19

410 56 19
                                    

Aku termenung diatas kasurku, mataku mengarah pada laptop yang kini berada diatas pahaku, namun percayalah, laptop itu hanya kubiarkan menyala tanpa aku mainkan.

Apakah aku terlalu rewel jika meminta untuk dicintai? Apa aku egois saat aku sendiri tidak bisa menentukan pria mana yang aku sukai? Pak Jinyoung memberiku perhatian dengan segala perlakuan lembutnya, sedangkan aku juga ingin terus merasakan seks panas dari Mino suamiku.

Aku mendengar suara derapan langkah kaki yang kuyakin berasal dari kaki Mino. Langkah kaki itu mendekat dan menuju tempatku berada. Aku menoleh kearah pria yang tengah membuka jas serta dasinya dihadapanku.

"Sudah makan?" Tanyaku pelan.

Mino menatap kearahku, kemudian menggeleng pelan.
"Belum... Bagaimana denganmu?" Tanya pria itu.

Aku juga menggeleng perlahan.
"Mau aku masakkan sesuatu?" Tanyaku lembut.

Mino tiba-tiba menghentikan kegiatannya untuk membuka kancing kemejanya.
"Bagaimana kalau makan diluar?" Sarannya.

Entah kenapa aku tiba-tiba mengangguk setuju atas saran Mino.

***

Aku kini tengah memperhatikan Mino yang tengah memotong cutlet pork untukku, Mino melarangku untuk memotong sendiri atau memotongkan miliknya. Aku jadi menghangat.

"Ini..." Ujarnya sambil mengarahkan sepiring cutlet pork yang telah dipotong olehnya.

Aku masih menatapnya tanpa ia ketahui.
"Aku agak kaget dengan perlakuanmu yang seperti ini..." Cicitku pelan.

Mino mendongkak kearahku.
"Aku selalu ingin berbuat seperti ini dari dulu bahkan saat kita masih kuliah..."

Aku membolakan mataku.
"Kau mengenalku saat kuliah?" Tanyaku kaget.

Mino masih melanjutkan acara potong memotongnya.
"Tentu saja, siapa yang tidak mengenal Irene? Kau kan sangat populer" Sindir Mino.

Aku hanya tersenyum, mengingat lagi bahwa itu memang benar adanya, aku cukup populer dikampus.
"Lalu, apa alasanmu tidak menerimaku lima bulan kebelakang ini?"

Mino selesai memotong cutlet porknya, ia kemudian menghela napas dengan berat.
"Aku merasa bersalah, malam itu aku tidak sadar... Aku telah menghancurkan hidup banya orang..."

Aku juga ikutan menghela napasku.
"Pak Jinyoung kembali bertanya kepadaku..." Lirihku pelan.

Mino menghentikan suapannya, garis sendu terlihat jelas dimatanya.
"Kau menerimanya?" Tanya Mino perlahan.

Aku balik menatapnya.
"Haruskah aku menerimanya?"

Mino masih menatap sendu kearahku.

"Aku tidak akan menerimanya jika kau melarangku..." Lirihku pada akhirnya.

Ia terlihat tersentak dengan ucapanku, seakan tidak siap untuk diminta jawaban.
"Kau... Menyukainya?" Lirihnya lagi.

Aku memasukkan satu suapan kedalam mulutku, enggan menjawab Mino yang tengah menungguku.

"Kalau aku melarangmu apa itu keterlaluan?" Tanyanya pelan.

Aku menatapnya dengan bingung sedangkan ia kini menunduk sambil mengunya cutletnya.
"Haruskah aku keluar dari perusahaan?" Tanyaku pelan.

Mino kembali mendongkakkan kepalanya kearahku.
"Aku tidak keberatan sekalipun kau tidak bekerja, aku akan memenuhi semua kebutuhanmu..."

Aku tersenyum miring, Song Mino dengan segala keangkuhannya.
"Sekalipun aku meminta pulau?" Candaku.

Mino membelalak kaget.
"Kau ingin sebuah pulau?!" Tanyanya.

Aku tertawa melihat ekspresi konyol Mino.
"Tidak... Aku hanya bercanda... Lagipula aku harus menyibukkan diriku agar tidak mengingat Daeun..." Ucapku lembut.

"Daeun?" Ulang Mino.

Aku tersenyum.
"Bayi kita... Aku memberinya nama Daeun, Song Daeun... Kau tidak keberatan kan?" Tanyaku hati-hati.

Mino langsung menggelengkan kepalanya.
"Tidak... Itu nama yang indah..." Kemudian Mino tersenyum lebar kearahku.

Ditempat makan cutlet pork itulah kami jadi lebih sedikit mengenal sati sama lain. Mino tidak sedingin yang kukira dan aku menurutnya tidak semenyeramkan yang ia kira.

Mungkin terlalu heboh kalau aku mengatakan aku sekarang mencintainya. Aku menyukainya tentu saja, dia tidak seburuk itu!

***

Mino berbaik hati mengantarku ke kantor karena mobilku yang tengah masuk bengkel untuk pengecekan rutin.

Aku kini tengah duduk disebelah Mino yang berada di kursi kemudi. Mino terkadang menyunggingkan senyumnya kearahku, meski aku tahu tadi ia kesal karena aku lama untuk berias.

Ia meraih mesin radio didepannya yang kini kebetulan tengah memutar sebuah lagu. Lagu yang asing untukku, lagu rap yang aku bahkan tidak tahu siapa penyanyinya.

Namun ditengah lagu Mino tiba-tiba mengikuti irama lagu yang tengah diputar, ia begitu hapal dengan liriknya. Aku terkekeh geli melihat Mino yang mungkin tidak menyadari tengah berlagu bersama radio.

"Kau sangat hebat!" Pujiku pada Mino yang baru saja menyelesaikan lagunya.

Mino menatap malu kearahku, ia buru-buru mengalihkan pandangannya kembali ke jalanan. Aku kembali dibuat terkekeh dengan perilaku pria disampingku ini.

"Lagi... Lagi...!" Ucapku antusias.

Mino malah mendelik kearahku, mungkin ia kira aku meledeknya, tapi sungguh, dia memang menyanyikan lagu tadi dengan bagus!
"Jangan menggodaku!" Ucapnya ketus.

Aku memanyunkan bibirku kearahnya.
"Aku padahal tidak bohong kok!" Sanggahku.

Mino menoleh kepadaku sambil menahan senyumannya. Aku menatap serius kearahnya.

"Lagi!" Titahku sedikit memaksa.

Mino tertawa sesaat setelah mendengar titahku.

"Yang tadi apa judulnya?" Tanyaku lagi, kemudian aku mengeluarkan ponsel guna mencari lagu tersebut.

"Body..." Ucapnya singkat.

Dan ya, Song Mino menyanyikan sekali lagi lagu tersebut, ditengah aku yang masih menatapnya kagum. Pagi yang begitu menyenangkan hanya dengan candaan ringan. Song Mino sialan! Apa yang telah kau lakukan pada jantungku?!

Kisah Menjelang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang