Kringg.. Kringg.. Kringg..
Bel pulang pun telah berbunyi, Kila menatap malas pada jam dinding yang menunjukkan pukul 15:00 Wib.
"Huffftt.. piket lagi." gumamnya sembari menyandarkan kepala di atas meja.
"Cemungutt, gue duluan dahh." ucap Sela sembari berlari keluar kelas.
Oke, semangat!
Kalian jangan tanya kenapa aku piket sendiri, ini karena ulah Keyla padaku. Entah kenapa dia puas banget liat aku menderita. Tapi gapapa kok, aku udah biasa, lagian setelah aku pikir-pikir memang lebih baik aku piket sendiri. Dari pada aku piket berdua atau bertiga toh nantinya pasti mereka bakalan gak piket dan nyuruh aku buat piketin semuanya sendiri, kan kalo kayak gitu lebih sakit hati akunya. Jadi gapapa selama masih bisa dibawa positif thinking.
Haduh.. dari pada berlama-lama kayak gini, mending aku piket sekarang deh biar bisa cepet-cepet pulang.
Setelah aku mengambil sapu dan serok dari kantor aku segera kembali menuju kelas. Jangan tanya kenapa aku ngambilnya dari kantor, sapu sama serok di kelas aku tuh gak pernah aman lebih dari satu minggu, selalu saja dibawa pergi sama anak cowok dikelas ataupun mereka rusakin buat dijadiin mainan atau apalah itu. Padahal sayang banget ya, cuman mereka susah dibilangin, biarin deh toh mereka juga bayar kok sekolah di sini dan yang terpenting bukan aku yang rusakin.
Didalam kelas, terlihat Fano sedang anteng duduk di bangkunya sembari memainkan ponsel miliknya.
Aku berdecak sebal, "ck, pasti lagi main game." gumamku pelan.
Kan apa kataku juga, setiap aku piket dia pasti lagi main game. Entah dia emang selalu melakukan itu setiap hari atau tidak, toh aku juga gak mau tau kok.
Aku mulai menyapu dari ujung ke ujung. Tidak ingin mempedulikan Fano, aku mencoba memberanikan diri untuk menyapu dan melewati meja miliknya, karena kalopun nanti aku ijin buat sapuin dulu dia pasti marah kayak sebelum-sebelumnya, pikirku. Namun..
BRAKH!
"Gak bener, lu nyapu gak bener!" pekik Fano yang membuat aku kaget setengah mati.
Coba bayangin aja aku dari tadi sebenarnya dag-dig-dug karena ngelewatin bangku dia, dan tiba-tiba aja dia ngomong gitu sambil gebrakin meja ya gimana aku gak kaget!
"Bangku gua lu lewatin Daki, lu gak liat kotor gini?" ucapnya sembari menunjuk bawah mejanya.
Aku mengelus-elus dadaku, "Tadinya aku mau sapuin tapi takutnya kamu marah kayak waktu itu, yaudah aku lewatin eh kamu marah juga. Maunya gimana sih?" ucapku tak terkontrol.
Entah kenapa akhir-akhir ini aku lebih berani untuk mengeluarkan jawaban yang memang ingin aku ucapkan pada Fano, tidak seperti dulu-dulu aku selalu menahannya dan itu membuat aku lebih sakit hati.
Jadi mulai sekarang aku akan terus mencoba sedikit-sedikit melawan ucapan Fano, aku gak mau dia terus-terusan memperlakukan aku seenaknya.
Fano terdiam mendengar ucapanku, "Yaudah gak usah marah, nih sapuin." ucapnya dengan ekspresi yang membuatku bingung.
Ini aneh banget, aku baru kali ini melihat ekspresi Fano kayak gitu.
Terus kok dia gak balik marah lagi? Apa dia takut sama aku? Apa barusan aku segitu menyeramkan? Ah gak mungkin, orang aku jawabnya biasa aja kok gak marah-marah banget.
Aku menatap penuh curiga pada Fano yang tengah sibuk mengemas barang-barangnya.
Kenapa ya kok rasanya aneh banget kalo dia gak lebih galak kayak biasanya. Tapi harusnya aku seneng dong? Bukannya emang kayak gini yang aku mau? Ah entahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Splash - Splash Love [ON GOING]
Teen FictionMiskin, sendiri, kesepian, kelaparan dan di bully semua itu sudah seperti selimut tipis milikku yang selalu menemani tidurku disetiap malam. Begitupun semua penderitaan tadi, selalu meneror hidupku setiap harinya. Bahagia? Semacam makhluk apakah itu...