20

346 45 13
                                    

"Kau yakin aku boleh ikut bersamamu?" Tanyaku pada Mino.

Laki-laki itu tengah menyiapkan sebuah koper kecil untuk ia bawa menuju tempat gathering kantor miliknya.

Aku kaget ketika tahu bahwa aku diajak untuk pergi bersama Mino. Maksudku, bukankah ini terlalu cepat untuk memperkenalkanku sebagai istrinya? Atau tidak?

Mino menoleh kearahku ketika pria itu selesai membereskan barangnya.
"Tentu saja... Kai harus ikut bersamaku..." Pintanya.

Aku masih menatapnya dengan ragu.
"Nanti kalau karyawanmu tahu kalau kita menikah bagaimana?"

Mino tersenyum.
"Justru itu yang ingin kulakukan..." Aku jadi ikut tersenyum karenanya.

Yah... Jadi yang aku lakukan kini ikut mempersiapkan keperluanku selama dua hari kedepan. Aki gugup luar biasa sekarang, ini pertama kalinya aku mengikuti acara resmi bersa Mino dan aku tidak yakin dengan idenya bahwa nanti aku maju kedepan sebagai sambutan.

***

Acara gathering kantor, acara yang terkadang membosankan namun harus diikuti sebagai syarat kehadiran. Aku juga sering malas jika ada acara seperti ini dikantorku.

Aku dan Mino tidak ikut rombongan karyawan lainnya naik bus. Kami berdua malah naik mobil Mino dengan pria itu yang mengemudikan. Padahal sudah kubilang, perjalanan akan sangat melelahkan jika mengemudi sendiri.

Tapi pria itu tetap pada pendiriannya dengan dalih ia tidak mau aku berdesakkan dengan orang lain. Aku mendecih, sedikit ada rasa bahagia disana.

Kami berhenti terlebih dahulu di area peristirahatan, Mino bilang ia sedikit mengantuk dan butuh segelas kopi. Jadilah kami disini, disalah satu kafe di rest area.

"Kalau diingat-ingat ini pertama kalinya kita pergi berdua seperti ini..." Mino tiba-tiba berkata sesaat setelah menyeruput ice americano miliknya.

Aku tersenyum menanggapi Mino.
"Kita selalu sibuk... Ingat?" Candaku, Mino tertawa tipis.

"Aku tidak ingat kapan aku merasa hidup lagi seperti ini..." Mino menatapku penuh puja.

Aku yakin kini pipiku merona karena tatapan lembut dari Song Mino itu.
"Ayo pergi! Nanti kita telat!" Titahku sebagai bentuk pengalihan perhatian.

Mino menggeleng dengan melakukan ekspresi yang sombong.
"Tidak apa-apa, aku telat juga mereka pasti menungguku... Mereka tidak bisa memulai tanpa aku kan?"

Aku menatapnya bosan, Song Mino terkadang punya sifat yang selangit minta ampun.
"Justru itu, jangan buat mereka menunggu..."

Aku terpaksa menyeret lengan Mino, membawa kopi sisa dan beberapa roti kedalam mobil. Aku berbalik kearah Mino yang kini masih menyeruput Kopi miliknya.
"Kunci..." Ujarku sambil mengulurkan tangan meminta kunci mobil dari Mino.

Mino mengernyitkan dahinya.
"Untuk apa?"

"Biar aku yang menyetir...!" Pintaku padanya.

Song Mino langsung meremehkanku.
"Tidak-tidak... Aku tidak ingin kita kecelakaan karena kau yang menyetir..."

Aku mendecih sebal mendengar itu.
"Kau belum tahu saja kemampuanku setara pembalap!" Tanpa basa-basi aku lalu merogoh saku depan celana jeans Mino.

"Aduh... Hati-hati dong..." Ucap Mino mengaduh. Aku sama sekali tidak sadar dengan tanganku yang sembrono merogoh saku depannya.

Aku hanya terkekeh geli ketika mendapat kunci mobil itu. Mino mengalah, ia akhirnya duduk dikursi penumpang disebelahku.

Aku memulai perjalanan walau aku sedikit melihat Mino yang masih tidak yakin dengan kemampuan mengemudiku. Aku merasa tersinggung!
"Tenang saja, aku tidak akan membuatmu celaka... Aku juga masih ingin hidup..." Ucapku menyindirnya yang tengah berpegangan pada kaitan tangan pada mobil.

Mino tertawa dengan tipis seraya menurunkan tangannya.
"Ceritakan tentang dirimu..." Tutur Mino tiba-tiba.

Aku mengernyit kearahnya.

"Aku ingin mendengar cerita tentangmu..." Ulang Mino lagi.

Aku menatap heran.
"Ya... Entahlah, apa yang harus aku ceritakan?"

"Aku bersahabat dengan Jennie dari lahir, kami tumbuh bersama sampai orang-orang sering menganggap kami bersaudara..." Terangku.

"Kau sepertinya menceritakan semua hal pada Jennie ya?" Tanya Mino lagi.

Aku mengangguk.
"Tentu saja, Jennie tahu semua tentangku begitupula aku tahu tentang dia..."

***

Selama perjalanan kami terus berbincang hingga tidak sadar bahwa kami sudah sampai tujuan. Aku turun dari mobil disusul Mino yang langsung membawa beberapa barang bawaan kami dibagasi.

Seperti dugaan semua karyawan telah sampai dan tengah bersiap menunggu Mino untuk penyambutan. Aku dan Mino bergabung bersama beberapa karyawannya dan terlihat Mino yang menyapa ramah mereka. Aku hanya bisa mengekor Mino dengan perasaan canggung luar biasa.

"Aku harus penyambutan dulu..." Ujar Mino menatapku.

Aku mengangguk mengerti meski aku tidak ingin ditinggal Mino sendirian. Aku disuruh duduk disalah satu kursi paling depan bersama seorang karyawan berambut pendek disebelahku.

Aku menatap kearah Mino, melihat pria itu berdiri disebuah panggung kecil bersiap untuk memberi kata sambutan. Mino tersenyum kearahku saat tahu bahwa aku menatapnya.

Mino memberi kata sambutan singkat sebagai ucapan pembuka dan selamat datang pada karyawannya, ia juga sedikit mengucapkan terimakasih pada semua yang hadir, Mino kemudian beranjak turun dari pangging kecil itu hingga ia berbalik dengan cepat menuju panggung itu membuat ia menjadi atensi lagi karyawan-karyawannya.

"Oh... Dan iya! Bagi kalian yang belum tahu, aku ingin memperkenalkan istriku bernama Irene, kami menikah hampir tujuh bulan yang lalu, mohon bantuannya agar istriku betah disini..."

Aku membelalak kaget saat namaku diucap bibir lelaki itu. Belum sempat aku mencerna perkataannya, Mino sudah tiba didepanku, mengajakku berdiri, membuatku menjadi atensi semua orang.

Aku menampilkan girat wakah kaget tentu saja, belum sempat reda Mino malah mendaratkan bibirnya pada bibirku membuat mataku semakin membola tatkala bibir itu berusaha menerobos masuk lebih dalam.

Sorak sorai langsung bersahutan ketika Mino mulai menciumku. Aku gelagapan. Sekarang bagaimana aku lepas dari pria gila ini?!

Kisah Menjelang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang