Aku pulang dengan helaan napas yang panjang sepanjang jalan. Aku bahkan sering mengurut pelipis kepalaku yang belakangan sakit.
Ketika aku sampai rumah, entahlah sepertinya sekarang adalah waktu paling tepat untuk mabuk. Aku diam-diam mengambil salah satu wine milik Mino dirak anggur, membawa juga sebuah gelas wine.
Sebenarnya aku tidak usah memikirkan ucapan Pak Jinyoung tadi siang, tapi pernyataan itu seperti menamparku, bahwa sebenarnya selama ini ada yang menyukaiku tanpa syarat, meski kuakui dia sangat menyebalkan, namun perasaannya tidak pernah berubah terhadapku.
Aku mengingat kembali pada waktu dimana ia menunjukan ketertarikannya padaku, dia rela mentraktir setiap hari anggota timku agar bertemu denganku lebih lama. Pak Jinyoung tampan, tentu saja, dengan paras dan jabatannya dia bisa menggandeng beberapa wanita sekaligus dalam sekali rayu.
Tapi dia tetap menyukaiku, meski dia tahu bahwa aku hamil, dia juga pernah menawarkan untuk menikahiku dan menjaga anakku bersamanya, aku sempat tergoda tentu saja, tapi keadaan malah berubah, sekarang aku menjadi istri Mino.
Aku sebenarnya hanya seperti kebanyakan wanita lain yang ingin dicintai. Jika ditanya siapa yang aku cintai jawabannya aku juga tidak tahu, aku harus menjaga perasaanku sebagai istri sah Mino dengan mengesampingkan bahwa dia sama sekali tidak mencintaiku.
***
Ini sudah gelas kelima dan kepalaku mulai puyeng, aku bahkan belum mandi atau ganti baju, semua ini gara-gara Pak Jinyoung, coba saja ia tidak mengacaukan moodku seperti ini.
Aku mendengar tombol sandi pintu dipencet, seketika dadaku menghangat, senyumku perlahan merekah. Ada apa denganku, apa seks dengan Mino membuatku ketagihan lagi?!
Aku melihat presensi Mino didepanku, tengah menatap heran kearahku. Aku melihat satu alis mata tebalnya yang terangkat, lucu sekali. Aku tidak yakin sekarang Mino menganggapku menjijikan atau bagaimana tapi sekarang aku tengah cekikikan tidak jelas sambil menggapai-gapai wajah Mino.
Karena otakku kini tidak berfungsi secara normal jadi sekarang aku juga tidak bertingkah secara normal. Aku berdiri tegap didepan Mino, meraih pipinya dan mengelus-elus lembut disana. Mino masih menatap heran kearahku meski aku tahu dia sedikit tergoda.
Aku gila dan aku sekarang tengah membuka satu kancingku dihadapan Mino, sebuah tindakan super gila yang kulakukan. Mino tampak tercengang dengan perilaku ekstremku, ia tergoda, tentu saja.
Namun ia kemudian menghela napasnya panjang dan meraih kancing bajuku. Aku tersenyum, namun ia bukannya membuka seluruhnya malah menutup lagi kancing bajuku. Aku cemberut dengan perilakunya, kenapa dengan pria ini?!
"Lain kali jangan mabuk sendirian... Untung aku yang datang, bukan orang lain..." Desahnya pelan.
Aku cemberut, namun tidak habis akal aku berjinjit hendak meraih bibir menggodanya, melumatnya habis sampai tidak tersisa untuk orang lain.
Ia mengalihkan wajahnya saat aku hampir sampai di bibir seksinya. Aku mendelik kearahnya, Mino yang ganas kemarin malam berbeda dengan yang sekarang!
Aku kecewa, apa aku kurang menggoda tadi? Aku menghentakkan kakiku sambil mendelik kearahnya. Aku berjalan sempoyongan kedalam kamarku, langsung tidur disana.
***
Aku menyingkirkan selimut yang ada ditubuhku, merasakan cahaya matahari masuk dari sela-sela jendela kamarku.
Kepalaku pening bukan main dan aku tersentak ketika mengingat kejadian semalam. Gila! Bisa-bisanya aku horny didepan Mino, menggoda Mino, dan sialannya aku ditolak lagi! Semua ini gara-gara wine sialan! Aku dan mabuk sepertinya tidak pernah jadi kombinasi yang pas, selalu saja ada kejadian memalukan.
Untungnya ketika aku membuka mata Mino tidak ada dikamarku, mungkin dia tidur dikamarnya, entahlah... Aku terpaksa beranjak keluar karena tenggorokanku yang kering luar biasa.
Aku hampir berbalik dan kembali kekamarku ketika melihat Mino tengah dimeja masak dan menyeduh kopinya. Ia melihatku, membuatku tidak bisa kemana-mana.
"Ini..." Tuturnya sambil menyodorkan sebotol obat pengar. Ya! Aku hanya harus pura-pura tidak mengingatnya, dengan begitu kami tidak canggung.
Aku meraih botol itu, hendak membukanya dengan tanganku, tapi keringat basah telah muncul ditelapak tanganku hingga sulit membukanya. Aku mengelap bagian telapak tanganku pada bajuku berharap keringat itu hilang. Sialan! Kenapa tutup botol ini sulit sekali!
Mino tersenyum melihatku yang kesusahan. Ia meraih botol itu kembali, membukanya dalam sekali putaran.
"Hari ini kau akan mampir ke kantorku?" Tanya Mino tiba-tiba.Ahh! Iya! Hampir saja aku lupa! Aku kemudian mengangguk pelan.
"Bagaimana kalau meminta tanda tangannya sekarang saja? Aku jadi tidak usah datang?" Ucapku penuh harap.Mino menggeleng.
"Tidak bisa... Aku tidak pernah mencampurkan urusan pekerjaan dan kehidupan berumah tanggaku..."Aku mengernyit kecewa.
"Ayolah... Aku jadi tidak usah jauh-jauh datang ke kantormu..." Ucapku dengan nada memelas.Mino mendekatkan wajahnya kearahku, melihat lamat-lamat sorot mataku.
"Tidak bisa... Kau harus tetap ke kantorku, urusan pekerjaan dan rumah tangga itu berbeda..."Aku gelagapan saat ditatap tajam olehnya.
"Kau...k...kau juga memecat karyawanmu karenaku kan?" Tanyaku sambil gelagapan.Mino langsung ingat. Terbalik, jadi ia yang gelagapan sekarang.
"Itu... Itu... Karena dia memang karyawan tidak becus, pelecehan dikantor?! Aku tidak bisa mentolelirnya..."Aku mendecih sebal.
"Kau tidak asik!" Sambil aku menatapnya tajam."Kalau semalam... Apa aku tidak asik juga dengan tidak memenuhi hasratmu?" Sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Menjelang Malam
FanfictionSemua Hal berpacu pada waktu, entah itu baik atau justru buruk untukku. Waktu yang membuatku akhirnya berbicara, menuntunku hingga bertindak, Dan mengarahkanku juga pada sesalan tiada ujung. Mungkin menjadi ilalang semakin menguntungkan, karena aku...