| Bagian > 03 |

28.5K 1.8K 36
                                    

Saat ini Ava sedang ada di dalam mobil. Temannya Maxime benar-benar menjemput Ava di taman kanak-kanak. Padahal ia sudah akan pulang dengan bus.

Selama di jalan Ava banyak diam--ia tidak begitu berminat untuk berbicara, Wajah anak laki-laki itu masih terbayang di ingatan Ava.

"Ava?" Maxime memanggil, kepalanya bahkan menoleh pada Ava--kebetulan lampu sedang merah.

Ava menoleh. "Ya, kenapa?" tanya Ava sedikit terkejut.

"Tidak apa-apa!" jawab Maxime tersenyum. "Kau lebih banyak diam. Kenapa, Va?"

"Benarkah? Mungkin aku kelelahan!"

"Kau ini--" Maxime tersenyum geli. "Kenapa harus sampai kelelahan. Jangan sampai kau drop, Va!" lanjut Maxime, sambil kembali menjalankan mobilnya.

"Aku hanya kelelahan saja. Anak-anak begitu aktif dalam bermain. Tapi bukan masalah, aku menyukainya."

"Kenapa tidak mencari pekerjaan lain saja?"

"Di taman kanak-kanak aku menemukan kenyamanan. Mungkin aku akan mencari pekerjaan tambahan—entahlah." ucap Ava tersenyum tipis.

Maxime mengangguk-angguk kepalanya mengerti. "Kau mau bekerja di perusahaanku?" sahut Maxime, bertanya.

Ava menggeleng. "Tidak! Aku juga belum memikirkan apa aku harus mencari pekerjaan tambahan atau tidak." tukas Ava--dia memang masih belum kepikiran sampai kesana. Sampai detik ini menjadi seorang pengawas masih menjadi salah satu kesukaan Ava.

Tidak terasa akhirnya Ava sampai di flatnya. Dia turun dari mobil Maxime begitupun dengan pria itu. Ia tersenyum sebelum berbalik dan hendak memasuki flat.

"Ava?" panggil Maxime. Menghentikan langkah Ava.

Ava membalikkan tubuhnya, menatap Maxime. "Ya, ada apa?" sahut Ava.

"Bisakah nanti kita makan malam... Berdua?" tanya Maxime menatap Ava penuh harap.

"Max, maaf sepertinya aku sedang ingin istirahat saja dirumah." jawab Ava pelan. "Terima kasih sudah menjemputku." tambahnya--sebelum kembali berbalik dan pergi memasuki flatnya. Meninggalkan Maxime yang masih terdiam menerima penolakan.

Maxime menghela nafas kasar. Sedikit kecewa karena Ava kembali menolak ajakannya... Ya, sebelum-sebelumnya Maxime sudah sering mengajak Ava pergi untuk makan malam ataupun sekedar jalan. Wanita itu, seperti membatasi diri dari seorang pria.

•••

Ava menghempaskan tubuhnya di atas ranjang berukuran sedang. Ia menghela nafas kasar--kedekatannya dengan Maxime membuat Ava ketakutan. Memang mereka hanya berteman, hanya saja Ava begitu takut sekali berteman dengan seorang pria. Trauma? Tidak, Ava tidak trauma hanya saja Ava sedikit memberi batas.

Ava tidak ingin Maxime terlalu dekat dengannya. Ia takut pria itu menganggap lebih pertemanan mereka—tidak, Ava tidak bisa. Keberadaan Maxime hanya sebagai kakak untuk Ava.

Dddrrtttt!

Menghela nafas berat Ava mengambil ponselnya. Dia memutar mata jengah ketika Ibunya yang menghubungi.

"Ya, Ibu?" Ava berucap lelah.

"Kenapa kau tidak menghubungi Ibu lagi? Kau sedang dimana?" Ganesya memberikan pertanyaan secara beruntun.

"Aku baru saja sampai di flat. Jadi aku belum sempat menelfon, Ibu."

"Oh begitu! Ava kapan kau akan pulang? Kau sudah kembali dari London tapi kenapa kau belum juga pulang kerumah?" Ganesya berucap, nada suaranya terdengar lirih. "Ibu merindukanmu, Va! Pulang 'lah kerumah. Semua sudah berlalu, nak!"

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang