2

445 52 11
                                    

Memilih untuk pergi kantor walau telat sekali kurasa bukan Hal yang bagus selain akan dimarahi atasan, aku juga pasti ditanya-tanya oleh rekan.

Jadi kuputuskan untuk berbelok arah menuju rumahku. Bukan rumahku yang sebenarnya sih, lebih tepatnya rumah orang tuaku, sudah lama aku tidak mengunjungi mereka. Sebelum menuju rumah itu aku berbelanja sedikit buah Dan bahan makanan untuk orang tuaku, menjinjingnya Dan memasukannya kedalam bagasi mobilku.

Aku sedikit meringis saat menutup bagasi mobilku yang sedikit mengenai payudara kiriku. Aku memegang dadaku yang kesakitan. Memejamkan mataku menunggu sakitnya sedikit reda.

Setelah sedikit reda aku melanjutkan perjalananku, menuju rumahku, rumah terbaikku. Aku memasuki rumah orang tuaku, memarkirkan mobilku Dan membawa barang-barang yang barusan aku beli.

Ibu terkejut saat melihatku dengan beberapa jinjingan ditanganku. Ia langsung menghampiriku, membawa setengah dari jinjinganku.
"Tumben kesini, Ada apa?" Tanya Ibuku setelah aku meletakkan jinjinganku diatas meja.

Aku hanya tersenyum menanggapinya sambil memijat tanganku sendiri karena jinjingan tadi.

"Kau harusnya jangan bawa banyak barang dulu..." Ibuku menatapku lembut. Aku tersenyum lagi.

"Tidak apa-apa... Aku sudah lebih baik..." Ucapku seadanya.

Aku menyandarkan kepalaku disofa kesayanganku dulu, setidaknya dulu saat aku masih tinggal disini.

"Tidak ke kantor?" Tanya Ibu sambil mengeluarkan jinjingan yang aku bawa tadi.

Aku menggeleng pelan.
"Tidak... Aku izin dulu..."

Ibuku hanya mengangguk pelan.
"Sudah makan?" Tanya Ibuku lagi.

Aku terkekeh sambil menggeleng.
"Belum... Tadi aku bangun siang..."

Ibu mendelik kearahku sambil kemudian tersenyum.
"Kau ini... Sudah tahu kondisi belum stabil tapi sudah berani melewatkan sarapanmu...!" Ucap Ibuku sambil memukul pelan lenganku.

Aku menangkisnya dan tidak sengaja mengenai lagi payudara kiriku. Aku kembali meringis. Namun seketika aku langsung kembali pada ekspresi normal walau aku masih merasakan sakit disana. Ibuku tidak terlihat curiga sama sekali.

Aku lalu melihat Ibuku menuju meja makan. Meninggalkanku sendirian. Aku tersenyum saat menoleh kearah meja makan Dan mendapati ibu menyindukan nasi untukku.

Ibu selalu menjadi role modelku, ibu yang penuh kasih sayang, tangguh Dan ceria pada satu waktu. Ibuku tidak pernah mengeluh meski Ayah selalu mengekang Dan mengaturnya, ibu tidak pernah marah meski aku berbuat semauku. Ibu merelakan segalanya, segala Hal yang wanita bisa dapat, untuk berdiri disamping Ayah yang sedikit tempramen Dan aku yang sering Kali membangkang.

Mataku berbinar saat mendapati meja didepan sofa penuh makanan. Mungkin norak, tapi ini seperti pertama kalinya aku melihat makanan.

Aku langsung menyendokkan sesuap besar nasi beserta japchae yang dibuat ibu. Ibu menggeleng sambil tersenyum melihat tingkahku.

"Kau seperti tidak pernah diberi makan oleh suamimu..." Celetuk Ibu kearahku. Mendengar kata suami ditambah kata tidak pernah diberi makan membuat otakku berhenti bekerja. Oh ya! Tentu saja suamiku tidak pernah memberi makan, setidaknya makanan secara harfiah.

Aku tidak menggubris ibu dengan celetukannya Dan hanya berlanjut menghabiskan makananku. Sesekali melirik ibu yang menggeleng melihat sikapku.

Aku sedikit bersendawa setelah menghabiskan semua makananku yang dihadiahi pukulan pelan oleh Ibuku. Aku hanya cengengesan.

Aku tidak yakin kenapa tapi makanan Ibuku selalu membuatku mengantuk setelahnya, mataku sangat terasa berat. Ibu melihatku yang terus-menerus menguap.

"Tidur saja diatas... Kau harus banyak istirahat..." Ucap ibu sambil menunjuk arah kamarku yang berada dilantai atas.

Aku berjalan sempoyongan karena rasa kantukku, menuju lantai atas kearah kamarku terdahulu.

Aku menggubrakan diriku begitu sampai dikamar nyamanku, tidak tahu kenapa kasurku ini lebih empuk dari berkilo-kilo bulu angsa sekalipun, lebih nyaman dari berbagai hotel bintang Lima manapun. Aku langsung melelapkan diriku disana, membiarkan aku pindah kedalam Alam mimpiku dengan perlahan.

***

Aku sedikit menghentakkan kepalaku saat merasa Ada sebuah tangan menyentuh pundakku. Membuka mataku perlahan Dan mendapati ibu yang tengah menatapku.

"Sudah sore, tidak mau pulang?" Tanya Ibu dengan lembut. Aku berpikir sejenak, pulang? Aku padahal sudah pulang, maksudku tempat pulang lebih merujuk pada rumah ini sebenarnya.

Aku langsung duduk sebentar.
"Jam berapa sekarang?" Tanyaku yang masih mengantuk.

"Jam Lima sore..." Jawab ibu.

Sial! Aku harus buru-buru pulang sebelum ayahku pulang dan menyuruh suamiku kesini untuk menjemputku.

Aku langsung berdiri Dan berbenah, mengambil tas tanganku Dan kunci Mobil yang kuletakkan diatas nakas meja riasku.

Namun ketika aku akan pergi, sebuah tangan menggapaiku. Aku menoleh kearah ibu yang tengah menatapku dalam-dalam. Aku mengerutkan dahiku heran.
"Ada apa bu?" Tanyaku heran.

Ibu menyorot mataku sebentar.
"Mino Ada dibawah..." Ucapnya.

Aku membolakan mataku. Sialan! Kenapa dia bisa disini?
"Mino? Kenapa?" Tanyaku kaget.

Ibu semakin menggenggam tanganku, mengajakku untuk kembali duduk pada kasur itu.
"Kau yakin tidak apa-apa?" Tanya Ibu pada akhirnya Setelah menatapku lamat-lamat.

Aku mengangguk.
"Ya... Aku baik-baik saja..."

Ia terlihat menghela napas sambil menatapku.
"ASI mu mulai keluar kan?" Tanya Ibu pelan.

Aku mencelos mendengar pertanyaan ya. Aku menghela napas dalam-dalam sebelum mengangguk pelan.
"Jangan terlalu banyak beraktivitas dulu... Kalau terlalu sakit beritahu Ibu..." Ucap Ibuku sambil mengelus-elus lenganku.

Kisah Menjelang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang