22

235 37 15
                                    

Mino terlihat terkejut melihatku yang tengah mengobrol dengan kak Dongwoo, ya... Siapa sangka juga aku akan bertemu kakak tingkatku ditempat yang jauh dari rumah seperti ini?

Mino masih terkejut terkesan hanya melongok dan mematung memandangi kami berdua.

"Kalian... Kalian menikah?!" Kak Dongwoo meleburkan lamun kami.

Aku mengangguk semangat.
"Iya belum lama ini..."
"Oh iya, Mino juga satu kampus bersama kita, dia seangkatan denganku..." Aku lanjut menginformasi.

Aku sendiri sebenarnya ragu dengan penglihatanku dan perasaanku saat ini, tapi aura yang mereka pancarkan begitu dingin, mengalahkan malam ini, sialnya aku memakai baju tipis lagi!

Mino dengan canggungnya berusaha tidak berdekatan denganku dan kak Dongwoo terlihat begitu mengintimidasi, aku hanya bisa tertawa canggung sambil berharap kak Dongwoo segera pergi dari hadapan kami.

Ia menangkap sinyalnya, pria itu menggaruk-garuk belakang kepalanya sambil menatapku dengan perasaan bersalah.
"Ooh... Maafkan aku, aku mengganggu kalian ya?" Ia tersenyum canggung.

Aku membalasnya tak kalah canggung.

"Yasudah, lancar dengan kencannya ya, kalau butuh apa-apa panggil saja aku..." Ia berujar kemudian pergi sambil sebelumnya menyentuh pundakku.

Aku tersenyum sopan kearahnya, melihatnya meninggalkan aku dan Mino. Mino masih tertunduk lesu sedari tadi aku perhatikan.
"K...kau... Baik-baik saja?" Tanyaku dengan ragu.

Mino masih menatap lantai dengan tajam, tak menyadari pertanyaanku hingga aku menyentuh tangannya. Ia kemudian mengerjap kaget, menatapku dengan terkejut sambil mengatur napasnya.

"Kau baik-baik saja?" Aku mengulang pertanyaanku.

Ia mengangguk cepat meski sangat kentara bahwa pria itu sedang tidak baik-baik saja.
"Ya... Ya... Aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah karena tadi aku banyak beraktifitas..."

Bohong. Ya. Sangat tercetak jelas diwajahnya bahwa rahang pria itu menajam dan tatapan intensnya menjadi kabur dan gelagapan. Aku menangkapnya jelas, pria itu gelisah setelah bertemu kak Dongwoo barusan.

"Bagaimana kalau kita kembali ke penginapan? Kau terlihat lelah sekali..." Aku menyarankan, tatapan Mino masih kabur dan ia segera mengiyakan saranku.

"Ya! Maksudku... Maafkan aku, padahal aku yang mengajakmu tapi aku juga yang mengacaukannya juga malam ini..." Kata Mino dengan tatapan gelisahnya.

Aku tersenyum memaksa kemudian meraih tangan Mino.
"Tidak apa-apa, aku tahu kau pasti lelah..." Ujarku lagi.

***

Perjalanan hening, Mino masih dengan gerak-gerik mencurigakannya dan aku dengan segala pikiran liarku berjelaga. Mulai soal, apakah Mino mengenal kak Dongwoo sampai apakah diantara mereka pernah terjadi pertengkaran sampai begitu canggungnya berada dalam lingkaran yang sama.

Aku juga belum berani bertanya apapun, setidaknya untuk sekarang, tidak tahu saja dia aku mati-matian berusaha agar mulutku tidak bertanya yang aneh-aneh.

Dan perjalanan kami hanya diisi dengan alunan musik yang menguar dari radio serta gemerlap malam yang sama sekali bertentangan dengan perasaanku.

Sampai didalam penginapanpun Mino masih bergeming, membungkam suaranya seolah berbicara itu dilarang.

"Aku mandi duluan ya..." Ujarku sesaat setelah kami sampai kamar.

Ia hanya mengangguk singkat dan menuju sofa. Sedangkan aku hanya bisa melihat punggung pria itu dari sofa dan aku hanya menghela napasku tipis sambil berlalu ke kamar mandi.

Setelah aku membersihkan badanku, berganti baju dan bersiap tidur, Mino masih juga dalam posisinya, bedanya sekarang ada laptop tak menyala dipangkuannya.

Aku beralih menuju sofa tempat Mino berada, ia terlihat sedikit terkejut saat aku tiba-tiba duduk disebelahnya. Pria itu kemudian mengalihkan pandanganya kearahku, tersenyum kaku kepadaku.

"Ada pekerjaan?" Tanyaku singkat sambil mengarah pada laptop mati itu.

Mino mengikuti arah pandangku dan ia mengangguk pelan.
"Mmm... Masih ada beberapa pekerjaan yang harus kukerjakan..." Jawabnya sedikit dipaksakan.

Mino kemudian meraih tanganku, mengusap-usapnya dengan lembut. Matanya jadi terpaku pada kedua bola mataku membuatku tersipu seperti biasa. Namun tatapannya menyendu, seolah ada sesuatu mengganjal disana. Sorot itu menggelap tak seperti biasanya yang cerah dipenuhi binar, bibir itu juga, bibir yang biasnya melengkung keatas mencipta seutas senyum itu perlahan menekuk kebawah, seolah ia dikecewakan.

"Kalau mau tidur, duluan saja, aku masih banyak pekerjaan..." Ujarnya tercekat.

Aku masih bungkam juga tanpa berani mengutarakan hal yang berputar dikepalaku.
"Jangan tidur terlalu larut..." Jawabku singkat.

Ia tersenyum kemudian mengangguk lemah.
"Aku akan menyusulmu..." Katanya lagi.

Kata-kata itu secara tak langsung membuatku berpikir harus segera pergi dari sana. Aku kemudian beranjak dengan terpaksa, menuju kasur luas yang seharusnya ditempati berdua. Aku membungkus diriku dengan selimut tebal disana, dan berbagai pemikiran kembali berkecamuk soal apa maksud dari tatapan kelam yang Mino berikan, atau apa maksudnya senyum singkat diakhir percakapan kami?

Kisah Menjelang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang