenapa ia berubah hanya dalam sekejap?
Kemudian jemariku menyentuh pelan bahunya, mengusap-usapnya dengan pelan.
"Mino... Bangunlah..." Tuturku pelan.Ia begitu tenang, tanpa sedikitpun terganggu dengan sentuhanku, tanganku kemudian menjalar lebih jauh, kearah pipinya yang menirus.
Ia kemudian membuka matanya, terlihat begitu terkejut terkesan ketakutan saat aku ketahuan menyentuh pipinya.
"Aaaa..."Aku yang ikut kaget hanya diliputi perasaan bersalah.
"Ma... Maaf..." Ujarku sambil kembali menarik tanganku.Ia terlihat masih mengerjap dan mengerang pelan.
"Hhhh... Tidak... Tidak apa-apa... Aku hanya... Aku hanya... Kaget saja..."Aku menghela napasku pendek.
"Kau kenapa tertidur disini?" Tanyaku khawatir.Mino terlihat bingung sambil mengedarkan pandangannya.
"Ooohhhh... Itu... Itu... Aku ketiduran setelah menyelesaikan pekerjaanku..."Dan suasana menjadi bertambah canggung, Mino tak sekalipun menatap wajahku malah pandangannya mengedar entah kemana.
"Aku ambilkan sarapan dari bawah ya?" Tawarku."Euh... Mmm... Tidak... Tidak usah, mari kita pergi bersama..." Jawabnya gelagapan.
***
Kami makan dengan tenang, dibarengi dengan beberapa karyawan Mino lain yang ikut juga sarapan. Dan aku tidak tahan, sudah cukup aku bertahan untuk tidak bertanya kepadanya.
"Kau kenapa?"Mino mendongkakan kepalanya.
"Hmm? Aku tidak apa-apa..." Tuturnya.Aku kemudian meletakkan sendok beserta garpuku agar fokusku pada pria didepanku.
"Ada apa kau dengan kak Dongwoo? Kau berubah setelah bertemu dengannya..." Cerocosku.Ia menghela napas kasar.
"Aku tidak mengenalnya...""Lalu kenapa kau tidak mau dekat-dekat denganku setelah bertemu kak Dongwoo?" Potongku lagi.
"Tidak... Jangan khawatirkan apapun, aku tidak apa-apa dan kau jangan berpikiran aneh-aneh..." Ia kemudian tersenyum dibarengi jemari panjangnya yang meraih tanganku diatas meja, menyorot pandangannya pada kedua bola mataku yang membuatku kembali bertanya namun tersipu dalam satu waktu.
Ia masih mempertahankan jemarinya yang bertaut padaku, mempertahankan juga senyum manisnya agar meluluhkanku. Aku kalah, aku mengaku kalah. Mino terlalu manis untuk kuhiraukan. Jadi aku balas tersenyum kepadanya, semua pikiran anehku lepas begitu saja dan aku hanya berpikir kalau Mino mungkin benar-benar lelah kemarin.
Aku tidak bisa tidak tersenyum saat Mino tiba-tiba mencium punggung tanganku didepan publik, beberapa orang memerhatikan kami dan ia malah terkesan tak peduli.
"Aku mau ke toilet dulu..." Ujarku menahan rasa malu dihadapan orang-orang.
Ia tertawa renyah.
"Tentu boleh sayang..."Aku beranjak dari meja dengan masih memerhatikan punggung tanganku yang tadi diciumnya sampai toilet untuk buang air kecil.
Samar-samar aku mendengar beberapa orang mendekat sambil cekikikan.
"Pak Mino romantis sekali ya?" Ujar salah satu perempuan bernada cempreng."Iya iya iya! Andai aku punya suami seromantis dia!" Ujar yang lain antusias.
Aku hanya tersenyum dari balik bilik toilet dan berani sombong bahwa pria yang mereka obrolkan itu adalah milikku.
"Sangat disayangkan dia sudah menikah..." Ujar seseorang dengan nada yang sedih.
"Kalaupun dia belum menikah, dia tidak akan mau denganmu, haha..." Ujar yang lain dibarengi tawa.
"Ya mana mungkin dia mau, aku dan istrinya saja bagai bumi dan langit!" Sahutnya lagi.
"Tapi benar! Dari mana pak Mino mendapatkan perempuan secantik itu ya?" Tanya yang lain.
Aku terkekeh dibalik bilik, menahan tawaku yang hampir keluar. Para karyawan Mino ada-ada saja!
"Pasti menyanangkan punya wajah seperti dia..." Salah satunya berkata.
Yang lainnya tertawa mendengar hal itu.
"Operasi plastik juga tidak akan membuat kita secantik dia!" Satu orang menjawab."Andai saja pak Baro masih ada, tidak dapat adiknya mungkin bisa dapat kakaknya haha!" Satu orang berceletuk.
"Oohhh! Iya iya! Sayangnya dia sudah tidak ada disini ya?" Tanggap salah satunya sambil menghela napas halus.
"Iya benar, keduanya sama-sama tampan, kau ingat tidak sejak saat itu pak Mino berubah drastis?" Sahut yang lain.
Aku mengernyitkan dahiku kebingungan. Kakak? Sejak kapan Mino punya kakak?
"Hush! Jangan menggosipkan orang yang sudah meninggal..." Yang lain menghentikan. Terdengar langkah para wanita itu menjauh, keluar dari toilet ini.
Jangan! Jangan berhenti dulu! Aku masih ingin tahu soal 'kakak' Mino yang kalian bicarakan! Apa yang mereka maksud dengan kakak Mino?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Menjelang Malam
FanfictionSemua Hal berpacu pada waktu, entah itu baik atau justru buruk untukku. Waktu yang membuatku akhirnya berbicara, menuntunku hingga bertindak, Dan mengarahkanku juga pada sesalan tiada ujung. Mungkin menjadi ilalang semakin menguntungkan, karena aku...