7

355 49 12
                                    

Aku membuka mataku perlahan, aku sedikit lebih baik setelah tidur hampir dua jam.

Aku berjalan gontai menuju luar kamarku, merasakan tenggorokanku yang mengering. Aku tersentak saat melihat siapa yang tengah duduk disofa.
"Ibu?" Itu ibu Mino omong-omong. Aku mengerjap cepat tidak percaya dengan apa yang kulihat.

Kedua orang tuaku maupun orang tua Mino Sebelumnya tidak pernah mengunjungi apartemen kami. Dan ya... Sekarang aku terkejut karena Ayah dan Ibu Mino tengah santai disini.

"Hei... Nak... Sudah baikan?" Tanya Ibu Mino sumringah. Tatapanku malah langsung pada Mino bukannya Ibu yang tengah bertanya padaku.

Mino menggidikan bahunya, memberi isyarat bahwa ia juga tidak tahu kenapa mereka bisa kesini.

"Ya bu... Aku lebih baik sekarang..." Tuturku dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

Aku kemudian lanjut berjalan untuk mengambil segelas air untukku lalu kembali keruang tengah. Aku duduk disebelah Mino.

"Dia khawatir padamu jadi kami kesini, karena ya... Mino Mana becus mengurus orang sakit?" Ujar Ayah Mino sambil menunjuk pada Istrinya.

Aku tersenyum menenangkan.
"Aku sudah tidak apa-apa kok bu, yah..."

Ibu Mino menggeleng keras.
"Tidak-tidak... Aku tahu kau tidak baik-baik saja, untuk itu aku Akan menginap dulu beberapa hari disini sampai kondisimu benar-benar lebih baik..."

Aku membelalakan mataku. Gawat!
"Benar bu, aku sudah baik-baik saja..." Ucapku sambil menatap Ibu dengan gugup luar biasa. Aku menoleh kearah Mino Dan pria itu juga menampilkan ekspresi yang serupa.

Mino tidak bisa berbuat apa-apa Dan aku juga tidak. Meski resiko untuk ketahuan sudah didepan mata, aku dan Mino hanya bisa menerima Ibu dengan senyum yang terpaksa.

***

Ayah Mino sekarang sudah pulang karena harus mengerjakan beberapa urusan dan tinggalah Ibu Mino yang tengah menonton TV diruang tengah.
"Ibu, makan malam dengan samgyetang tidak apa-apa?" Tanyaku gugup pada Ibu yang tengah fokus pada drama di TV.

Ibu menoleh kepadaku.
"Kau ingin samgyetang sayang? Biar aku buatkan ya..." Ucap Ibu sambil buru-buru berdiri.

Aku menggeleng untuk menghentikan langkah Ibu.
"Tidak usah, biar aku saja... Aku ingin memasak untuk ibu..." Ujarku sopan.

Ibu menatapku dari atas hingga bawah memastikan aku sehat untuk memasak Tanpa harus membuat kompor meledak.
"Kau yakin? Baiklah... Kalau butuh apa-apa bilang padaku..." Ucapnya khawatir. Aku memberi anggukan sebagai jawaban.

Aku memberi isyarat pada Mino untuk mengikutiku kearah dapur. Mino mengerti Dan ia mengekor.

Aku langsung menghadap pada Mino sesaat setelah kami sampai dapur, perasaan gugup luar biasa tidak bisa pergi dariku.
"Bagaimana ini?" Tanyaku khawatir.

Mino memberikan sorot mata yang sama.
"Aku juga tidak tahu... Ibu tiba-tiba datang..."

Aku memejamkan mataku Dan sedikit menjambak rambut panjangku. Berusaha keras berpikir bagaimana aku menyelamatkannya.
"Bagaimana kalau ibu tahu Kita pisah ranjang?" Ucapku semakin khawatir.

Mino menepuk jidatnya.
"Sialan! Aku lupa mengunci pintu kamar!!!" Gawat! Hanya kata itu yang terlintas dikepalaku.

Aku membelalak semakin khawatir. Menatap Mino dengan dahi yang mengkerut.

"Mino!!! Irene!!! Kenapa barang-barang kalian Ada dikamar yang terpisah?!!!" Teriak ibu, aku dan Mino semakin membolakan mata. Sialan. Ketahuan!

Kami buru-buru menghadap ibu yang kini tengah berdiri diruang tengah sambil menampilkan ekspresi Tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Ibu..." Ucap Mino yang gugup.

Aku hanya menunduk dihadapan ibu, tidak Ada gunanya lagi membohonginya.

"Jelaskan!" Ucap Ibu dengan nada yang sedikit Naik. Mino kemudian meraih pundak Ibunya yang tengah berkacak pinggang Dan menuntunnya menuju sofa untuk duduk.

"Aku... Aku dan Irene punya sedikit masalah jadi ya..." Ucap Mino menggantung.

Ibu menghela napas Tak percaya.
"Sudah berapa lama kalian pisah kamar?" Tanya Ibu lagi.

Aku tidak berani menjawab dan hanya membiarkan Mino yang menjawab untukku.

"Baru beberapa hari..." Tutur Mino.

Ibu menatap tajam kearah Mino.
"Jangan bohong! Barang-barang itu sangat tertata dan pasti membutuhkan waktu yang lama untuk menjadikan kamar menjadi seperti itu..." Tukik tajam Ibu kearah kami. Sialan! Ketahuan lagi!

Mino menunduk lesu saat kebohongan yang ia buat terdeteksi radar Ibunya.
"Maafkan kami..."

"Jadi kalian memang tidak pernah satu kamar?!" Tanya Ibu tajam. Aku hanya bisa meremas-remas punggung tanganku sendiri sampai sakit.

"Dan yang kalian tunjukan pada kami itu hanya kebohongan juga?!" Tanya Ibu lagi.

"Kami minta maaf bu..." Ucapku pada akhirnya.

Ibu hanya menatap tidak percaya pada kami. Aku hanya menatap bersalah pada Ibu. Ibu akhirnya mengambil napasnya dalam-dalam Dan menghembuskan ya dengan perlahan.
"Oke... Jadi kalian Ada masalah apa? Kenapa seperti ini?" Tanyanya dengan nada penuh kecewa disana.

"Aku yang salah..." Ucap Mino tiba-tiba.
"Aku tidak pernah terlihat peduli terhadap Irene membuat dia juga tidak peduli terhadapku, aku menyakitinya..." Tutur Mino.

Aku mengernyitkan dahiku. Sialan! Kenapa jadi merasa aku yang salah?!
"Aku juga salah... Aku dekat dengan atasanku..."

Mino menatap tidak percaya saat aku berkata seperti itu.
"Tidak... Irene tidak dekat dengan atasannya... Aku yang salah..."

Aku menatap tidak percaya kearah Mino. Apa yang pria itu sedang lakukan?!

"Jadi itu alasan kalian bercerai?" Tanya Ibu setelah menghembuskan napas dalam.

"Tidak! Kami tidak Akan bercerai... Kami akan perbaiki hubungan kami..." Ucap Mino sungguh-sungguh.

"Kalau begitu salah satu dari kalian mulailah mengemas barang Dan pindah dalam satu kamar!" Titah Ibu telak. Sialan! Apa aku sekarang akan satu kamar dengan Mino?!

Kisah Menjelang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang